Muqaddimah
بسم
الله الرحمن الرحيم
Segala
puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan atas junjungan kita Muhammad SAW; utusan yang paling mulia diantara
para utusan Allah, dan sekaligus sebagai nabi penutup akhir zaman, juga atas
para keluarganya yang bagus, dan para sahabat beliau yang suci. Amin…
Ammaa Ba’du, telah diriwayatkan dari siti ‘Aisyah r.a. dari
Rasululloah SAW beliau bersabda “Kewajiban anak terhadap orang tuanya
adalah memberikan anaknya nama-nama yang bagus, memberikan air susu (menyusui)
yang bagus kepada anaknya, dan memberikan didikan budi pekerti yang baik kepada
anaknya”.
Diriwayatkan
dari Ibnu Sirin ra., ia berkata: “Para sahabat dan para tabi’in mereka semua
mempelajari petunjuk, sebagaimana mereka mempelajari ilmu pengetahuan”.
Diriwayatkan
dari Hasan Al Bashri ra.Ia berkata: “Bahwasanya ada seorang lelaki keluar dari
tempat tinggalnya untuk mendidik jiwanya dalam beberapa tahun.
Diriwayatkan
dari Sufyan bin ‘Uyainah ra. bahwasanya Rasulullah itu merupakan timbangan yang
agung. Pada pribadi beliau ditampakkan beberapa hal yang pantas dicontoh;budi
pekerti, tindak-tanduk dan petunjuk-petunjuknya.Adapun segala perilaku yang
sesuai dengan kepribadian beliau, maka hal itu dianggap benar, sedangkan yang
tidak sesuai dengan prilaku beliau, maka dianggap salah.
Diriwayatkan
dari Habib Al-Syahid, ia berkata kepada putranya: “Bertemanlah engkau dengan
orang-orang yang ahli fiqh (orang yang sangat paham dalam bidang agama: penj),
pelajarilah budi pekerti dari mereka, karena hal itu lebih aku cintai dari pada
engkau banyak mempelajari ilmu hadits”.
Ruwaim
berkata: “Wahai anakku! Jadikanlah ilmumu ibarat garam (yang tersebar dilautan)
dan jadikanlah budi pekertimu ibarat (tepung yang berterbangan didaratan)”.
Imam Ibnu
Al Mubarak ra. Berkata: “Kami lebih membutuhkan budi pekerti yang sedikit
daripada yang banyak”.
Imam
Syafi’i suatu ketika pernah ditanya: “Bagaimana pengakuanmu terhadap budi
pekerti?. Beliau menjawab: “Aku mendengarkan perhuruf darinya, sehingga semua
anggota tubuhku menjadi senang, sesungguhnya seluruh anggota tubuhku mempunyai
pendengaran yang bisa menikmatinya. Kemudian beliau ditanya lagi, bagaimana
cara engkau mencari budi pekerti itu?”.Beliau menjawab:”Aku mencarinya ibarat
orang perempuan yang kehilangan anaknya, kemudiania mencarinya.Sementara ia
tidak mempunyai orang lain selain anak itu.
Sebagian ulama berpendapat bahwa tauhid itu
mengharuskan adanya suatu keimanan. Barangsiapa yang tidak beriman, maka
berarti ia tidak bertauhid.Iman juga mengharuskan adanya syari’at.Barang siapa
yang tidak bersyari’at, maka berarti ia tidak beriman dan juga tidak
bertauhid.Syari’at juga mengharuskan adanya budi pekerti budi pekerti.Barang
siapa yang tidak mempunyai budi pekerti, maka ia tidak bersyari’at, tidak
beriman dan tidak bertauhid (kepada Allah SWT).
Apa yang telah disampaikan oleh para Nabi dan para
‘ulama’ semuanya merupakan ketentuan yang sangat jelas,kata–kata
yang dikuatkan dengan nur ilham yang mampu menerangkan tentang
betapa luhurnya kedudukan budi pekerti, juga menjelaskan bahwa semua perbuatan
yang bersifat keagamaan, baik yang bersifat bathiniyah maupun lahiriyah, baik
ucapanmaupun perbuatan, hal itu tidak akan dianggap sebagai amal, kecuali
apabila perbuatan tersebut dibarengi dengan budi pekertiyang baik,sifat-sifat
yang terpuji dan akhlaq yang mulia.Karena menghiasi amal perbuatan dengan budi
pekerti yang baik diwaktu sekarang itu merupakan tanda diterimannya amaldi saat
nanti.Di samping itu juga,budi pekerti yang baik sebagaimana dibutuhkan oleh
pelajar (santri) ketika iabelajar, seorang guru juga membutuhkannya ketika
sedang dalam proses belajar mengajar.
Ketika
derajat akhlaq sudah mencapai pada tingkatan ini, sementara ketentuan kreteria
akhlaq secara detail belumlah jelas, maka apa yang aku lihat, yaknikebutuhan
para pelajar akan budi pekerti dan susahnya mengulang-ulang untuk mengingatkan
kesalahan akhlaq mereka, telah mendorong aku untuk mengumpulkan risalah ini
sebagai pengingat pribadiku sendiri khususnya dan umumnya orang-orang yang
memiliki wawasan dangkal. Kemudian aku beri nama risalah ini dengan nama “Adab
al Alim Wa al Muta’allim”, semoga dengan risalah ini, Allah memberikan manfaat
dalam kehidupan ini dan setelah mati nanti. Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang
menguasai segala kebaikan.
BAB 1
Kutamaan Ilmu Dan Ulama Serta Keutamaan
Proses Belajar Dan Mengajar
Allah
berfirman:
يرفع الله الذين أمنوا منكم والذين أوتوا
العلم درجات
“ Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
diantara engkau dan orang –orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat
“ (Q.S. Al-Mujadalah : 10).
Artinya
Allah akan mengangkat derajat para ‘ulama (orang yang ahli dalam bidang
keilmuan), sebab mereka sanggup memadukanantara ilmu pengetahuan dan
pengamalannya
Ibnu
Abbas telah berkata ra.: “Derajat ulama’ itu jauh diatas orang mukmin dengan
selisih tujuh ratus derajat, sedangkan jarak antara dua derajat kira-kira
perjalanan lima ratus tahun”.
Allah
berfirman:
شهد الله أنه لا إله إلا هو و الملائكة
وأولو العلم …الاية
Ayat
diatas menjelaskan bahwa Allah memulai firmannya dengan menyebutDzatnya
sendiri, kedua kalinya menyebut malaikat dan ketiga kalinya menyebutorang-orang
yang memiliki ilmu
pengetahuan.
Cukuplah
bagimu berpegang teguh pada ketiga hal ini untuk memperoleh untuk memperoleh
kemulyaan, keutamaan dan keagungan.
Allah
berfirman:
إنما يخشى الله من عباده العلماء
“ sesungguhnya dari hamba-hamba Allah yang takut
kepada Allah adalah para ‘ulama”.(Q. S. Al-Fathir : 28)
Dan Allah
juga berfirman:
- إن الذبن أمنوا وعملوا الصالحات أولئك هم خير البرية
- جزاؤهم عند ربهم جنات عدن تجري من تحتهاالانهار خالدين فيها أبدا
رضي الله عنهم ورضوا عنه ذالك لمن خشي ربه
7.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu
adalah sebaik-baiknya makhluq“.
8.“Balasan
mereka disisi Tuhan mereka adalah surga and yang mengalir dibawahnya
sungai-sungai. Mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap
mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi
orang yang takut kepada Tuhanya” ( Q.S. Al Bayyinah:7-8 ).
Dua ayat
diatas menetapkan bahwa para ulama’ adalah orang-orang merasa takut kepada
Allah.Orang yang merasa takut kepada Allah adalah termasuk sebaik-baik makhluq.
Dengan demikian dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa mereka adalah sebaik-baik
makhluq.
Rasulullah
bersabda:
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Barang siapa yang dikehendaki baik oileh Allah ,
maka allahakan memberikan kefahaman terhadap ilmu fiqh” .
Rasulullah
juga bersabda:
ألعلماء ورثة الأنبياء , وحسبك بهذه
الدرجات مجدا وفخرا وبهذه الرتبة شرفا وذكرا, وإذا كان لا رتبة فوق النبوة فلا شرف
فوق شرف الوراثة لتلك الرتبة
”‘Ulama’
adalah pewaris para Nabi, cukuplah bagimu dengan derajat ini untuk memperoleh
sebuah keagunaan dan kebanggaan diri.Dan (cukuplah bagimu) dengan tingkatan ini
untuk memperoleh kemuliaan dan panggilan yang agung. Ketika sudah tidak ada
lagi tingkatan di atas tingkat kenabian, maka tidak ada satupun kemuliaan yang
melebihi kemuliaan warisantingkatan tersebu”t.
Ujung
dari sebuah ilmu adalah pengamalan, karena pengamalanitu adalah buah dari ilmu
itu sendiri, fungsi dari pada umur dan bekal untuk akherat nanti.
Barang
siapa yang memperoleh ilmu, maka ia akan bahagia.Barang siapa yang tidak
memperolehnya, maka ia termasuk golongan orang–orang yang merugi.
Suatu
ketika di samping Rasulullah disebutkan ada dua orang laki-laki, yang pertama
adalah orang yang ahli ibadah dan yang kedua adalah orang yang ahli ilmu.
Kemudian Rasulullah berkata: “Keutamaan orang yang berilmu dibandingkan dengan
orang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaanku melebihi kalian semua”.
Rasulullah
SAW bersabda :
طلب العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة,و طالب
العلم يستغفر له كل شيء حتى الحوت في البحر
“Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap orang
Islam laki-laki danperempuan.Orang yang mencari ilmu itu akan dimintakan ampun
oleh setiap sesuatu yang ada dimuka bumi ini sampai ikan-ikan yang berada di
lautan”.
Rasulullah
SAW bersabda:
من غدا لطلب العلم صلت عليه الملائكة
وبورك له في معيشته
“Barang
siapa berangkat pergi di pagi hari dengan tujuan mencari ilmu, maka para
malaikat akan mendo’akannya dan diberkahi kehidupannya“.
Rasulullah
SAW bersabda:
من
غدا إلى المسجد لا يريد إلا أن يتعلم خيرا أو يعلمه كان له كاجر حج تام
“Barang
siapa yang berangkat pergi di pagi hari untuk kemasjid, sementara dia tidak
menghendaki sesuatu kecuali untuk mempelajari kebaikan atau untuk mengajarkan
kebaikan, maka berhak memperoleh pahala seperti pahalanya orang yang melakukan
ibadah haji secara sempurna”.
Rasulullah
SAW bersabda:
ألعالم وا لمتعلم كهذه من هذه وجمع بين المسبحة والتي
تليها شريكان في الاجر ولا خير في سائر الناس بعد
“Orang
yang mengajarkan ilmu pengetahuan dan orang yang mempelajarinya seperti ini
dari ini.Nabi mengumpulkan antara dua jari telunjuk, jari yang berdampingan
merupakan dua jari yang saling bersekutu dalam hal kebaikan, dan tidak ada
satupun kebaikan di kalangan seluruh manusia setelah proses belajar dan
mengajar.
Rasulullah
S.A.W bersabda :
أغدعالما أومتعلما أو مستمعا أو محبا لذلك ولا تكن
الخامس فتهلك
“Jadilah
engkaupengajar atau pelajar atau pendengar atau pecinta terhadap ilmu
pengetahuan.Dan janganlah engkaujadi orang kelima, karena hal itulah engkau
akan binasa.
Rasulullah
SAW bersabda :
تعلمواالعلم وعلموه الناس
“Pelajarilah
ilmu pengetahuan dan amalkanlah ilmu itu kepada manusia lainnya”.
Rasulullah
SAW bersabda:
إذا رأيتم رياض الجنة فارتعوا فقيل يا
رسول الله وما رياض الجنة, حلق الذكر
“Apabila kalian semua
melihat taman-taman surga, maka tempatilah!.Kemudian dikatakan,
“WahaiRasulullah? apa yang dimaksud dengan taman surga itu?”.Beliau menjawab:
“Taman surga itu adalah taman yang digunakan untuk diskusi atau
pertukaran ilmu”.
Imam
Atha’ berkata: “Yang dimaksud taman surga itu adalah majlis-majlis yang
digunakan untuk membahas masalah halal dan haram; bagaimana cara engkau
melakukan jual beli, bagaimana cara engkau melakukan shalat, bagaimana cara
engkau mengeluarkan zakat, bagaimana cara engkau melakukan ibadah haji yang
sempurna, bagaimana cara engkau melakukan pernikahan, bagaimana cara engkau
mencerai isteri dan lain sebagainya”.
Rasulullah
SAW bersabda:
تعلموا العلم واعلمول به
“Pelajarilah
ilmu pengetahuan dan amalkanlah ilmu itu”.
Rasulullah
SAW bersabda:
تعلموا العلم وكونوا من أهله
“Pelajarilah
ilmu pengetahuan dan jadilah kalian sebagai ahlinya “.
Rasulullah
SAW bersabda:
يوزن
يوم القيامة مداد العلماء ودم الشهداء
“Pada
hari kiamat nanti akan ditimbang tinta-tinta (karya-karya) para ulama’ dan
darah orang yang mati syahid”
Rasulullah
SAW bersabda:
ما عبد الله بشيء أفضل من فقه في الدين , ولفقيه واحد
أشد على الشيطان من ألف عابد
“Allah
tidak akan disembah dengan sesuatu yang lebih utama dari pada faham dalam ilmu
fiqih (agama), karena sesungguhnya satu orang yang ahli dalam bidang ilmu fiqh
itu lebih berat bagi setan dari pada seribu orang yang ahli ibadah (tanpa ilmu
fiqh)“.
Rasulullah
SAW bersabda:
يشفع يوم القيامة ثلاثة الأنبياء ثم
العلماء ثم لشهداء
“Ada
tiga orang yang berhak memberikan syafa’at kepada orang lain nanti pada hari
kiamat, yaitu: para nabi, para ulama dan para syuhada”.
Dan
diriwayatkan, bahwa para ulama’ nanti pada hari kiamat berdiri diatas mimbar
yang terbuat dari cahaya (nur)”.
Imam Al
Qadli Husain mencuplik (sebuah hadits) dalam permulaan catatan kakinya,
sesungguhnya Rasulullah telah bersabda: “Barang siapa yang mencintai ilmu dan
para ulama’, maka semua kesalahanya tidak akan ditulis selama hidupnya”.
Ia juga
mengatakan, telah diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda:
من صلى خلف عالم فكأنما صلى خلف نبي, فمن صلى خلف نبي
فقد غفر له
“Barang
siapa yang melakukan shalat dibelakang orang alim, maka seakan-akan ia
melakukan shalat dibelakang Nabi.Dan barang siapa yang melakukan shalat
dibelakang Nabi, maka dosa-dosanya diampuni oleh Allah”.
Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abi Dzar ra, disebutkan bahwa menghadiri
tempat-tempat yang digunakan untuk diskusi ilmiah itu lebih utama dari pada
melakukan shalat seribu rakaat (tanpa ilmu), menyaksikan seribu jenazah dan
menjenguk seribu orang sakit.
Umar Ibn
Al Khattab ra. telah berkata: “Bahwa seorang laki-laki tentunya akan keluar
dari rumahnya,sementara dia mempunyai banyak dosa yang menyamai besarnya gunung
Tihamah.Ketika ia mendengar orang alim, maka ia merasa takut dan ia kemudian
bertaubat dari perbuatan dosanya, kemudian ia kembali ke rumahnya dalam keadaan
besih dari dosa, oleh karena itu janganlah kalian berpisah dari tempat–tempat para
ulama’, karena sesungguhnya Allah menciptakan sejengkal tanahpun di muka bumi
ini yang lebih mulia dibandingkan dengan tempat yang digunakan diskusi para
alim ulama.
Imam Al Syarmasahy Al Maliki mencuplik sebuah
hadits dalam pengantar kitabnya “Nazdm Al Dlurar”:”Diriwayatkan dari
nabi SAW, beliau bersabda: “Barang siapa yang mengagungkan orang alim, maka
sesungguhnya ia telah mengagungkan Allah SWT, dan barang siapa yang telah
meremehkan orang alim, maka berarti ia telah meremehkan Allah dan
RasulNya.
Sahabat
Ali Karramhullah wajhah telah berkata: “Cukuplah dengan ilmu kemulyaan dapat
diperoleh, walaupun yang mengakui seseorang yang tidak pernah melaksanaknnya.
Dan cukuplah dengan kebodohan kehinaan itu diperoleh, walaupun seseorang
berusaha membebaskan diri dari kebodohan itu”. Kemudian beliau menyanyikan
sebuah lagu:
Cukuplah kemuliaan diperoleh dengan ilmuwalaupun
yang mengakui (hanyalah) orang bodoh#
Dan ia akan gembira jika suatu saat di nisbatkan
paada ilmu.
Dan cukuplah kehinaan diperoleh dengan kebodohan,
tetapi aku #
Dijaga bila aku dinisbatkan kepadanya. Dan aku akan
marah
Ibnu Al
Zubair pernah berkata: “Bahwasanya Abu Bakar pernah mengirimkan surat kepadaku,
ketika itu aku sedang berada di Iraq. Isi dari surat tersebut adalah sebagai
berikut: “Wahai anakku bergegang teguhlah pada ilmu pengetahuan, karena ketika
engkau menjadi orang miskin maka ilmu itu akan menjadi harta, dan ketika engkau
menjadi orang kaya, maka ilmu itu akan menjadi perhiasan”.
Wahb bin
Munabbah berkata: “Sesuatu yang diperoleh dari ilmu itu bermacam-macam;
- Kemuliaan, walaupun orang yang memilikinya itu orang yang rendahan.
- Keluhuran derajat, walaupun ia diremehkan.
- Dekat (di hati ummat), walaupun ia berada di daerah jauh.
- Kekayaan, walaupun ia miskin harta.
- Kewibawaan, walaupun ia orang yang rendah diri.
Kemudian
ia menyanyikan sebuah lagu dalam memaknainya:
Ilmu itu akan mengantarkan suatu kaum pada puncak
kemulyaan #
Orang yang mempunyai lmu itu akan terjaga dari
kerusakan.
Hai orang yang mempunyai ilmu bersahajalah!,
janganlan engkau mengotorinya #
Dengan perbuatan-perbuatan yang
merusak,karena tidak ada pengganti terhadap sebuah ilmu.
Ilmu itu mengangkat sebuah rumahyang tak
bertiang #
Bodoh itu merobohkan sebuah rumah keluhuran dan
kemulyaan.
Abu
Muslim Al Khaulani ra. berkata: “Para ulama’ dibumi itu seperti
bintang-gemintang yang bergelantungan di atas langit.Jika bintang-gemintang itu
tampak bagi manusia, maka mereka mendapatkan petunjuk karenanya.Tetapi jika
bintang-gemintang itu tampak suram, maka mereka kebingungan karenanya.
Kemudian
ia menyaikan sebuah syair lagu dalam memaknainya:
Tempuhlah ilmu di manapun ilmu itu berada #
Dari ilmu, bukalah setiap orang yang
mempunyai pemahaman terhadap ilmu
Ilmu berguna untuk menerangi hati dari kebutaan #
Dan menolong agama, di mana perintah menolong
adalah kewajiban.
Pergaulilah para periwayat ilmu, dan temanilah para
pilihan mereka #
Maka, persahabatan dengan mereka adalah sebuah
hiasan, dan bercampur dengan mereka adalah sebuah
keberuntungan.
Janganlah engkau palingkan kedua pandanganmu dari
mereka, sesungguhnya mereka #
Ibarat bintang-gemintang yang menjadi
petunjuk, bila satu bintang hilang, maka muncul bintang yang lain.
Demi Allah, seandainya ilmu tidak ada, niscaya
hidayah tak akan tampak #
Dan tak tampak pula tanda-tanda perkara yang ghaib
Ka’ab Al
Akhbar berkata: “Seandainya pahala tempat diskusi tampak pada manusia, niscaya
mereka akan saling membunuh berebut pahala, sehingga para pemimpin meninggalkan
pemerintahannya dan para Bos pasar akan meninggalkan pasarnya.
Sebagian
ulama’ salaf berkata: “Sebaik-baik pemberian adalah akal, sedangkan
sejelek-jelek musibah adalah kebodohan.
Sebagian
ulama’ salaf yang lain juga berkata: “Ilmu itu sebagai pengaman dari tipu daya
setan,juga sebagai benteng dari tipu daya orang yang dengki dan sebagai
petunjuk akal”.
Kemudian
ia menyanyikan sebuah syair lagu tentang maknanya:
Alangkah bagusnya akal dan alangkah terpujinya
orang yang berakal#
Alangkah jeleknya kebodohan dan alangkah tercelanya
orang bodoh.
Tak ada ucapan seseorang yang pantas dalam suatu
perdebatan #
Kebodohan itulah yang akan merusaknya pada hari
nanti ketika ia ditanya.
Ilmu adalah sesuatu yang paling mulia yang
diperoleh seseorang #
Orang yang tidak berilmu , maka ia bukanlah
laki-laki.
Wahai saudara kecilku ! Pelajarilah ilmu dan
amalkanlah #
Ilmu itu merupakan sebuah perhiasan bagi orang yang
benar-benartelah mengamalkannya.
Diriwayatkan dari Muadz Bin Jabal ra. ia berkata: “Pelajarilah ilmu
pengetahuan, karena mempelajarinya adalah suatu kebajikan, mencarinya adalah suatu
ibadah, mendiskusikannya adalah tasbih, membahasnya adalah jihad,
menyerahkannya adalah upaya pendekatan diri kepada Allah SWT dan mengajarkannya
kepada orang yang tidak berilmu adalah shadaqah.
Fuzdail bin ‘Iyadl ra. telah berkata: “Orang yang alim yang
mengajarkan ilmunya kepada orang lain, maka ia akan diundang dikerajaan langit
sebagai orang besar”.
Sufyan bin ‘Uyainah telah berkata: “Kedudukan manusia yang paling
tinggi disisi Allah adalah orang yang berada di antara Allah dan di antara
hamba-hambaNya.Mereka itulah para nabi dan para ulama’”.
Ia juga mengakatan: “Di dunia ini seseorang tidak akan diberi
sesuatu yang lebih utama dari pada derajat kenabian dan tidak ada
sesuatupun setelah derajat kenabian yang lebih utama dari pada ilmu
pengetahuan dan ilmu fiqh”. Kemudian ia ditanya:”Dari siapa perkataan ini?”.Ia
menjawab:”Dari seluruhpara ahli fiqh”.
Imam Al Syafi’i ra. telah berkata: “Seandainya para ahli fiqh yang
selalu mengamalkan ilmunyabukan sebagai kekasih Allah, niscaya Allah tidak akan
mempunyai seorang wali”.
Ibnu al Mubarak ra. berkata:”Seseorang itu masih dianggap pandai
selama ia mencari ilmu. Apabila ada seseorang menganggap bahwa dirinya pandai,
maka ia benar-benar telah bodoh”.
Imam Waqi’ berkata: “Seorang laki-laki tidak akan dikatakan orang
alim, sehingga ia mau mendengarkan orang yang lebih tua, mau mendengar orang
yang sebanding dengannya, dan mau mendengar orang yang lebih muda darinya.
Sufyan Al
Tsauri berkata : “Keajaiban-keajaiban itu merata ada dimana-mana.Pada akhir
zaman seperti sekarang ini lebih merata lagi, bencana yang menimpa manusia
banyak.Sedangkan musibah masalah keagamaan sekarang ini lebih banyak lagi.
Bencana-bencana itu merupakan peristiwa yang besar, namun kematian para ‘ulama
merupakan peristiwa yang lebih besar. Sesungguhnya hidup orang alim itu adalah
rahmat bagi umat, sedangkan kematiannya agama Islam menyebabkan suatu cacat”.
Dalamkitab
Shahih Al Bukhari dan Al Muslim ad sebuah hadits yang diriwayatkan dari
Abdullah Ibn Amr Ibn al ‘Ash ra. ia berkata: “Aku mendengar dari Rasulullah,
beliau besabda: “Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan cara mencabut
ilmu tersebut dari manusia, akan tetapi Allah mencabut ilmu dari muka bumiini
dengan cara mencabut nyawa orang-orang yang para ulama’, sehingga jika seorang
alim sudah tak tersisa, masyarakat mengangkat para pemimpin yang bodoh. Maka
ditanyalah pemimpin-pemimpin itu(tentang masalah keagamaan), kemudian mereka
memberikan fatwa tanpa berlandaskan ilmu pengetahuan, sehingga mereka menjadi
sesat dan menyesatkan orang lain”.
FASHAL
Semua hal
yang telah disebutkan diatas; yakni keutamaan ilmu dan orang yang
memiliki ilmu, hanyalah hak ulama yang mengamalkan ilmunya, berkepribadian baik
dan bertakwa yang bertujuan untuk memperoleh keridhaan Allah SWT, dekat
dihadapanNyadenganmendapatkan surga yang penuh dengan kenikmatan.Bukanlah
orangyang ilmunya dimaksudan untuk tujuan-tujuan duniawi, yakni jabatan, harta
benda atau berlomba-lomba memperbanyak pengikut.
Telah
diriwayatkan dari Nabi SAW: “Barang siapa mencari ilmu untuk menjatuhkan para
ulama’, atau berdebat dengan para ahli fiqh atau bertujuan untuk memalingkan
pandangan manusia, maka Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka” (H.R. Al
Turmudzi ).
Dan diriwayatkan
dari Nabi SAW: “Barang siapa mempelajari ilmu yang seharusnya dicari hanya
karena Dzat Allah, tetapi bia tidak mempelajarinya kecuali untuk memperoleh
tujuan-tujuan duniawi, maka ia tidak akan mendapatkanaroma surgawi”.
Juga
diriwayatkan beliau: “Barang siapa yang mecari ilmu karena selain Allah atau
menghendaki Dzat Allah maka, tempatilah tempat duduknya dari api neraka.
Juga
diriwayatkan beliau; “Pada hari kiamatnanti akan didatangkan seorang alim,
kemudian ia dilemparkan kedalam api neraka sehingga ususnya terburai keluar
dari perutnya, kemudian ia berputar-putar didalam neraka laksana keledeiyang
berputar sambil membawa alat penggiling. Kemudian penduduk ahli neraka
mengerumuninya sambil bertanya: “Apa yang menyebabkanmu seperti ini?.Ia menjawab:
“Aku memerintahkan orang lain agar melakukan kebaikan, tetapiakusendiri tidak
melakukannya dan aku melarang orang lain agar tidak melakukan perbuatan yang
buruk, sementaraaku sendiri melakukannya”.
Diriwayatkan
dari Bisyr ra.: “Allah memberikan wahyu kepada Nabi Dawud as.:”Janganlah engkau
jadikan antara aku dan engkauada seorang yang alim yang terfitnah, sehingga
sifat takkaburnya (sombong) menjauhkan dirimu untuk mencintai aku. Mereka itu
adalah orang yang pekerjaanya menghadang hamba-hambaku ditengah jalan”.
Sufyan Al
Tsauri ra. berkata: “Ilmu itu dipelajari hanyalah untuk bertaqwa.Kelebihan ilmu
atas ilmu yang lain hanya karena ilmu digunakan bertaqwa kepadaAllah SWT. Jika
tujuan ini menjadi cacat dan niat orang yang mencari ilmu menjadi rusak, dengan
pengertian bahwa ilmu itu digunakanuntuk mencapai perolehanhal-hal duniawi;
berupa harta atau jabatan, maka pahala orang yang mencari ilmu itu benar-benar
telah terhapus dan ia benar-benar telah dengan kerugian yang amat sangat.
Al
Fudlail bin ‘Iyadl telah berkata:”Para ulama’ yang fasiqdan orang–orang yang
hafal Al-Qur’an telah mendatangi aku dan nanti pada hari kiamat mereka akan
disiksa terlebih dahulu sebelum disiksanya orang yang menyembah berhala”.
Al Hasan
al Basri telah berkata: ”Siksaan ilmu pengetahuan adalah hati yang mati,
kemudian ia ditanya: “Apa yang dimaksud dengan hati yang mati?.Ia menjawab:
“Matinya hati adalah mencari harta dunia dengan menggunakan perbuatan-perbuatan
akhirat”.
BAB KEDUA
Akhlaq pelajar (santri) pada
dirinya sendiri
Etika
pelajar terhadap dirinya sendiri ada sepuluh macam, yaitu:
Pertama,Harus mensucikan hatinya dari setiap sesuatu yang
mempunyai unsur menipu, kotor, penuh rasa dendam, hasud, keyakinan yang tidak
baik, dan budi pekerti yang tidak baik, hal itu dilakukan supaya ia
pantas untuk menerima ilmu, menghafalkannya, meninjau kedalaman maknanya dan
memahami makna yang tersirat”.
Kedua, Harus memperbaiki niat dalam mencari ilmu,
dengan tujuan untuk mencari ridha Allah SWT, serta mampu mengamalkannya,
menghidupkan syari’at, untuk menerangi hati, menghiasi batin dan
mendekatakn diri kepada Allah SWT. Tidak bertujuan untuk memperoleh
tujuan-tujuan duniawi, misalnya menjadi pimpinan, jabatan, harta benda,
mengalahkan temansaingan, biar dihormati masyarakat dan sebagainya.
Ketiga, Harus berusaha sesegera mungkin memperoleh ilmu
diwaktu masih belia dan memanfaatkan sisa umurnya.Jangan sampai tertipu dengan
menunda-nunda belajar dan terlalu banyak berangan-angan, karena setiap jam akan
melewati umurnya yang tidak mungkin diganti ataupun ditukar”. Seorang pelajar
harus memutuskan urusan-urusan yang merepotkan yang mampu ia lakukan, juga
perkara-perkara yangbisa menghalangi kesempurnaan mencari ilmu, serta
mengerahkan segenap kemampuan dan bersungguh-sungguh dalam menggapai
keberhasilan.Maka sesungguhnya hal itu akanmenjadi pemutus jalan proses
belajar.
Keempat, Harus menerima apa adanya (qana’ah) berupa segala
sesuatu yang mudah ia dapat, baik itu berupa makanan atau pakaian dan sabar
atas kehudipan yang berada dibawah garis kemiskinan yang ia alami ketika dalam
tahap proses mencari ilmu, serta mengumpulkan morat-maritnyahati
akibat terlalu banyaknya angan-angan dan keinginan, sehingga sumber-sumber
hikmah akan mengalir kedalam hati.
Imam Al
Syafi’i telah berkata: “Orang yang mencari ilmu tidak akan bisa merasa bahagia,
apabila ketika mencari ilmu disertai dengan hati yang luhur dan kehidupan yang
serba cukup, akan tetapi orang-orang yang mencari ilmu dengan perasaan hina,
rendah hati, kehidupan yang serba sulit dan menjadi pelayan para ulama’, dialah
orang yang bisa merasakan kebahagiaan.
Kelima, Harus bisa membagi seluruh waktu dan
menggunakannya setiap kesempatan dari umurnya, sebab umur yang tersisa itu
tidak ada nilainya.
Waktu
yang paling ideal dan baik digunakan oleh para pelajar:Waktu sahur digunakan
untuk menghafalkan. Waktu pagi digunakan untuk membahas pelajaran. Waktu tengah
hari digunakan untuk menulis. Waktu malam digunakan untuk meninjau ulangdan
mengingat pelajaran.
Sedangkan
tampat yang paling baik digunakan untuk menghafalkan adalah di dalam kamar dan
setiap tempat yang jauh dari perkara yang bisa membuat lupa. Tidak baik
menghafalkan pelajaran didepan tumbuh-tumbuhan, tanaman-tanaman yang hijau, di
tepi sungai dan ditempat-tempat yang ramai.
Keenam, Harus mempersedikit makan dan minum, karena
apabila perut dalam keadaan kenyang maka akan menghalangi semangat ibadah dan
badan menjadi berat.
Salah
satu faedah mempersedikit makan adalah badan menjadi sehat dan mencegah
penyakit tubuh. Karena penyebab hinggapnya penyakit adalah terlalu banyak makan
dan minum, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair:
Sesungguhnya penyakit yang kau saksikan itu
kebanyakan #
Timbul dari makanan dan minuman
Sedangkan
sehatnya hati itu terhindar dari perbuatan lacur, melampaui batas dan sombong,
dan tidak tampak seorangpun dari para kekasih Allah, para pemimpin ummat dan
para ulama’ yang terpilih yang bersifat atau mempunyai ciri seperti itu; banyak
makan dan tidak akan terpuji karenanya. Banyak makan akan menjadihanya pada
binatang yang tidak berakal dan dipersiapkan untuk bekerja.
Ketujuh, Harusmengambil tindakan terhadap dirinya sendiri
dengan sifat wira’i (menjaga diri dari perbuatan yang bisa merusak harga diri)
serta berhati-hati dalam setiap keadaan, memperhatikan kehalalan makanannya,
baik itu berupa makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal dan setiap sesuatu
yang ia butuhkan, agar hatinya terang dan pantas untuk menerima ilmu,
cahaya ilmu dan mengambil kemanfaatan ilmu. Seyogyanya pencari ilmu juga
menggunakan kemudahan kemudahan padatempatnya ketika dibutuhkan dan adanya
sebab–sebabnya, karena Allah menyukai kemurahan –kemurahannya dilaksanakan
sebagaimana Dia menyukai ketetapan-ketetapanNya dilaksanakan.
Kedelapan,Harus mempersedikit makan yang merupakan salah satu
sebab tumpulnya otak (dedel: Jawa), lemahnya panca indra, seperti buah apel
yang masam, kacang sayur, minum cuka’, begitu juga makanan yang menimbulkan
banyak dahak, yang dapat mempertumpul akal fikiran dan memperberat badan,
seperti terlalu banyak minum susu, makan ikan dan yang lain
sebagainyaSeyogianya juga ia menjauhkan diri dari hal-hal yang menyebabkan lupa
secara khusus seperti memakan makanan yang telah dimakan tikus, membaca tulisan
di maesan (pathok pekuburan), masuk di antara dua ekor unta yang ditarik dan
menjatuhkan kutu dalam keadaan hidup.
Kesembilan, Harus berusaha untuk mengurangi tidur selama
tidak menimbulkan bahaya pada tubuh dan akal pikirannya. Jam tidur tidak boleh
melebihi dari delapan jam dalam sehari semalam. Dan itu sepertiga dari waktu
satu hari (dua puluh empat jam). Jika keadaannya memungkinkan untuk
beristirahat kurang dari sepertiganya waktu dalam sehari semalam maka ia
dipersilahkan untuk melakukannya.Apabila ia merasa terlalu lelah, maka tidak
ada masalah untuk memberikan kesempatan beristirahat terhadap dirinya, hatinya
dan penglihatannya dengan cara mencari hiburan, bersantai ke tempat-tempat
hiburan sekiranya pulih kembai dan tidak menyia-nyiakan waktu.
Kesepuluh, Harus meninggalkan pergaulan, karena
meninggalkannya itu lebih penting dilakukan bagi pencari ilmu, apalagi bergaul
dengan lawan jeniskhususnyajika terlalu banyak bermain dan sedikit menggunakan
akal fikiran, karena watak dari manusia adalah banyak mencuri kesempatan
(nyolongan).Bahaya dari pergaulan adalah menyia-nyiakan umur tanpa guna dan
berakibat hilangnya agama, apabila bergaul bersama orang yang tidak
beragama.Jika ia membutuhkan orang yang bisa menemaninya, maka orang itu harus
shaleh, kuat agamanya, takut kepada Allah, wira’i, bersih hatinya, banyak
berbuat kebaikan, sedikit berbuat kejelekan, memilki harga diri yang baik,
sedikit perselisihannya (tidak ngeyelan).Jika ia lupa, maka temannya
mengingatkan, dan bila ia ingat, maka berarti temannya telah menolongnya.
BAB KETIGA
Akhlaq Seorang Pelajar Terhadap
Gurunya
Akhlaq
orang yang menuntut ilmu ketika bersama–sama dengan gurunya ada dua belas macam
budi pekerti, yaitu :
Pertama, Berangan-berangan, berfikir yang mendalam
kemudian melakukan shalat istikharah, kepada siapa ia harus mengambil ilmu dan
mencari bagusnya budi pekerti darinya. Jika memungkinkan seorang pelajar,
hendaklah memilih guru yang sesuai dalam bidangnya, ia juga mempunyai sifat
kasih sayang, menjaga muru’ah (etika), menjaga diri dari perbuatan yang
merendahkan mertabat seorang guru.Ia juga seorang yang bagus metode pengajaran
dan pemahamannya.Diriwayatkan dari sebagian ulama’ salaf: “Ilmu iniadlah agama,
maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil atau belajar agama kalian”.
Kedua, Bersungguh-sungguh dalam mencari seorang guru, ia
termasuk orang yang mempunyai perhatian khusus terhadap ilmu syari’at dan
termasuk orang-orang yang dipercaya oleh para guru-guru pada zamanya, sering
diskusi serta lama dalam perkumpulan diskusinya, bukan termasuk orang-orang
yang mengambil ilmu berdasarkan makna yang tersurat dalam sebuah teks dan tidak
dikenal guru-guru yang mempunyai tingkat kecerdasan tinggi. Imam kitaAl-Syafi’i
berkata: “Barang siapa yang mempelajari ilmu fiqh hanya memahami makna–makna
yang tersurat saja, maka ia telah menyia-nyiakan beberapa hukum”.
Ketiga, Menurutterhadap gurunya dalam segala hal dan
tidak keluar dari nasehat-nasehat danaturan-aturannya. Bahkan, hendaknya
hubungan antara guru dan muridnya itu ibarat pasien dengan dokter spesialis.
Sehingga ia minta resep sesuai dengan anjurannyadan selalu berusaha sekuat
tenaga untuk memperoleh ridhanya terhadap apa yang ia lakukan dan bersungguh
sungguh dalam memberikan penghormatan kepadanya dan mendekatkan diri kepada
Allah SWT dengan cara melayaninya. Hendaknya seorang pelajar tahu bahwa
merendahkan diri di hadapan gurunya merupakan kemulyaan, kertundukannya kepada
gurunya merupakan kebanggaan dan tawadlu’ dihadapannyamerupakan
keterangkatanderajatnya.
Empat, Memandang guru dengan pandangan bahwa dia adalah
sosok yang harus dimuliakan dan dihormati dan berkeyakinan bahwa guru itu
mempunyai derajat yang sempurna. Karena pandangan seperti itu paling dekat
kepada kemanfaatan ilmunya.Abu Yusuf berkata: “Aku mendengar para ulama’ salaf
berkata: “Barang siapa yang tidak mempunyai sebuah (I’tiqad) keyakinan
tentang kemulyaan gurunya, maka ia tidak akan bahagia. Maka bagi pelajarjangan
memanggil guru dengan menggunakan ta’ khitab (baca: kamu) dan kaf khitab (mu),
ia juga jangan memanggil dengan namanya. Bahkan ia harus memanggil dengan:
” yaa sayyidi” , wahai tuanku atau “yaa ustadzi”, wahai
guruku. Juga ketika seorang guru tidak berada ditempat, maka pelajar tidak
diperkenankan memanggil dengan sebutan namanya kecuali apabila nama tersebut
disertai dengan sebutan yang memberikan pengertian tentang keagungan seorang
guru, seperti apa yang di ucapkan pelajar:”Al Syekh Al Ustadz berkata
begini,begini“atau “guru kami berkata”dan lain sebagainya.
Kelima, hendaknya pelajar mengetahu kewajibannya kepada
gurunya dan tidak pernah melupakan jasa-jasanya, keagungannya dan kemulyaannya,
serta selalu mendoakan kepada gurunya baik ketika beliau nmasih hidup
atau setelah meniggal dunia.
Selalu
menjaga keturunannya, para kerabatnya dan oerang-orang yang beliau kasihi, dan
selalu menekankan terhadap dirinya sendiri untuk selalu berziarah kemakam
belaiu untuk memintakan ampun, memberikan shadaqah atas nama beliau, selalu
menampakkan budi pekerti yang bagus dan memberikan petunjuk kepada orang lain
yangmembutuhkannya, disamping itu pelajar harus selalu menjaga adat istiadat,
tradisi dan kebiasaan yang telah dilakukan oleh gurunya baik dalam masalah
agama atau dalam masalah keilmuan, dan menggunakan budi pekerti sebagaimana
yang telah dilakukan oleh gurunya, selalu setia, tunduk dan patuh
kepadanya dalam keadaan apapun dan dimanapun ia berada.
Enam, pelajar harus mengekang diri , untuk berusaha
sabar tatkala hati seorang guru sedang gundah gulana, marah, murka atau
budi pekerti, prilaku beliau yang kurang diterima oleh santrinya.
Hendaklah hal tersebut tidak menjadikan pelajar
lantas meninggalkan guru (tidak setia) bahkan ia harus mempunyai
keyakinan, i’tiqad bahwa seorang guru itu mempunyai derajat
yang sempurna, dan berusaha sekuat tenaga untuk menafsiri , menakwili semua
pekerjaan-pekerjaan yang ditampakkan dn dilakukan oleh seorang guru bahwasanya
yang benar adalah kebalikannya , dengan pena’wilan dan penafsiran yang baik.
Apabila
seorang guru berbuat kasar kepada santrinya, maka yang perlu dilakukan
pertamakali adalah dengan cara meminta ampuan kepada guru dan menampakkan rasa
penyesalan diri dan mencari kerilaan, ridha dari gurunya, karena hal itu akan
lebih mendekatkan diri pelajar untuk mendapatkan kasih akung guru ?
Delapan,
apabila pelajar duduk dihadapan kyai, maka hendaklah ia duduk dihadapannya
dengan budi pekerti yang baik, seperti duduk bersimpuh diatas kedua lututnya
(seperti duduk pada tahiyat awal) atau duduk seperti duduknya orang yang
melakukan tahiyat akhir, dengan rasa tawadlu’ , rendah diri, thumakninah
(tenang ) dan khusu’.
Sang
santri tidak diperbolehkan melihat kearah gurunya (kyai) kecuali dalam keadaan
dharurat, bahkan kalau memungkinkan sang santri itu harus menghadap kearah
gurunya dengan sempurna sambil melihat dan mendengarkan dengan penuh perhatian,
selanjutnya ia harus berfikir, meneliti dan berangan-angan apa yang beliau
sampaikan sehingga gurunya tidak perlu lagi untuk mengulagi perkataannya untuk
yang kedua kalinya.
Pelajar
tidak diperkenankan untuk melihat kearah kanan, arah kiri atau melihat kearah
atas kecuali dalam keadaan dlarurat, apalagi gurunya sedang membahas,
berdiskusi tentang berbagai macam persoalan.
Pelajar
tidak diperbolehkan membutat keaduhan sehingga sampai didengar oleh sang kyai
dan tidak boleh memperhatikan beliau, santrijuga tidak boleh
mempermainkan ujung bajunya, tidak boleh membuka lengan bajunya sampai kedua
sikutnya, tidak boleh mempermainkan beberapa anggota tubuhnya , kedua tangan,
kedua kaki atau yang lainya, tidak boleh membuka mulutnya, tidak boleh
menggerak-gerakkan giginya, tidak boleh memukul tanah atau yang lainya dengan
menggunakan telapak tanganya ayau jari-jari tanganya, tidak boleh mensela-selai
kedua tangannya dan bermain-main dengan mengunakan sarung dan sebagainya.
Santri
ketika berada dihadapan sang kyai maka ia tidak diperbolehkan menyandarkan
dirinya ketembok, ke bantal, juga tidak boleh memberikan sesiuatyu kepada nya
dari arah samping atau belakang, tidak boleh berpegangan pada sesuatu yang
berada diselakangnya atau sampingnya.. Santri juga tidak diperkenankan untuk
menceritakan sesuatu yang lucu, sehingga menimbulkan tertawa orang lain, ada
unsur penghinaan kepada sang guru, berbicara dengan menggunakan kata-kata yang
sangat jelek, dan menampakkan prilaku dan budi pekerti yang kurang baik
dihadapan gurunya.
Santri
juga tidak boleh menertawakan sesuatu kecuali hal-hal yang kelihatan sangat
menggelikan, lucu dan jenaka, ia tidak boleh mengagumi sesuatu ketika ia berada
dihadapan gurunya.
Apabila
ada sesuatu hal, peristiwa, kejadian yang lucu, sehingga membuat santri
tertawa, maka hendaknya jikalau tertawa tidak terlalu keras, tidak mengeluarkan
suara. Ia juga tidak boleh membuang ludah, mendehem selama hal itu bisa ditahan
atau memungkinkan, namun apabila tidak mungkin untuk dilakukan maka seyogianya
ia melakukannya dengan santun. Ia tidak boleh membuang ludah atau mengeluarkan
riya dari mulutnya, namun yang paling baik adalah seharusnya itu dilakukan
dengan menggunakan sapu tangan atau menggunkana ujung bajunya untuk dipakai sebagai
tempat riya’ tersebut.
Apabila pelajar sedangbersin , maka hendaknya
berusaha untuk memelankan sauranya dan menutupi wajahnya dengan menggunakan
sapu tangan umpamanya. Apabila ia membuka mulut karena menahan rasa
kantuk (angop) maka hendaknya ia menutupu mulutnya dan berusaha untuk
tidak membuka mulut (angop).
Sebagai
pelajar ketika sedang berada dalam sebuah pertemuan, dihadapan teman, saudara
hendaknya memekai budi pekerti yang baik, ia selalu menghormati para sahabtnya,
memulyakan para pemimpin, pejabat, dan teman sejawatnya, karena menampakkanbudi
pekerti yang baik kepada mereka, berarti ia telah menghormati para kyainya, dan
menghormati pada majlis (pertemuan). Hendaknya ia juga tidak keluar dari
perkempulan mereka, majlis dengan cara maju ataupun mundur kearah belakang,
santri (pelajar ) juga tidak boleh berbicara ketika sedang berlangsung
pembahasan sebuah ilmu dengan hal-hal yang tidak mempunyai hubungan
dengan kegiatan ilmu tersebut, atau mengucapkan sesuatu yang bisa memutus
pembahas ilmu.
Apabila
sebagian santri (orang yang mencari ilmu) itu berbuat hal hal yang idak kita
inginkan ( jelek ) terhadap salah seorang , maka ia tidak boleh dimarahi,
disentak-sentak, kecuali gurunya sendiri yang melakukan hal itu, kecuali kalau
guru memberikan sebuah isyarat kepada santri yang lain utnuk melakukannya.
Apabila
ada seseorang yang melakukan hal-hal yang negatif terhadap seorng syaikh, maka
kewajiban bagi jamaah adalah membentak orang tersebut dan tidak menerima orang
tersebut dan membantu syaikh dengan kekauatan yang dimiliki (kalau
memungkinkan).
Pelajar
tidak boleh mendahului gurunya dalam menjelaskan sebuah permasalahan atau
menjawab beberapa persoalan, kecuali ia mendapai idzin dari sang guru.
Termasuk
sebagaian dari mengagungkan seorang kyai adalah santri tidak boleh duduk-duduk
disampingnya, diatas tempat shalatnya, diatas tempat tidurnya. Seandainya sang
guru memerintahkan hal itu kepada muridnya, maka jangan ia sampai melakukannya,
kecuali apabila sang guru memang memaksa dan melakukan intimidasi kepada santri
yang tidak mungkin untukmenolaknya, maka dalam keadaan seperti ini baru
diperbolehkan untuk menuruti perintah sang guru, dan tidak ada dosa. Namun
setelah itu ia harus berprilaku sebagaimana biasanya, yaitu dengan menjunjung
tinggi akhlaqul karimah.
Dikalangan
orang banyak telah timbul sebuah pertanyaan, manakah diantara dua perkara yang
lebih utama, antara menjunjung tinggi dan berpegang teguh pada perintah sang
guru namun bertentangan dengan akhlaqul karimah dengan menjunjung tinggi-tinngi
nilai-nilai akhlaq dan me;lupakan perinyah sang guru ?.
Dalampermasalahan
ini, menurut pendapat yang paling tinggi (rajih) adalah hukumnya tafsil;
apabila perintah yang diberikan oleh guru tersebut bersifat memaksa sehingga
tidak ada kemungkinan sedikitpun untuk menolaknya, maka hukumya yang paling
baik adalah menuruti perintahnya, namun bila perintah itu hanya sekedarnya dan
bersifat anjuran , maka menjunjung tinggi nilai moralitas adalah diatas
segala-galanya, karena pada satu waktu guru diperbolehkan untuk
menampakkan sifat menghormati dan perhatian kepada santrinya (murid) sehingga
akan wujud sebuah keseimbangan (tawazun) dengan kewajiban-kewajibannya
untuk menghormati guru dan berprilaku, budi pekerti yang baik tatkala bersamaan
dengan gurunya.
BAB EMPAT
Akhlaq Pelajar Terhadap
Pelajarannya.
Akhlaq
pelajar terhadap pelajaranya dan hal-hal yang harus ia pegang ketika
bersama-sama dengan syaikh (ulama’) dan teman-temannya. Mengenai hali ini ada
sepuluh etika, yaitu :
Satu, Hendaknya pelajarmemulai pelajaran dengan
pelajaran-pelajaran yang sifatnya fardlu ‘ain, sehingga pada langkah
pertama ini ia cukup menghasilkan empat ilmu pengetahuan yaitu:
a.
Pelajar harus mengetahu tentang ilmu tauhid, ilmu yang mempelajari tentang ke
Esa-an Tuhan. Ia harus mempunyaikeyakinan bahwa Allah SWT itu ada, mempunyai
sifat dahulu, kekal serta tersucikan dari sifat-sifat kurang dan mempunyai
sifatsempurna.
b.Cukuplah
bagi pelajar untuk mempunyai keyakinan, bahwa Dzat Yang Maha Luhur
mempunyai sifat kuasa, menghendaki, sifat ilmu, hidup, mendengar, melihat,
kalam. Seandainya ia menambahnya dengan dalil atau bukti-bukti dari Al-Qur’an
dan Al-Sunnah maka itu merupakan kesempurnaan ilmu.
c.Ilmu
fiqh, ilmu yang dipergunakan untuk mengetahu ilmu–ilmu syari’at islam yang
diambil dari dalil-dalil syara’ tafsily. Ilmu ini merupakan suatu ilmu
pengetahuan yang mampu mengantarkan kepada pemiliknya untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT (taat ), dimulai dari cara-cara bersuci, shalat, puasa.
Apabila pelajar (murid) termasuk orang-orang yang
mempunyai harta melimpah (min jumlatil agniya’ ) maka ia harus
mempelajari ilmu yang mempunyai kaitan dengan harta tersebut , ilmu ekonomi ,iqtishad. Ia
tidak diperbolehkan untuk mengamalkan, mengimplementasikan,
mengejawantahkan sebuah ilmu sebelum ia mengerti tentang hukum-hukum Allah.
Kempat,
ilmu tasawuf, ilmu yang menjelaskan tentang keadaan–keadaan, maqam, tingkatan,
dan membahas tentang rayuan dan tipu daya nafsu dan hal-hal yang
berkaitan dengannya.
Secara keseluruhan Imam Al Gazali telah menyebutkan
keempat macam ilmu tersebut dalam kitabnya : “BIDAYAH AL HIDAYAH”, juga
telah di sebutkan oleh Sayyid Abdullah bin Thahir dalamkitab “SULLAM
AL TAUFIQ”.
Dua, Setelah santri mempelajari ilmu-ilmu yang
bersifat fardlu ‘ain maka hendaklah dalam langkah selanjutnya ia mempelajari
ilmu-ilmu yang berkatan dengan kitab Allah (tafsir Al Qur’an) sehingga ia
mempunyai keyakinan dan i’tiqad yang sangat kuat.
Ia harus
bersungguh-sungguh dalam memahami tafsir Al Qur’an dan beberapa ilmu yang lain,
karena Al Qur’an merupakan sumber dari segala ilmu pengetahuan yang ada di muka
bumi dan sekaligus induk dan ilmu yang paling penting, setelah itu hendaknya ia
menghafalkan setiap materi, ilmu yang pembahasannya tidak terlalu panjang,
bertele-tele (ikhtishar) yang dikumpulkan dari ilmu hadits, hadits, fiqh, ushul
fiqh, nahwu dan sharaf.
Kesibukan yang dijalani oleh pelajar dalam mencari
ilmu jangan sampai melupakan untuk membaca Al Qur,an , menjaganyha, selalu
istiqamah dan selalu membacanya sebagai kegiatan sehari-hari (wadhifah).
Hendaknya ia mampu menjaga Al qur’an setelah menghafapalkannya, karena
berdasarkan dalil al hadits yang menjelaskan tentang hal itu.
Setelah
santri mampu menghafalkan Al Qur’an dengan baik, maka hendaklah hafalan itu ditashihkan
, disetorkan kepada seorang guru (kyai) untuk disima’ dan didengar. Ketika
sedang terjadi proses menghafalkan itu pelajar sejak awal menjaga dirinya
jangan sampai selalu berpegang, melihat pada kitabnya, bahkan dalam
setiap materi pelajaran semestinya ia harus berpegang teguh pada orang-orang
yang bisa memberikan pengajaran, pendidikan yang baik terhadap materi tersebut
dan lebih mengutamakan praktek.
Sebagai
santri ketika berada dihadapan gurunya ia harus selalu menjaga agamanya,
menjaga ilmunya, kasih akung pada yang lain dan sebagainya. …..
Tiga, sejak awal pelajar harus bisa menahan diri dan
tidak terjebak dalam pembahasan mengenai hal-hal yang masih terdapat
perbedaan pandangan, tidak ada persamaan persepsi di antara para ulama’
(khilafiah ) secara mutlak baik yang berhubungan dengan
pemikiran-pemikiran ataiu yang bersumber dari Tuhan, karena apabila hal itu
masih dilakukan oleh pelajar maka sudah barang tentu akan membuat hatinya
bingung, dan membuat akal fikiran tidak tenang.
Bahkan sejak awal ia harus bisa meyakinkan dirinya
untuk berpegang pada hanya satu kitab saja dalam satu materi pelajaran, dan
bebrapa kitab pada bebera meteri pelajaran dengan syarat apabila ia mampu
dengan menggunakan satu metode dan mendapat izin dari sang kyai (guru), namun
apabila sistem pengajaran yang telah diberikan oleh gurunya itu hanya menukil,
memindah pendapat dari beberapa mazhab dan masih ada ikhtilaf di kalangan
ulama’ itu sendiri sedangkan ia sendiri tidak mempunyai satu pendapatpun, maka
sebagaimana yang telah dikatakan oleh Imam Al Gazali, hendaknya ia mampu
menjaga dari hal seperti itu karena antara manfaat dan kerusakan (mafsadat)
masih lebih banyak kerusakannya.
Begitu
juga seorng santri ketika masih dalam tahap permulaan dalam belajar hendaknya
ia menghindarikan diri mempeleajari berbagai macam buku, dan kitab karena hal
itu akan visa menyia-nyiakan waktunya dan hati tidak biasa konsentrasi., tidak
fokus pada satu pelajaran bahkan ia harus memberikan seluruh kitab-kitab dan
pelajaran yang ia ambil kepada gurunya untuk dilihat sampai dimana kemampuan
pelajarsehingga guru bisa memberikan bimbingan dan arahan sampai pelajar yaqin,
dan mampu dalam menguasai palajarannya.
Begitu
juga menukil,. Memindah, meresum dari satu kitab pada kitab yang lain tampa
adanya hal-hal yang mewajibkan, karena apabila hal itu dilakukan maka akan
muncul indikasi, pertanda kebosanan dan menjadi tanda bagi orang yang tidak
bisa memperoleh kebahagiaan.
Namun apabila sang santri sudah mempunyai basic,
latar belakang kemampuan yang sudah memadai dan menukil suatu
permasalahan hanyalah untuk meningkatkan dan megembangkan kemampuan yang
ia miliki , maka yang lebih baik adalah hendaknya ia tidak meninggalkan satupun
dari pelajaran- pelajaran ilmu agama (syara’ ) karena yang
bisa menolong hanyalah taqdir dari Allah SWT, semoga diberi umur panjang oleh
Allah untukmemperdalam ilmu agama (syara’).
Empat, Sebelum menghafalkan sesuatu hendaknya pelajar
mentashihkan terlebih dahulu kepada orang seorang kyai (guru) atau orang yang
mempunyai kapabilitas dalam ilmu tersebut, setelah selesai diteliti oleh
gurunya barulah ia menghafalkannya dengan baik dan bagus.
Setelah menghafalkan materi pelajaran, hendaklah di
ulang-ulangi sesering mungkin dan menjadikan kegitan taqrar sebagai wadhifah,
kebiasaan yang dilakukan setiap hari. Janganlah menghafalkan ssuatu sebelum
diteliti, ditashih oleh seorang kyai atau orang yang mempunyai
kemampuan dalam bidang itu, karena akan mengakibatkan , menimbulkan ekses
yang negatif. Misalnya merubah makna atau arti dari kalimat tersebut. Dan telah
dijelaskan pada bab-bab terdahulu bahwa ilmu pengetahuan itu tidak di ambul
dari sebuah kitab atau buku, tetapi diambil dan diperoleh dari seorang guru
karena hal itu merupakan kerusakan yang sangat berbahaya.
Ketika
sedang mengkaji sebuah ilmu pengetahuan, hendaknya pelajar mempersiapkan tempat
tinta, puklpen dan pisau untuk memperbaiki dan membenerkan hal-hal yang perlu
diperbaiki baik dalam segi bahasa atau i’rab.
Lima, Hendaknya pelajar (murid) berangkat lebih awal. Lebih
pagi dalam rangka untuk mencari ilmu , apalagi berupa ilmu hadits, dan tidak
menyia-nyiakan seluruh kesempatan yang ia miliki untuk menggali ilmu
pengetahuan dan meneliti sanad-sanad hadits, hukum-hukumnya, manfaat, bahasa,
cerita-cerita yang terkandung didalamnya, dan bersungguh-sungguh sejak awal
dengan kitab “Shahih Bukhari “dan “Shahih Muslim”
kemudian kitab-kitab pokok yang lainya yang biasa dipakai pedoman, rujukan pada
masa sekarang, seperti Muattha’nya imam Maliki dan Sunan Abu Daud,
Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, kitab Jami’nya Imam Turmudzi. Dan
tidak seharusnya bagi pelajar untuk meminimalisasikan batsan-batasan yang
telah dikemukakan diatas.
Sebaik-baiknya kitab yang bisa,mampu menolong
kepada orang yang alim, orang yang ahli dalam ilmu fiqh adalah
kitab “Sunan Al Kubra” Karya Abu Bakar Al Baihaqy, karena
sesungguhnya hadits merupakan salah satu dari dua sisi imu syari’at dan
sekaligus mampu menjelaskan terhadap begitu banyaknya persoalan yang ada
pada sisi yang lain (Al Qur’an) artinya adalah al Qur’an merupakan kitab
suci yang kandunagn isinya bersifat universal, oleh karenanya dibutuhkan alat
untuk menerjemahkan isi al qur’an tersebut yaitu al Hadits.
Imam Al
Syafi’i berkata : “Barang siapa yang mampu mempelajari kitab hadits , maka ia
akan memiliki hujjah yang sangat kuat”.
Enam, Ketika pelajar telah mampu menjelaskan,
mengejawantahkan terhadap apa yang ia hafalkan walaupun masih dalam tahap
ikhtishar dan bisa menguraikan kemusykilan yang ada dan faidah-faidah yang
sangat penting, maka ia diperbolehkan pindah untuk membahas kitab-kitab besar
serta tiada henti, terus menerus menelaah tanpa mengenal rasa lelah.
Hendaknya pelajar memiliki cita-cita tinggi, sangat
luhur, ibaratnya kaki boleh dibumi tapi cita-cita menggelantung diangkasa,
sehingga tidak boleh merasa cukup hanya memiliki ilmu yang sedikit, padahal ia
masih mempunyai kesempatan yang cukup untuk mencari ilmu sebanyak-banyakanya,
santri tidak boleh bersifat qana’ah (menerima apa adanya)
seperti yang diwariskan oleh para nabi, yaitu menerima sesutu walaupun naya
sedikit. Santri tidak boleh menunda-nunda dalam mendapatkan sebuah ilmu
pengetahuan dan manfaat yang sangat mungkin ia peroleh, karena menunda sesuatu
itu mengandung beberapa bahaya, disampimng itu apabila pelajar bisa mendapatkan
ilmu secara cepat dan tepat waktu maka pada waktu yang lain ia bia mendapatkan
sesuatu yang lain.
Santri
harus selalu menggunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya terhadap waktu
luangnya, kecekatannya, ketelitiannya, dan waktu sehatnya dan dimasa mudanya
sebelum datngnya perkara yang bisa mencegah untuk mencari, menimba ilmu
pengetahuan.
Santri
harus menjaga dalam melihat terhadap dirinya sendiri dengan pendangan yang
penuh kesempurnaan, tidak membutuhkan terhadap petunjuk-petunjuk seorang guru dalam
mempelajari ilmu, karena hal itu merupakan hakekat dari kebodohan dan
kesombongan.
Tokoh
para tabi’in, Sa’id bin Jubair r.a. berkata; “Seorang laki-laki selalu mendapat
sebutan, predikat aorang yang alim bila ia selalu belajar, menambah ilmu
pengetahuan, namun apabila ia telah meninggalkan belajar dan menyangka bahawa
dirinya adalah orang yang tidak membutuhkan terhadap ilmu (merasa pinter) maka,
sebenarnya ia adalah orang yang paling bodoh .
Tujuh, Pelajar harus selalu mengikuti halaqah, diskusi
dan musyawarah degan gurunya dalam setiap pelajaran, kalau memungkinkan ia
membacakannya. Karena hal itu apabila dilkaukan oleh santri maka ia akan selalu
mendapat kebaikan, menghasilkan setiap sesuatu yang ia harapkan, cita-citakan,
memperoleh sopan santun yang baik serta memdapatkan keutamaan dan kemulyaan.
Santri
harus selalu bersungguh–sungguh dlam nberkhidmat kepada gurunya karena akan
menghasilkan kemulyaan, penghormatan. Dan apabila memungkinkan santri tidak
boleh mengadakan diskusi, halaqah dengan gurunya hanya untukmendengarkan
pelajarannya saja, bahkan ia harus bersungguh-sungguh dalam setiap pelajaran
yang diterangkan oleh gurunya, dengan tekun, konsentrasi dan penuh perhatian ,
apabila hal itu bisa ia lakukan dan hatinya tidak merasa keberatan, dan selalu
mengadakan musyawarah dengan para sahabatnya sehingga setiap pelajaran yang
telah disampaikan oleh gurunya ia kuasai dengan baik.
Apabila
ia tidak mampu untuk menguasai secara keseluruhan, maka hendaknya ia
memprioritaskan pelajaran yang lebih penting terlebih dahulu kemudian baru
pelajaran yang lain.
Seyogianya
pelajar (murid) selalu mengingat-ingat setiap peristiwa, kejadian yang terjadi
dalam forum diskusi dengan gurunya, beberapa manfaat, qaidah-qaidah, definisi,
batasan dan lain sebagainya . Disamping itu pelajar hendaknya mengulangi
perkataan guru ketika sedang terjadi proses diskusi, karena mengingat–ingat
sesuatu hal itu mempunyai manfaat yang sangat luar biasa.
Al Khtaib Al Baghdadi telah berkata : “Bahwa mudzakarah ,
mengingat pelajaran yang paling baik adalah dilakukan pada waktu malam hari.
Sekelompok jama’ah rombongan dari ulama’ salaf mereka memulai mudzakarah mulai
setelah isya’, mereka tidak beranjak dari tempat mudzakarah tersebut
selama belum berkumandang adzan subuh, apabila santri tidak menemukan teman
yangbisa untuk diajak mudzakarah, meingat–ingat pelajaran, maka
hendaknya ia melakukannya pada diriny sendiri, ia mengulangi makna atau arti
dari setiap kata/ lafadz yang ia dengar dalam hatinya supaya menancap dan
membekas dalam lubuk hatinya. Karena mengulangi makna, arti dalam hati itu sama
dengan mengulangi kata atau lafadz pada lisan. Namun sangat sedikit sekali
orang-orang yang tidak menggunakan akal nya untuk berfikir bisa
memperoleh kebahagiaan, wabil khusus dihadapan gurunya, terkadang
menggunakan akal dan terkaang meninggalkannya , lantas tidak membiasakan diri
untuk menggunakan kekuatan otak yang dimiliki.
Delapan, Apabila pelajar menghadiri pertemuannya
dewan guru , hndaklah ia mengucapkan salam kepada orang telah hadir pada forum
tersbut dengan suara yang bisa mereka dengar dengan jelas, apalagi terhadap
seorang kyai dengan memberikan penghormatan yang lebih tinggi dan memulyakan.
Begitu juga apabila santri keluar dari forum tersebut.
Apabila
pelajar mengucapkan salam pada sebuah forum, maka ia tidak diperkenankan
melewati orang–orang yang ada di tempat tersebut untuk mendekat pada sang kyai,
ia duduk ditempat yang bisa di datangi oleh orang lain, kecuali apabil sang
kyai, para jama’ah yang lain memintannya untuk maju kedepan, maka tidak ada
masalah apabila santri itu maju dengan melewti orang terlebih dahulu hadir pada
majlis tersebut.
Pelajar
tidak boleh memindah tempat duduknya orang lain atau berdesak-desakan dengan
sengaja, apabila ada orang lain yang mempersilahkan santri itu untuk menempati
tempat duduknya, maka janganlah ia menerimanya kecuali ada kemaslahatan,
kebaikan yang diketahui oleh orang lain, atau orang banyak yang memproleh
dan mendapatkan manfaat, seperti ia bisa menjelaskan persoalan bersama-sama dengan
gurunya ketiak berdekatam, disamping itu ia (santri) termasuk orang yang
mempunyai banyak umur, kebagusan dan kewibawaan.
Pelajar
tidak boleh mengambil tempat duduk ditang-tengah pertemuan, disepan seseorang
kecuali dalam keadaan dlarurat, duduk diantara dua orang yang bersahabat
kecuali mereka merelakannya, duduk di atas orang yang lebih mulia di bandingkan
dengan dia sendiri.
Hendaknya
pelajar berkumpul dengan para sahabatnya ketika membahas sebuah pelajaran, atau
membahas beberap pelajaran dri satu arah supaya ketika seorang guru
mneyampaiakn penjelasan sebauh persoalan, materi pelajaran bisa utuh dan tidak
terganggu.
Sembilan, Pelajar hendaknya tidak segan-segan, tidak perlu
malu menanyakan sebuah pesoalan yang menurutnya sangat musykil,
sulit dan memahami setiap sesuatu yang belum ia fahami dengan baik dan benar
dengan menggunakan bahasa yang lembut, halus, baik perkataanya, dan menggunakan
sopan santun . Suatu ketika pernah dikatakan bahwa : “Barang siapa dari
roman mukanya tampak rasa malu untuk menanyakan sesuatu , maka akan tampak
kekeurangannya ketika berkumpul dengan orang lain”.
Mujahid
r.a. berkata : “Orang yang mempounyai sifat malu dan orang yang sombong
tidak akan bisa mempelajari ilmu pengetahuan”.
‘Aisyah
r.a. telah berkata : “Semoga Allah mengasihi pada perempuannya kaum anshar,
karena sifat malu mereka mencegahnya dalam memepelajari ilmu agama”.
Ummu
Sulaim, istri Rasulullah berkata : “Sesungguhnya Allah tida akan pernah malu
terhadap sesuatu yang hak, benar, apakah terhadap orang perempuan yang
mempunyai suami yang memandikannya ketika istrinya bermimpi mengeluarkan air
sperma ?.
Pelajar
tidak boleh mennyakan sesuatu yang bukan pada tempatanya, kecuali karena ia
membutuhkannya atau ia mengerti dengan memberikan solusi kepada gurunya
untuk bertanya. Apabila guru tidak menjawab, maka hendaknya ia jangan
memaksannya, namun apabila belaiu menjawab dan kebetulan salah, maka
santri tidak boloeh menolaknya seketika.
Seharusnya
yang dilakukan oleh pelajar adalah tidak malu-malu untuk bertanya, begitu juga
hendaknya ia tidak malu mengucaokan kata-kata seperti ini : “Aku belum
faham”, apabila ia ditanya oleh gurunya , apakah engkau faham ? sedangkan
ia sendiri belum faham.
Sepuluh, Bila dalam belajar santri menggunakan
sistem Sorogan, suatu metode belajar dengan maju satu persatu dan
langsung disimak dan diperhatikan oleh ustadznya, maka ia harus harus
menuggu gilirannya dengan tertib, tidak mendahului peserta yang lain kecuaili
apabila ia mengizinkannya.
Dalam
sebuah hadits telah diriwayatkan bahwasanya suatu ketika ada seorang lelaki
dari sahabat anshar menjumpai rasulullah, sambil bertanya mengenai sesuatu,
setelah itu datang lagi seorang laki-laki dari Bani Tsaqib kepada beliau, juga
bertujuan yang sama, menanyakan sesuatu kepada beliau, kemudian nabi SAW
menjawab : “Wahai saudaraku dari Bani Tsaqif, duduklah! Aku akan memulai
mengatakan sesuatu yang dibutuhkan oleh sahabat Anshar tadi, sebelum
kedatanganmu, Al Khatib berkata “Bagi orang-ornag yang datangnya lebih dulu
disunnahkan untuk mendahulukan orang yang jauh dari pada dirinya sendiri,
karena untuk menghormatinya.
Begitu
juga bagi orang yang datang belakangan apabila mempunyai kebutuhan, keperluan
yang sifatnya wajib dan orang yang lebih awal mengerti akan keadaanya maka hendaknya
ia didahulukan, diutamakan. Atau ustadz memberikan sebuah isyarat untuk
mengutamakannya karena adanya kemaslahatan, kebaikan yang tersembunyi di
dalamnya maka ia disunnahkan untuk diutamakan.
Mendapat
giliran lebih awal sebenarnya bisa diperoleh dengan cara datang lebih awal pada
majelis, forum yang dipakai oleh ustadz untuk melakukan transformasi keilmuan.
Dan hak yang diiliki oleh seseorang tidak akan pernah gugur sebab perginya
orang tersebut karena sesuatu yang bersifat dlarurat, misalnya menunaikan
hajat, memperbarui wudlu’ dengan ketentuan apabila ia kembali pada tempat
semula.
Apabila
ada dua orang yang saling mendahului atau saling rebutan tempat, maka hendaknya
keduanya di undi, atau ustadz yang menentukan mana yang lebih dulu berhak
menempatinya, apabila salah satunya melakukan perbuatan yang baik.
Sebelas, Menjaga kesopanan duduk dihadapan ustadz ketika
mengikuti kegiatan belajar dan juga harus memperhatikan kebiasaan, tradisi yang
selama ini dipakai, diterapkan oleh ustadz dalam mengajar.
Santri
hendaknya kitab ustadznya yang hendak dibacanya bersama-sama dengan kitabnya
sendiri dan membawanya dengan kedua tangannya dan tidak boleh meletakkan
kitabnya ustazd di atas tanah dalam keadaan terbuka ketika hendak dibacanya.
Bahkan sang santri harus membawa dengan tangannya sendiri, ia tidak
diperbolehkan membaca kitab ustazd kcuali atas izin beliau, disamping itu sang
santri tidak boleh membaca kitab ketika hati sang ustadz sedang kalut, bosan,
marah, susah dan sebagainya.
Apabila
ustazd memberikan izin, maka santri sebelum membaca kitab hendaknya
membaca, taawwudz, basmalah, hamdalah, sholawat kepada nabi saw, keluarganya,
para sahabatnya, kemudian mendoakan kepada ustazdnya, orang tua para gurunya,
dirinya sendiri, kaum muslimin semuanya. Dan memintakan rahmat kepada allah
untuk pengarang kitab ketika membacanya.
Dan
apabila pelajar mendoakan ustazdnya, maka hendaklah ia mengucapkan kata-kata :
mudah-mudahan Allah meridhoi kalian semua, guru-guru kami, pemimpin kami dan
sebaginya. Dan semua doa yang dipanjatkan oleh santri semuanya dikhusukan untuk
gurunya.
Apabila
santri telah selesai belajar, hendaknya ia juga mendoakan terhadap ustazdnya.
Apabila santri tidak memulai dengan hal hal yang telah disebutkan diatas, baik
karena lupa atau karena kebodohannya sendiri, maka hendaknya ustazd
mengingatkan terhadap santri tersebut, mengajarinya, dan mengingatkannya,
karena hal itu termasuk etika, akhlak yang paling penting.
Dua belas, Menekuni pelajaran secara seksama dan perhatian
dan tidak berpindah pada pelajaran yang lain sebelaum pelajaran yang pertama
bisa difahami dengan baik, tidak boleh pindah baik dari negara ke negara yang
lain, atau dari satu madrsah kemadrasah yang lainkecuali darurat dan ada
keperluan yang sangat mendesak,. Karena hal itu akan menimbulkan berbagai macam
persoalan, membuat hati menjadi resah, gundah dan menyia-nyiakan waktu dengan
percuma tampa ada hasilnya.
Hendaknya
santri selalu pasrah dan berserah diri kepada Allah, ia tidak boleh menyibukkan
dirinya dengan masalah rizqi, permusuhan dan bertentangan dengan seseorang,
menjauhkan diri dari pergaulan orang-orang yang ahli dalam hal bicara, ahli
kerusakan, maksiat dan orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap
(pengangguran). Karena berdampinganag, hidup bertangga dengan orang-orang
seperti itu pasti menimbulkan ekses, dampak yang negatif.
Hendaknya pelajar ketika sedang belajar hendaknya
menghadap kearah kiblat, banyak mengamalkan, melakukan tradisi-tradisi
rasululah SAW, mengikuti ajakan ahli kebaikan, menjauhkan diri dari
doanya orang yang dianiaya (madzlum), dan memperbanyak shalat dengan
segala kekhusukan.
Tiga belas, Bersemangat dalam menggapai kesuksesan dengan
diwujudkan pada akegiatan-kegiatan yang positif dan bermanfaat serta
berpaling dari keresahan yang mengganggu, meringankan biaya. Selain itu santri
juga harus membentuk hasil-hasil pendidikanya sebagai suatu nasehat dan
peringatan yang berharga pada dirinya, sehingga ilmu itu bisa membawa berkah
dan bersinar serta mendapat pahala yang luar biasa.
Bagi
orang-orang yang tidak mampu mewujudkan, implementasi, maka berarti ia tidak
memiliki ilmu yang mumpuni, kalaupun toh memilki ilmu, maka ilmunya kurang
bermanfaat.
Hal-hal
seperti itu telah banyak diuji cobakan oleh sekelompok ulama’ salaf. Ilmu yang
dimiliki oleh santri hendaklah hal itu tidak membuat dirinya menjadi sombong,
terlalu membanggakan terhadap kekuatan akal yang ia miliki. Bahkan semestinya
ia wajib bersyukur kepada Allah SWT, selalu mangharapkan tambahan ilmu dari-Nya
dengan cara mensyukuri secara terus menerus, santri hendaknya menebarkan,
menyebar luaskan salam , menampakkan sifat kasih akung dan menghormatinya,
serta menjaga diri dari hak-hak yang dimilki oleh teman, saudara, baik seagama
atau seaktifitas. Karena mereka adalah orang orang yang ahli ilmu, membawa dan
mencari ilmu, berusaha melupakan terhadap segala kejelekan mereka, serta
memaafkan segala kekeliruan dan menutupi kejelekan mereka dan mensyukuri
terhadap terhadap orang-orang yang berbuat bagus dan mengampuni orang yang
berbuat kejelekan.
BAB LIMA
AKHLAQ USTADZ
TERHADAP DIRI SENDIRI
Mengenai
akhlaq ustazd kepada diri sendiri ada dua puluh akhlaq, yaitu , hendaknya
seorang ustazd :
Satu,
selalu istiqamah dalam muraqabah kepada Allah SWT, baik ditempat yang sunyi
atau ramai. Pengertian muraqabah ialah melihat Allah dengan mata hati dan
menghubungkannya dengan perbuatan yang dilakukan selama ini, kemudian mengambil
hikmahnya atau jalan yang terbaik bagi dirinya dengan mempertimbangkan dan
merasakan tentang adanya pemantauan Tuhan kepadanya. Salah satu ciri muraqabah
menurut Zunnun Al Misry adalah mengagungkan apa yang diagungkan oleh tuhan dan
merendahkan apa yang direndahkan oleh Tuhan. Muraqabah merupakan salah satu
dari sekian banyak tingkatan dan langkah dalam kesufian, selain khuf, raja’,
tawadlu’, khusu’, zuhud’, dan sebagainya ( Lihat Risalah Al Qusyairiya: 189-191
).
Dua ,
Senantiasa berlaku khauf ( takut kepada Allah ) dalam segala ucapan dan
tindakanya, baik ditempat yang sunyi atau tempat ramai, karena orang yang alaim
(ustazd) adalah orang yang selalu dapat menjaga amanat, dapat dipercaya
terhadap sesuatu yang dititipkan kepadanya, baik itu berupa ilmu, hikmah, dan
perasaan takut kepada Allah. Sedangkan kebalikan dari hal tersebut diatas
dinamakan khianat. Allah telah berfirman dalam Al Qur’an yang artinya :
Janganlah kalian semua mengkhianati terhaap Allah
dan rasul-Nya dan engkau semua telah mengkhianati terhadap amanat-amanat kalian
, sedangkan engkau mengetahuinya.
Maksud
dari khauf disini adalah takut terhadap kemungkinan azab dari Tuhan, didunia
atau diakhirat. Dasar yang diapaki adalah firman Allah dalam surat Al Imran
ayat 175, tujuannya adalah agar manusia bisa mempertimbangkan tingkah lakunya.
Abd. Qasin mengatakan, “ siapa yang takut kepada sesuatu, maka ia akan berlari
darinya, tetapi takut kepada Allah justru semakin mendekati-Nya ( Risalah Al
Qusyairi, 125-126 ).
Tiga,
Senantiasa bersikap tenang
Empat,
Senantiasa bersikap wira’i.
Wira’I
menurut Ibrahim ibn Adham, adalah meninggalkan setiap perkara subhat sekaligus
meninggalkan setiap perkara yang tidak bermanfaat yakni perkara yang sia-sia.
Sedangkan menurut Yusuf ibn Abid, wara’ adalah keluar dari setiap perkara
subhat dan mengoreksi diri dalam setiap keadaan. ( Risalah Qusairi, 109-111 )
Lima,
Selalu bersikap tawadlu’.
Syaikh
Junaidi menyatakan bahwa, tawadlu’ adalah merendahkan diri terhadap makhluq dan
melembutkan diri kepada mereka , atau patuh kepada kebenaran dan tidak
berpaling dari hikmah , hukum, dan kebijaksaan. ( Risalah Qusairi, 145-148 ).
Enam, Selalu
bersikap khusu’ kepada Allah SWT.
Salah
satu isi surat yang ditulis oleh imam Malik kepada Harus Al Rasyid adalah
:” Apabila engkau mengerti tentang ilmu , maka hendaknya engkau bisa melihat
pengaruh yang ditimbulkan oleh ilmu tersebut, wibawa, tenang dan dermawa.
Karena Rasulullah telah bersabda bahwa : para ulama’ itu pewaris para nabi “.
Sahabat
Umar berkata :” Pelajarilah ilmu dan pelajarilah bersama-sama sehin gga bis
menimbulkan sifat wibawa dan sifat tenang “. Sebagian ulama’ salaf mengakatakan
bahwa :” kewajiban orang-orang yang mempunyai ilmu adalah selalu merendahkan
diri kepada Allah AWT, baik ditempat sunyi atau ditempat ramai, menjaga
terhadap dirinya sendiri, menghentikan setiap sesuatu yang dirasa menyulitkan
dirinya sendiri.
Maksud dari
khusu’ di atas adalah stabilnya hati dalam menghadap kebenaran, namun sebagian
ulama yang menagatakan bahwa khusu’ adalah membelenggu mata dari melihat
sesuatu yang tidak pantas.
Tujuh,
Menjadikan Allah sebagai tempat meminta pertolongan dalam segala keadaan.
Delapan,
Tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga untuk mencapai keuntungan yang besifat
duniawi, baik berupa jabatan, harta, didengar oleh orang banyak, terkenal,
lebih maju dibandingkan dengan teman yang lainnya;
Sembilan,
Tidak mengagungkan santri-santri karena berasal dari anak penguasa dunia (
pejabat, konglomerat, dan lain-lain) seperti mendatangi mereka untuk keperluan
pendidikannya atau bekerja untuk kepentingannya, kecuali jika ada kemaslahatan
yang bisa diharapakan yang melebihi kehinaan ini, terutama guru pergi kerumah
atau letempat-tempat orang yang belajar kepadanya ( santri ), meskipun murid
itu mempunyai kedudukan yang angat tinggi, pejabat tinggi dan sebagainya.
Bahkan
yang harus dilakukan oleh seorang guru adalah ia harus mampu menjaga kewibawaan
ilmu yang ia miliki, seperti yang telah dilakukan oleh para ulama’
salafussalihin. Berita yang berhubungan dengan mereka sangat baik , tidak
pernah ada berita yang mendiskriditkan mereka , karena mereka mampu menjaga
ilmunya dari godaan dunia, walaupun mereka tidak pernah mengambil jarak
terhadap para penguasa masa itu atau yang lainya.
Seperti
yang diriwayatkan oleh Imam Malik bin Anas, suatu ketika beliau mendatangi raja
Harun Al Rasyid untuk berkunjung kekediamannya , kemudian Harun Al Rasyid
berkata kepadanya :” Hai Aba Abdillah, seharusnya engkau mondar mandir ketempat
tinggalku ini sehingga anak-anaka kecilku bisa mendengarkan kitab Muattha’
darimu. Iamam Malik berkata : mudah-mudahan Allah memberikan berkah kepadamu
wahai raja Harun Al Rasyid, sesungguhnya ilmu ini telah menyebar ditengah
masyarakat.
Apabila
engkau memulyakan ilmu ini maka ia akan menjadi mulia, namun sebaliknya apabila
meremehkan ilmu ini , maka ia pun akan dihina oleh orang. Ilmu pengetahuan
harus didatangi oleh orang yang mencarinya, bukan sebaliknya ilmu yang
mendatangi pelajar ( santri ), kemudian Harus Al Rasyid berkata, engkau benar.
Keluar kalian semua dimasjid-masjid sehingga kalian semuanya bisa mendengarnya
bersama orang lain.
Al Zuhry
berkata :” sebuah kehinaan bagi ilmu apabila ia dibawa olrh orang-orang yang
alim kerumah-rumah muridnya, kecuali ada hal-hal yang memaksanya, atau dalam
keadaan dlarurat, serta adanya kemaslahatan yang lebih banyak dari pada
mafsadat ( kerusakan ) nya. Maka untuk memberikan ilmu diirumah orng yang
membutuhkannya tidak akan menjadi masalah ( dosa ) selam alasan
atau illat tersebut masih ada. Argumentasi ini juga dipaakai oleh sebagian
ulama’ salaf untuk menyebarkan ilmu .
Secara
umum dapat disimpulkan bahwa barang siapa yang mengagungka ilmu , maka ia akan
di agungkan oleh Allah SWT, dan barang siapa yang meremehkan ilmu, maka ia akan
dihina oleh Allah. Hal ini sudah banyak dan terbukti di tengah-tengah
masyarakat.
Wahb bin
Munabbah telah berkata :” ulama’ sebelum kita , mereka semuannya merasa
cukup dengan ilmu yang mereka miliki sehingga mereka tidak membutuhkan harta
dunia, karena mereka sangat mencintai terhadap ilmu. Sedangkan orang-orang yang
ahli ilmu, orang yang pandai, cendikiawan, kaum cerdik pandai pada zaman
sekarang, mereka mengabdikan ilmunya kepada orang-orang yang bergelimangan
dengan harta dunia, para konglomerat, para pejabat, karena mereka sangat
mencintai pada harta dunia mereka, sehingga mereka menjadi orang –orang yang
kaya raya namun selalu zuhud terhadap ilmu yang ia miliki , hanya
memiliki sedikit ilmu ketika mereka melihat posisi dirinya yang tidak
menguntungkan, lantas menjual ilmu demi kemewahan harta dunia.
Dalam
sebauh syair, Al Qadli Abu Al Hasan mengatakan :
……
……
Sepuluh,
berakhlaq dengan zuhud terhadap harta dunia, dan hanya mengambil sedikit dar
idunia hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya semata, tidak membahayakan
terhadap dirinya sendiri, keluarganya, dengan cara sderhana dan selalu qana’ah.
Penegrtian
zuhud di sini adalah menolak kesenangan atau kecintaan. Sedangkan menurut Abu
Sulaiman Ad Daroni zuhud adalah meninggalkan segaka sesutau memalingkan diri
dari Tuhan. Atau , mengosongkan hati dari dorongan ingin tambah lebih dari
kebutuhan dan menghilangkan ketergantungan terhadap makhluq. Jelasnya zuhud
adalah menganggap remeh terhadap dunia dan segala perhiasan serta urusannya.
Dengan hati seperti ini orang yang zuhud tidak akan terpikat oleh persoalan
duniawi dan tidak merasa sedih atas kekurangannya , sehingga ia menjadi lebih
bisa berkonsentrasi dalam zikir kepada Allah SWT dan kehidupan akhirat.
Paling
sedikit derajatnya orang yang alim (ustazd ) adalah meninggalkan semua hal-hal
yang berhubungan dengan harta duniawi dan menganggap sebagai barang
kotor, karena ia lebih mengetahui terhadap kerendahan harta dunia, harta dunia
sering menimbulkan fitnah, pertengkaran antar sesama, cepat musnah dan untuk
memperoleh harta dunia diperlukan kerja extra keras, dan susah payah,
sebagai seorang guru sudah semestinya tidak terlalu memperhatikannya , apalagi
sampai memperhatikan dan menyibukkan diri dengan urusan dunia.
Diriwayatkan
dari nabi Muhammad SAW, :” sungguh sangat mulia sekali orang oramg yang
bersikap qana’ah, menerima apa adanya terhadap harta dunia,. Dan sungguh hina
sekali orang yang selalu tama’, mengharapkan terlalu berlebihan pada harta.
Diriwayatkandari
syafi’I r.a. : seandainya orang yang berwasiat hanya pada orang yang cerdas
akalnya, maka niscaya wasiat tersebut akan diarahkan, diberikan kepada orang
orang yang ahli zuhud ( tapa ). Aku bersumpah pada pribadi aku sendiri :
Siapakah yang lebih berhak untuk diberi rahmat berupa kelebihan akal dan
kesempurnaan akal dari pada ulama’ .
Yahya bin
Mu’az berkata:” seandainya harta dunia itu berupa mas murni dan akhirat itu
berupa pecahan genting ( kereweng ) yang bersifat abadi ( kekal ), maka niscaya
orang-orang yang mempunyai akal akan lebih suka memilih pecahan genteng yang
tahan lama dari pada emas murni yang punah , hilang tak berbekas.
Terus
bagaimana jadinya sekarang, dalam kenyataan , bahwa ; harta dunia itu
ibarat pecahan genting yang cepat hancur , sedangkan akhirat ibarat mas murni
yang tidak pernah hancur, kekal selama-lamanya.
Sudah
sepantasnya bagi orang-orang yang mengerti, bahwa harta dunia itu akan di
tinggalkan oleh pemiiknya dan di tinggalkan pada ahli warisnya, disamping itu
banyak musibah yang menghantam, dan menimpa pada harta benda, bahwa sifat
zuhudnya mestinya lebih tinggi, kuat di abndingkan dengan kecintaannya pada
harta dunia, meninggalkkan harta mestinya lkebih diprioritaskan dari pada
mencari harta .
Sebelas,
Menjauhkan diri dari usaha—usaha yang rendah dan hina menurut watak manusia,
juga dari hal-hal yang dibenci oleh syari’at atau adat istiadat
(
kebiasaan ). Seperti berbekam ( mengeluarkan darah dari anggota badan dengan
menggunakan alat melalui kepala atau tengkuk ), menyamak kulit, penukaran mata
uang ( money Changger ), tuang membuat emas dan sebagainya.
Dua
belas, Menjauhkan diri dari tempat-tempat yang kotor ( maksiat ) , meskipun
tempat tersebut jauh dari tempat keramaian, dan tidak berbuat sesuatu yang
dapat mengurangi sifat muru’ah ( menjaga diri dari hal-hal yang tidak terpuji )
dan tidak diperbolehkan ukuran zahir, walupun dalam segi bathinya di
perbolehkan, karena hal itu akan menimbulakn dampak, ekses yang kurang baik
terhadap dirinya, kewibaannya, dan menjadi bahan perbincangan yang jelek bagi
orang lain sehingga menimbulkan dosa bagi orang yang mengolok-oloknya.
Apabila
hal itu terjadi hanya secara kebetulan belaka, karena adanya hajat, keperluan
atau yang lainya, maka hendaknya ia memberitahu kepada orang yang melihatnya
dan menjelaskannya tentang hukum , alasannya serta maksud kedatangannya,
sehingga orang lain tidak mersa berdosa atau menghindarkan diri sehingga ia tidak
bisa mengambil manfaat dari sebuah ilmu, dan hendaknya hal itu bissa dipakai
pelajaran bagi orang-orang yang bodoh.
Berkenaan
dengan hal ini, rosulullah berkata : surtu ketika ada dua orang laki-laki yang
berpapasan dengan nabi Saw, ketika beliau bersama-sama dengan Shafiyyah binti
Huyay, kemudia meeka berdua berjalan denga pelan-pelan, kemudian ia berkata :
perempuan itu adalah Shafiyah binti Huyay. Kemudian nabi berkata : sesungguhnya
syaitan itu masuk kedalam diri manusia ( keturunan Adam ) melewati
peredaran darah, aku kuatir syaitan menjatuhkan sesuatu dalam diri mereka
berdua sehingga mereka menjadi rusak “.
Tiga
belas, menjaga dirinya dengan Beramal dengan memperhatikan syi’ar syiar islam
dan zahir-zahir hukum, seperti melakukan shalat berjamaah dimasjid, menyebarkan
salam baik kepada orang khusu atau umum, amar ma’ruf nahi munkar dan
sebagianya sera sabar dalam menerima cobaan.
Berkata
yang hak, mengatakn kebenaran kepada para penguasa, para pejabat, dan
sepenuhnya menyerahkan dirinya kepada allah SWT dan tidak takut kepada cercaan
dan caci makian orang lain, serta terus menerus mengingat firman Allah yang
berbunyi ; Dan bersabarlah engkau atas sesuatu yang telah menimpamu,
sesungguhnya pada perkara tersebut terdapat perkara yang meguatkan.
Dan
hal-hal yang telah terjadi pada rasul dan para nabi yang lain misalnya
merekaselalu bersabar atas cobaan yang menimpa mereka, dan perkara yang mereka
tanggung karena allah, seperti ingkarnya pengikut pada nabi seperti kisahnya
nabi Adam dan anak-anaknya, nabi Tsis serta kaumnya, nabi Nuh dan Hud beserta
kaumnya, nabi Ibrahim ketika berhadapan dengan raja Namrud dan ayahnya, nabi
Ya’qub bersama anaknya, nabi Yusuf bersama saudara-saudaranya, nabi Ayyub serta
cobaan yang beliau terima dari Allah SWT, nabi Musa bersama bani israil ketika
mereka telah selamat dari laut merah , nabi Isa ketika bersama para kaumnya
yang mendapat hidangan, santapan makanan langsung dari lagit., dan Nabi
Muhammad SAW beserta kaumnya , para sahabatnya ketika membagi harga ghanimah (
rampasan ) dalam perang hudaibiyah. Kemudian nabi berkata ;
mudah-mudahan Allah mengasihi saudara aku yakni nabi Musa a.s. , ia telah di
coba oleh Allah dengan lebih banyak cobaan dari yang aku terima namun ia tetap
sabar, kemudian hal-hal yang telah dialami oleh sahabat Abu Bakar, ketika
beliau di tinggal mati oleh nabi SAW dan para sahabatnya, kemudian ketika
menghadapi orang-orang yang murtad, kemudian hal-hal yang dialami oleh para
sahabat , seperti berbuat kasarpada orang yang kasar karena perbedaan pandangan
yang terjadi dianatara mereka, kemudian para tabi’in dan pengikutnya tabi’in
sampai sekarang ini. Pada diri mereka mengandung suri tauladan, uswah yang baik
yang patut di contoh sebagai pelajar.
Empat
belas, Bertindak dengan menampakkan sunnah-sunnah yang terbaik dan segala hal
yang mengandung kemaslahatan kaum muslimin melalui jalan yang dibenarkan oleh
syari’at agama islam, baik dalam tradisi atau pada watak.
Seorang
ustazd tidak boleh rela, hanya melakukan perbuatan-perbuatan yang bersifat
lahiriah dan bathiniah semata, bahkan ia harus memaksa dirinya untuk melakukan
hal yang terbaik dan sempurna, karena ustazd merupakan panutan , mereka
di pakai sebagai barometer, sumber rujukan dalam setiap permasalahan yang
berhubungan dengan hukum.
Ustazd
adalah hujjatullah terhadap orang-orang yang tidak mengerti ( bodoh ) , dan
terkadang gerak gerik mereka selalu diawasi, dipantau tampa
sepengetahuan mereka., sehingga nasehat-nasehat mereka selalu diikuti, dianut
oleh orang yang tidak menegerti.
Apabila
ustazd tidak bisa mengambil sebuah manfaat dari ilmu yang ia miliki sendiri ,
apalagi orang lain , tentu lebih tidak bisa memanfaatkan ilmu. Oleh karena itu
kesalahan, kekeliruan walaupun hanya kecil akan berubah menjadi sesuatu yang
sangat luar biasa , karena adanya unsur saling keterkaitan dari kerusakan itu
karena ustazd adalah barometer, tolak ukur yang sudah barang tentu
ia akan menjadi panutan bagi orang –orangt awam, kalau ia berbuat salah maka ia
akan diikuti orang banyak sehingga menjadi dhollu wa adlollu, sesat menyesatkan
lagi.
Lima
belas, membiasakan diri untuk melakukan kesunahan yang besifat syari’at, baik
qauliyah atau fi’liyah. Seperti membaca al Qur,an, zdikir kepada Allah SWT baik
didalam hati atau lisan , membaca do’a dan zikiran kepada Allah baik siag atau
malam, menunaikan shalat dan puasa, melaksanakan ibdah haji kalau memungkinkan
dan sebagainya.
Membaca
shalawat kepada nabi, mencintainya, mengagungknnya, memulyakannya, dan
memakai etika dan sopan santun yang baik ketika mendengar nama
beliau, dan tradisi-tradisi beliau disebutkan.
Enam
belas, Bergaul dengan orang lain dengan akhlaq yang baik seperti menampakkan
wajah yang berseri-seri, ceria, menyebar luaskan salam , memberikan
makanan, menahan rasa amarah dalam jiwa, menahan diri agar tidak menyakiti
orang lain, menanggung dan bersabar apabila disakiti oleh orang lain,
mendahulukan oramg lain, tidak meminta orang lain supaya mengutamakan
dirinya, mengabdi kepada orang lain, tidak mau dirinya dijadikan sebagai tuan,
mensyukuri terhadap kenikamatan yang telah diberikan oleh Allah kepada dirinya,
membuat dirinya sendiri menjadi tenang, berusaha untuk memenuhi seluruh
kebutuhan hidupnya, mempertaruhkan jabatan, pangkat untuk menolong orang
lain , belas kasihan kepada fakir miskin, selalu mengasihi kepada para
tetangga, sanak kerabat, selau mengasihi kepada para murid, menolog dan
berbuat baik kepada meeka. Apabila ustazd melihat sseorang yang tidak bisa
mengerjakan shalat, bersuci dengan sempurna atau keawjiban-kewajiban yang lain,
maka ia memberikan pengarahan, petunjuk dengan lemah lembut, sebagaimana yang
telahdilkaukan oleh nabi kepada orang-orang a’raby ( orang dusun ) ketikaia
kencing di dalam masjid, dan bersama Mu’awiyah bin Hakam ketika dalam keadaan
shalat sambil berbicara.
Tujuh
belas, membersihkan hati dan tindakanya dari akhlaq-akhlaq yang jelek dan
diteruskan untuk merealisasikanya dalam perbuatan-perbuatan yang konkrit dan
baik. Termasuk akhlaq yang tidak baik, rendah adalah; hasud, khianat, marah
bukan kaena Allah, menipu, sombong, riya’, membanggakan diri, supaya didengar
orang, pelit, angkuh, tamak, menyombongkam diri sendiri, boros,
bermewah-mewahan, berhias diri dihadapan orang lain, senang di puji oleh orang
lain terhadap sesutau yang tidak pernah ia kerjakan, pura-pura tidak tahu
terhadap aibnya sendiri, selau memperhatikan aib orang lain, urakan, terlalu
panatik pada sesuatu selain Allah ( Ta’assub ), suka membicarakan orang
lain, mengadu domba, berbohobg, berkata jelek, dan menghina orang lain.
Ustazd harus
menghindarkan diri dari sifat-sifat yang jelek dan budi pekerti yang tidak
baik, karena sifat yang telah disebutkan di atas merupakan pintu dari setiap
kejelekan, bahkan seluruh kejelekan berawal dan masuk dari sifat tersbut.
Sebagian
para ulama’ dan para ahli fiqh yang mempunyai hati yang jelek sebagaian bsear
di coba oleh Allah dengan sifat-sifat tersebut diatas, kecuali orang yang di
jaga angsung oleh Allah SWT, terutama sifat hasud, membanggakan diri sendiri (
ujub ) , riya’ dan sombong.
Beberapa
obat dari berbagai macam penyakit ini telah dijelaskandalam kitab yang memuat
tentanh halusnya watak ( kutub al raqa’iq ). Barang siapa yang hendak
mensucikan dirinya dari penyakit tersebut, maka hendaknya ia memiliki kitab
tersebut.
Termasuk
kitab yang paling penting dan paling halus yaitu kitab “ bidayah al hidayah “
karya dari imam Al Ghazali r.a.
Termasuk
cara untuk mengobati penyakit hasud adalah ; selalu berfikir bahwa hasud itu
selalu bertentangan dengan allah
Termasuk
cara untuk mengobati penyakit ujub adalah selalu mengingat bahwa ilmu yang
diperolehnya , pehaman yang dimilikinya , akal yang cerdas dan baik, serta
kafasihan lisan dalam mengucapkan kata-kata dan lainnya , segala
kenikmatan yang diperolehnya semuanya berasal dari allah SWT, dan merupakan
amanat yang harus dipergang dan dijaganya supaya bisa menjaga dengan
sebaik-baiknya.
Dan
ssungguhnya zdat yang memberi amanat tersebut untuk dititipkan kepada seseorang
adalah Zdat yang Maha kuasa, yang mampu mengambil dan menariknya dari
pemiliknya dalam sekejap mata , tiada lain adalah selain Allah Yang Maha
Luhur. Apakah kalian semua sudah merasa aman dari dari tipu daya Tuhan,
maka tidak ada seorang pun yang aman dari daya upaya Tuhan kecuali orang-orang
yang merugi.
Termasuk
cara untuk mengobati penyakit riya’ adalah selalu berfikir, berangan-angan
bahwa semua makhluq yang ada di alam marca pada ini, dilaut, di angkasa, dan di
darat tidak ada yang bisa memberikan manfaat pada sesuatu yang tidak diputuskan
oleh Allah, serta tidak bisa membahayakan terhadap sesuatu yang tidak
dikehendaki oleh Allah. Oleh karena itu kenapa dia menghilangkan, melebur dan
menghapuskan terhadap amal ibadahnya sendiri, membahayakan terhadap dirinya
sendiri, melakukan aktifitas, kesibukan dan berusaha untuk memperhatikan orang
yang tidak menguasai, tidak bisa memberikan kemanfaatan dan bahaya secara
hakiki, padahal Allah telah menampakkan niat dan kejelekan hati pada diri
mereka, sebagaimana yang telah diungkapkan dalam sebuah hadits :
“Barang siapa yang mempunyai niatan supaya didengar
oleh orang lain, maka Allah akan memperdengarkannya, dan barang siapa yang
memamerkan dirinya , maka Allah juga akan menampakkan sifat pamer orang
tersebut”.
Termasuk
cara untuk mengobati penyakit suka menghina orang lain adalah selalu berangan-angan
terhadap firman Allah yang berbunyi :
“ Dan janganlah suatu kaum menghina terhadap kaum
yang lain, barang kali kaum yang kedua itu lebih baik dari kaum pertama “.
firman
Allah ;
“ Wahai manusia, sesungguhnya kami menciptakan
engkau dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan engkau
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya engkau saling kenal mengena.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara engkau disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa di antara engkau. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Penyayang. ( Q.S. Al Hujurat; 13 )
Dan
firman allah ;
“ dan janganlah kalian memuji terhadap diri
sendiri karena sesungguhnya Allah lebih mengetahui orang-orang yang lebih taqwa
“.
Sebab
terkadang orang yang dihina itu hatinya lebih bersih disisi Allah dan lebih
suci tindak tanduknya, amal perbuatannya dan niatnya lebih ikhlas, sebagaimana
yang dikatakan dalam sebuah sya’ir ;
Janganlah engkau menghina orang yang hina di dunia
ini
Terkadang orang yang hina itu justru lebih mulia
Allah
itu merahasiakan tiga perkara dalam tiga perkara juga, yaitu ;
Satu,
kekasih Allah dalam hambanya,
Dua,
ridha Allah dalam rasa taat dan taqwa,
Tiga,
murka allah didalam maksiat kepada Allah.
Termasuk
salah satu kategori akhlaq mardliyyah, akhlaq yang di ridhai oleh Allah adalah
memperbanyak taubat, ikhjlas, yakin, taqwa, sabar, ridha, qana’ah ( menerima
apa adanya ) , zuhud, tawakkal, menyerahkan diri kepada Allah, hati yang baik,
berprasangka baik, memaafkan, budi pekerti yang baik, melihat hal-hal yang
bagus, mensyukuri terhadap nikmat Allah, kasih akung terhadap makhluq Allah,
memiliki sifat malu baik kepada Allah, manusia, takut dan mengharap
kepada Allah.
Mencintai Allah ( mahabbah ila Allah )
salah satu kunci untuk memiliki sifat-sifat yang baik , rasa cinta, mahabbah
kepada Allah akan bisa diaktualisasikan dengan cara mencintai dan menjalankan
tradisi-tradisi yang telah dijalankan oleh baginda rosulillah SAW, karena allah
sendiri telah berfirman dalam Al Qur’an;
“ Katakanlah hai Muhammad, apabila kalian semua
mencintai Allah, maka ikutlah kalian kepadaku maka Allah akan mencintai
kalian dan Allah akan mengampuni segala dosa-dosa kalian “.
Delapan
belas, senantiasa bersemangat dalam mencapai perkembanagn keilmuan dirinya dan
berusaha dengan bersungguh sungguh dalam setiap akitivitas ibadahnya, misalnya
membaca, membacakan orang lain, muthalaa’h, mengingat-ingat pelajaran, memberi
makna kitab, menghafalkan, dan berdiskusi dan tidak menyia-nyiakan umurnya dan
waktunya sehingga tidak ada waktu yang terbuang kecuali dalam kerangka
thalabul ilmi, kecuali hanya sekedar untuk keperluan ala kadarnya ( hajatul
basyariyah ), seperti makan, minum, tidur, istirahat karena bosan atau
penat, melaksanakan kewajiban suami istri, menemui orang yang bersilatur rahim,
mencari maisyah, kebutuhan hidup yang diperlukan oleh setiap manusia, sakit,
dan sebagainya serta aktifitas-aktifitas diperbolehkan .
Sebagian
ulama’ salaf , mereka tidak pernah meninggalkan untuk mempelejari, menelaah dan
mengkaji kitab salaf hanya karena menderia penyakit yang tidak terlalu berat (
ringan ), bahkan mereka mengharapkan kesembuhan penyakitnya dengan belajar, dan
selalu melakukan aktifitas ilmu selama memungkinkan. Rasulullah sendiri telah
bersabda :
“ Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung
dari niat, karena derajat sebuah ilmu merupakan warisan derajatnya para nabi “.
Keluruhan
derajat sebuah ilmu tidak akan bisa diraih oleh pelajar kecuali dengan
kesulitan dan masyaqqat.
Dalam
kitab Shahih Bukhari disebutkan riwayat dari Yahya Bin Katsir, ia berkata
; bahwa ilmu tidaka bisa dikuasai hanya dengan santai dan
ongkang-ongkang kaki.
Dalam
hadits yang lain juga disebutkan bawa : surga itu selalu dikelilingi oleh
hal-hal yang dibenci oleh hawa nafsu.
Dalam
sebuah syi’ir dikatakan , bahwa :
Keluhuran ilmu tidak bisa engkau kehendaki dengan
biaya yang murah
Namun hanya bisa memperoleh sengatan lebah
Imam
Syafi’I r.a. berkata : bahwa kewajiban orang yang ahli ilmu , orang yang
pandai, menguasai banyak ilmu penngetahuan adalah untuk menyampaikan ilmu yang
ia miliki sekuat kemampuanya serta menujmbuh kembangkan ilmunya, sabar terhadap
segala cobaan, rintangan dan sesuatu yang baru datang ketika dalam
pencarian ilmu dan berproses untuk mencari jati dirinya, selalu di lambarai
dengan niat yang ikhlas ketika ia menggapai sebuah ilmu , baik itu berupa nash
( al Quar’an dan Al Hadits ) atau dalam istimbath hukum, megambil dalil sebuah
hukum berdasarkan syara’, selalu mencintai Allah SWT dalam rangka membantu
orang yang mempunyai ilmu. Nabi Muhammad telah bersabda : terimalah segala
sesuatu yang bisa memberikan nilai anfa’, manfaat kepada dirimu dan minta
pertolonganlah kepada Allah SWT.
Sembilan
belas, mengambil pelajaran dan hikmah apapun dri setiap orang tampa
membeda-bedakan status , baik itu berupa jabatan, nasab, umur dan persoalan
yang lainya. Bahkan ia harsu selalu menerima hikmah itu dimanapun ia berada,
karena sesugguhnya hkimah itu adalah iabarat harta benda orang mukmin yang
hilang yang diambilnya dimanapun ia menemukannya.
Sa’ad bin
Jubair berkata, seorang lelaki selalu mendapat sebutan orang yang alim selama
ia berusaha untuk belajar, namun apabila ia meninggalkan belajar dan menyangka
bahwa ia adalah orang yang tidak memerlukan, tidak membutuhkan terhadap ilmu ,
maka sebenarnya ia adalah orang yang paling bodoh . Sebagian orang-orang arab
membacakan sebuah syi’ir yang berbunyi :
Orang buta bukanlah orang selalu lama ketika
bertanya
orang buta yang sempurna adalah
orang yang terlalu lama diam karena kebodohanya
sendiri
adalah
sekolompok orang dari ulama’ salaf , mereka mempelajari dan mengambil
ilmu hikmah dan menggunakan kesempatan kepada para santrinya untuk
mencari ilmu ilmu yang tidak mereka miliki, kemudian hal itu dibenarkan oleh
golongan para sahabat dan para tabi’in.
Kemudian kabar tersebut telah sampa juga kepada
baginda Rosulullah SAW dengan melalui Ubayy Bin Ka’ab r.a., kemudian nabi
berkata : aku telah mendapat perintah dari Allah SWT untuk membacakan kepadamu
sebuah surat, yaitu surat lam yaqunillazina kafarauu .
Kemudian para ulama’ berkata bahwa; termasuk faidah dari ayat tersebut adalah
orang yang mulia tidak boleh mencegah untuk menjadi santri, murid, dan
mengambil ilmu dari orang yang lebih mulia.
Al
Humady, berkata ; ia merupakan salah satu dari muridnya imam Syafi’I,. Ia
mengatakan bahwa; aku menemani iman Syafi’I mulai dari kota Makkah sampai ke
kota Mesir, aku selalu mengambil hikmah, yaitu aku menanyakan kepada beliau
beberapa masalah , kemudia beliau ( syafi’I ) juga menanyakan masalah hadits
kepada aku.
Ahmad bin
Hanbal telah berkata ; Imam Syafi’I berkata kepada aku , kalian lebih
alim, lebih mengetahui tentang ilmu hadits dari pada aku, oleh karena itu
apabila ada sebuah hadits yang shahih tolong sampaikan pada aku , dan aku akan
mengambilnya.
Dua puluh,
membiasakan diri menyusun atau merangkum kitab, jika memang mempunyai keahlian
dalam bidang itu, karena apabila hal itu dilakukan , maka akan membuat
seorang guru selalu menelaah, mempelajari hakikat keilmuan baik yang tersurat
atau yang tersirat dan pada akhirnya dapat memperdalam esensi keilmuan
dan juga banyak manfaat yang diperolehnya.
Sebagaimana
yang telah dikatakan oleh Al Khatib aAl Bagfhdadi, bahwa membuat karya tulis,
merangkum, meresume akan menguatkan hafalan seseorang, mencerdaskan akal
fikiran, mempertajam daya nalar , mengembangkan argumentasi , mengahasilkan
nama yang harum, nama yang baik, besar pahalanya sampai hari kiamat.
Yang
paling utama adalah hendaknya menprioritaskan sesuatu yang manfaatnya lebih
umum sehingga bisa untuk dinikmati oleh orang lain, disamping itu sangat
dibutuhkan oleh masyarakat luas..
Dalam
membuat kerya tulis , hendaknya jangan terlalu memperpanjang pembahasan
sehingga menimbulkan kebosanan terhadap orang yang membaca, tidak terlalu
pendek sehingga subsatansinya tidak bisa dimengerti yang membaca, dan selalu
menyerahkan , memberikan karya tulisnya yang layak, pantas untuk diberikan
kepada orang lain. Jangan sampai memberikan karya tulis tersebut sebelum
diteliti, di telaah, dan di tashih dengan baik.
Pada masa-masa
sekarang ini ,di antara ummat manusia, pastilah ada orang yang tidak
menghendaki, mengingkari terhadap karya tulis , walaupun karangan itu
dihasilkan oleh orang-orang keilmuanya sudah tidak perlu diragukan lagi,
dikenal dikalangan masyarakat banyak. Dalam kasus seperti ini tidak ada
alasan yang dapat dibenarkan ,kecuali ia hanya membual pada masa seperti
sekarangf ini. Namu apabila tidak ada satu alasan pun yang bisa dipakai sebagai
pembenar, maka bagi orang yang menekuni karya tulis menulis , mempunyai profesi
sebagai penulis , baik berupa tulisan sebuah sya’ir, cerita-cerita atau yang
lainya, hendaknya ia tidak di tentang, terlebih lagi apabila yang ditulis
adalah sebuah karya yang bisa di ambil manfaatnya, hikmahnya, seperti menulis
ilmu yang berhubungan ilmu syara’ , dan media atau alat yang dipakai untuk
mendalami syari’at agama .
Sedangkan
orang-orang yang tidak mempunyai keahlian dalam sebuah ilmu pengetahuan, maka
diharapkan untuk menigngkari dan menentangnya, karena didalamnya pasti
mengandung unsur pembodohan, dan menipu orang yang membaca karya tulis
tersebut, disamping itu ia menyia-nyiakan waktunya terhadap sesuatu yang tidak
bisa menberikan kontribusi dan keyakinan yang baik pada dirinya , hal ini
mestinya lebih layak dilakukan terhadap dirinya.
BAB ENAM
AKHLAQ USTAZD KETIKA MENGAJAR
Ustazd
dalam mengajar hendaknya dirinya bersih dari segala hadts dan kotoran , selain
harus berpakaian rapi, memakai wangi-wangian dan menggunakan pakaian yang
pantas dan layak untuk dipakai ketika abersama dengan teman-teman, dan ustazd
yang lainnya. Semuanya itu di lakukan dengan niatan untuk mengagungkan,
mumuliakan dan menghormati ilmu , selain itu ketika untuk emnghormati syari’at
agama islam dan sebagai upaya untuk taqarrub ilallah, mendekatkan diri kepada
sang penguasa alam , Allah SWT, menyebarkan ilmu, dan menghidupkan syari’at.
Menyampaikan
pesan-pesan Allah melalui hukum-hukumnya yang telah dipercayakan kepada seorang
ulama’ dan memerintahkan untuk menyebar luaskan agaman-Nya. Selalu menumbuh
kembangkan ilmu pengetahuan dengan cara mengatakan yang benar dan selalu
kembalai kepada kebenaran yang haqiqi. Berkumpul untuk zdikir kepada Allah,
menyampaikan salam kepada sesama muslim dan berdo’a untuk para ulama’ pendahulu
kita ( salafussalihin ).
Ketika
ustazd keluar dari rumah untuk mengajar, seorang ustazd hendaknya berdo’a
dengan do’a yang telah di ajarkan oleh nabi Muhammad SAW ;
“ Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan dan disesatkan, dari
kegelinciran dan digelincirkan, dari berbuat zalim dan di zalimi, dari berbuat
bodoh dan di bodohi. Ya Allah yang Maha Agung, pertolongan-mu dan Maha Puji-Mu
dan tidak ada Tuhan yang layak di sembah selain Engkau . Aku mohon penjagaan
kepada Allah dan aku tawakkal kepada-Mu. Tidak ada daya dan kekuatan ( untuk
menolak kemaksiatan dan berbuat ketaatan ) kecuali dengan pertolonganmu.
Ya Allah, teguhkanlah hatiku dan tampakkan kebenaran di lisanku “.
Dan
jika telah sampai di sekolah ( kelas ) hendaknya seorang ustazd memberi salam
kepada para muridnya atau santri, para hadirin dan duduk menghadap ke arah
kiblat ( jika memungkinkan ) , menjaga sikap dengan baik, tenang, berwibawa, tawadlu’
dan khusu’ sambil duduk bersila atau duduk di atas kursi dengan baik dan sopan.
Hendaknya
seorang ustazd menjaga dirinya dari hal-hal yang mengurangi kewibawaannya,
seperti duduk berdesakan denan yang lain, memeprmainkan kedua tangannya,
memasukan deriji yang satu dengan deriji yang lain, memperhatikan kesan kemari
dengan mempermainkan kdua bola matanya tanpa hajat.
Selain
itu hendaknya seorang ustazd menjauhkan dirinya dari bersenda gurau dan sering
tertawa , karena hal itu mengurangi kewibawaan dan menjatuhkan harga dan
martabat seorang ustazd.
Ustazd
hendaknya tidak mengajar di waktu perut dalam keadaan lapar, haus dan dahaga.
Juga tidak sat marah, cemas, ngantuk ataupun di waktu panas dan dingin yang
berlebihan.
Di
samping itu ustazd hendaknya duduk dengan menampaakkan dirinya supaya bis
dilihat oleh para santrinya, muri, dan para hadirin supaya mereka memuliakan
seorang guru yang berilmu, tua, kebagusannya, dan kemuliaannya, serta
memuliakan dan mengutamakannya untuk di jadikan sebagi imam shalat. Di samping
itu harus berbuat dan nerkata-kata dengan bahasa yang lemah lembut terhadap
orang laim dan menghotmati mereka dengan ucapan yang baik, menampakkan wajah
yang berseri-seri dan penghormatan yang sangat luar biasa.
Ustazd
hendaknya berdiri untuk menghormati para pemimpin islam sebagai ungkapan rasa
penghormatan, dan melihat kepada para hadirin dengan tujuan untuk menghormati
ala kadanya saja, terlebih lagi terhadap orang yang mengajak bicara dan
bertanya tentang sesuatu dan orang yang menemuinya , mereka semua harus
didengarkan dengan penuh perhatian dan konsentrasi meskipun merka orang-orang
yang masih kecil dan orang hina dina , apabila hal seperti itu tidak di
lakukan oleh seorang ustazd maka ia telahmenampakkan prilaku dan perbuatan
orang orang yang sombong.
Ustazd
sebelum memulai mengajar, hendaknya di mulai dengan mengucapkan atau membaca
sebagian Al Qur;an sebagai tabarrukan ( mengharap barakah ) untuk kebaikan
dirinya sendiri, para santri, orang yang hadir, kaum muslimin, dan mereka yang
membantu kesuksesan pendidikan, seperti orang yang memberikan waqaf , kalau
memang ada orang yang memberikan waqaf dan sebagainya. Kemudian di susl dengan
memabaca ta’awwuzd, basmalah, hamdalah, shalawat pada nabi dan para
pengikutnya, sera meminta kerelaan terhadap pemimpin kaum muslimin.
Jika
pelajaranya banyak, hendaknya di dahulukan pelajaran yang paling mulia terlebih
dahulu, yang mulia dan seterusnya. Yakni mendahuliukan pelajaran tafsir,
hadits, ushuluddin, ushul fiqh, kitab-kitab mazhab, nahwu dan di akhiri dengan
kitab-kitab raq’iq ( kitab yang memperhalus watak ) supaya santri
bisa mengambil pelajaran dari cara-cara pembersihan hati.
Hendaknya
seorang Ustazd meneruskan poelajaran-pelajaran yang belum diselesaikan dengan
baik dan menghentikan pelejaran jika sudah selesai materi pembahasan. Jangan
sampai menyebutkan pembahasan-pembahasan yang bisa membingungkan santri, tidak
memberikan jawaban yang jelas, baik dalam masalah agama atau pelajaran
dan baru di tuntaskan jawabanya pada materi-materi yang akan datang .
Bahkan seorang guru harus mampu menjelaskan permasalahan secara mendetaild an
menyeluruh atau menundanya sekalian , karena mengandung unsur mafsadat (
kerusakan ), apalagi forum tersebut di hadiri orang golongan umum baik, kaum cerdika
pandai, para ulama’ dan orang – orang awam.
Janganlah
memperpanjang dan memperpendek pelajaran sehingga menimbulkan kebosanan dan
kerusakan pemahaman, ketika belajar selalu menjaga kemaslahatan umum, baik
ketika memberikan keterangan dan penjalasan. Di samping itu janganlah membahas
sebuah persoalan kecuali pada forum-forum resmi, sebuah forum yang di
pergunakan untuk pembahasan sebuah ilmu pengetahuan, tidak boleh memajukan atau
menunda jadwal pelaksanaan belajar kecuali adal kemaslahatan untuk umum.
Juga tidak
mengeraskan atau memelankan suara lebih dari sekedar kebutuhan, namun yang
lebih utama adalah bagaimana suara itu tidak terlalu melebihi batas sehingga
terdengar dri luar dan juga tidak terlalu pelan sehingga para santri, audien
sulit untuk mendegarkannya.
Al Khatib
Al Baghdadi telam meriwayatkan sebuah hadits dari nabi SAW : sesungguhnya nabi
mencintai suara yang pelan dan samar dan beliau membenci suara yang keras,
nyaring.
Namun di
dalam formu tersebut apabila terdapat orang yang kurang peka pendengarannya,
maka tidak ada masalah, dan sah sah saja untuk mengeraskan suaranya sehingga ia
mampu mendengarkannya, di samping itu tidak boleh berbicara dengqan terlalu
cepat, bahkan harus pelan-pelan sambil berfikir dan di fikirkan juga oleh para
mustami’, orang yang mendengarkannya.
Nabi
Muhammad, ketika beliau berbicara dengan orang lain, maka beliau selalu
berbicara dengan pelan-pelan, sistematis, dan terperinci sehingga bisa di
fahami oleh orang lain. Beliau ketika mengucapkan suatu kalimat selalu di ulangi
samapi tiga kali maksudnya adalah suapaya mudah di fahami. Dasn ketika beliau
telah selesai dalam menjelaskan sebuah persoalan, permasalahan, atau pokok
masalah , beliau berhenti sejenak untuk memberikan kesempatan kepada orang lain
untuk mengulangi permasalahan, persoalan yang telah beliau sampaikan.
Seorang
Ustazd hendaknya menjaga ruangan atau kelasnya dari kegaduhan, keramaian atau
pembahasan yang simpang siur yang tidak jelas arahnya, karena hal itu bisa
merubah terhadap lafazd.
Al Rabi’
telah berkata : adalah imam Syafi’I apabila mengadakan debat, adu argumentasi,
mujadalah dengan orang lain , kemudian orang itu berpindah pada masalah yang
lain sbeblum tuntas, maka iamam Syafi’I berkata: aku akan menyelesaikan masalah
ini baru kemudian berpindah pada masalah yang engkau kehendaki.
BAB TUJUH
AKHLAQ GURU TERHADAP SANTRI
Enam,
meminta terhadap santri untuk senantiasa mengulangi hafalannya dan menguji
hafakannya yang telah lalu seperti kaidah-kaidah yang dianggap sulit dan
masalah-masalah konteporer. Tidak lupa hendaknya sang guru senantiasa
memberikan informasi yang terkait dengan pokok-pokok bahasan atau dalil-dalil
yang telah dipelajari. Apabila diantara mereka memberikan jawaban benar dan
tidak takut atau grogi maka berterima kasilah dan pujilah dihadapan
kawan-kawannya agar mereka tergugah semangatnya untuk mencari tambahan.
Begitu
pula jika mereka beraspirasi dan tidak takut unjuk gigi dengan kemampuannya
yang minim itu maka berilah semangat dengan memberikan iming-iming cita-cita
yang tinggi atau kedudukan yang terkait dengan ilmu. Apalagi teguran itu bisa
membuatnya semangat dan akhirnya dia bisa berterimakasih.
Hendaknya
pula mengulangi materi-meteri yang terkait bahasannya agar siswa faham.
Tujuh, pabila seorang murid melakukan sesuatu yang
belum waktunya dan menghawatirkan maka dinasehati dengan lemah lembut dan
ingatkan dengan hadits Nabi “sesungguhnya bagi tanaman itu taklah
mengenal bumi yang gersang dan tidak ada permukaan yang tetap.” Agar
tetap sabar dan semanagat. Apabila terkait indikasi yang membosankan atau
indikasi lain maka perintahlah untuk istirahat dan mengurangi aktivitas. Jangan
sekali-kali mengomando murid untuk mempelajari sesuatu yang dia belum cukup
kepandaiannya atau umurnya. Atau memberikan rekomendasi tulisan yang mengacaukan
fikirannya. Jika adaseseorang yang mengajak bermusyawarah kepadanya baik dari
segi kefahaman / hafalan dalam bacaan fax / buku-buku maka jangan berkomentar
sesuatu sehingga dia mencobanya dan mengetahuinya sendiri apabila dia tidak
mampu pada akhirnya, maka komentarilah dengan sederhana terkait dengan bab yang
dimaksud. Apabila dia sudah mampu memahami satu kitab dengan baik maka
pindahkan kekitab lain yang sesuai dengan kemampuannya, apabila belum jangan
dulu, itu semua karena memindahkan santri kepeda apa yang seharusnya
dipindahkan atau menambah semangatnya sedangkan menunjukkan kekurangannya
mengurangi semangatnya. Begitu pula tidaklah mungkin bagi santri terbagi
pikirannya pada dua fak pelajaran atau lebih apabila belum menghafalnya. Tetapi
mendahulukan yang terpenting secara berurutan. Apabila diketahui atau dianggap
belum layak pada satu bidang maka intrupsikan untuk meninggalkannya dan pindah
kelainnya yang bisa diharapkan kelayakannya.
Delapan,
hendaklah sang guru tidak menampakkan menonjolnya pelajar dihadapan kawan-kawan
lainnya dengan menunjukkan kasih akungnya perhatiannya padahal mereka sama
sifat, umur / pengalaman ilmu agamanya kerana itu semua menyakitkan hati, akan
tetapi jika diantara mereka ada yang semangat dan bertatakramalah lebih sopan
maka tampakkanlah keseponanya dan terangkan kepada mereka bahwa dia
memulyakannya karena sebab itu maka tidak apa-apa.karena itu bisa menumbuhkan
dan menimbulkan sifat seperti itu begitu pula tidak boleh mendahulukan salah
seorang murid dengan giliran yang lain dan mengahirkan yang lainnya kecuali
bila ada masalahnya bisa menambah maslahah giliran itu, apabila bisa dimaklumi.
Sembilan,
hendaklah lemah lembut kepada para santri dan menyebutkan santri yang tidak
hadir, dengan penuh perhatian, mengetahui nama-nama mereka, nasab, asal dan
mendoakan mereka agar mereka senantiasa baik, mengawasi tingkah laku dan
tatakramanya secara dhohir ataupun yang batin, jika diantara mereka tampak
sesuatu yang tidak layak seperti melakukan sesuatu yang haram atau makruh,
kerusakan, malas atau kurang sopan baik kepada guru atau orang lain, ataupun
banyak membicarakan sesuatu yang tidak berfaidah, bergaul kepada seseorang yang
tidak patut digauli maka hendakmya sang guru mencegahnya dihadapan yang
menyebabkan itu dengan mengarahkannya dan tidak menyalahkannya. Apabila itu
semua tidak dapat menyelesaikan masalah maka diperingatkan secara rahasia
(tertutup) atau dihadapan dua orang tersebut. Namun apabila hal itu belum
bisa menyelesaikan maka dinasehati dengan agak keras berupa kata-kata yang
lebih merasuk dan menjelaskan dihadapan umum.dan apabila masih belum bisa, maka
diusir hingga jera dan mau kembali apabila jika dia sampai takut sebagian kawan
akrabnya yang akan memojokkannya.
Sepuluh,Seorang
guru harus juga membiasakan mengucapkan salam berbicara yang baik, kasih akung,
tolong menolong, berbakti dan bertakwa. Semua itu sebagaimana peran agama
terhadap Allah, dan peran dunia tehadap hubungan manusia untuk menempurnakan
dua kehidupan itu.
Sebelas,
Seorang guru berusaha untuk senantiasa memperbaiki murid-murid, dengan
perhatiannya, membantunya dengan sekuat tenaga denangan orentasinya atau
kemampuan hartanya tampa terpaksa. Karena Allah SWT senantiasa akan menolong
hamba selam hamba itu mau menolong temannya. Dan barang siapa memenuhi
kebutuhan kawannya, maka Allah SWT pun akan memenuhi semua kebutuhannya. Barang
siapa membantu orang yang miskin, maka Allah akan memudahkan hisab /
hitungannya dihari kiyamat, apalagi menolong orang yang menunutut ilmu.
Dua
belas, apabila pelajar tidak masuk lebih dari biasanya maka hendaknya ditanyai
keadannya kepada kawan yang biasa bersamanya apabila tidak tahu maka mengutus
kawannya atau datangilah sendiri, karena itulah yang lebih utama.
Apabila
ternyata dia sakit maka hendaknya dia dijenguk, apabila dalam keadaan susah
maka membantunya, apabila akan berpergian, maka perhatikanlah siapa yang
menemaninya dan bertanya pada kawan itu dan menanyakan keperluannya dan
mengizinkannya dengan iringan do’a. ketahuilah bahwa santri yang sholeh akan
lebih disukai oleh ilmunya, oleh gurunya dunia akhirat. Dari pada orang kaya
dan kerabat-kerabatnya/famili-familinya. Oleh karena itu ulama’-ulama’ salaf
senantiasa bersungguh-sungguh mencari santri yang bagi manusia baik ketika
hidup atau matinya. Walaupun hanya satu murid tetapi ilmunya bermanfaat, dan
zuhud, perlakuannya baik dan tutur katanya baik, maka itu sudah cukup disis
Allah. Karena satu ilmutak dapat berpindah kesatu orang keorang lain kecuali
akan mendapatkan sebagaimana yang telah diterangkan oleh hadits shohih. Dari
Nabi SAW : apabila anak adam meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga
perkara yaitu shodaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang selalu
mendo’akannya. Ketiga pin diatas ada pada orang yang mengajarkan ilmu (guru).
Adapun shodaqoh, maka mempelajari ilmu adalah
termasuk shodaqoh, tidaklah kau lihat sabda Nabi SAW tatkala dalam musholla
sendirian “barang siapa bershodaqoh dengan ini (sholat) maka dia
akan mendapatkan fadilah jama’ah, dan orang yang mengamalkan ilmu akan
mendapatkan keutamaan ilmu, yang itu adalah lebih utama dari pada solat
jama’ah, dan akan mendapatkan keutamaan dunia dan akhirat”. Adapun
ilmu yang bermanfaat maka jelas karena guru, menebabkan semuanya itu kepada
orang yang mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Adapun do’a anak yang sholeh (do’a
yang baik) terbiasa diucapkan oleh orang yang ahli ilmu dan hadits senantiasa
mendo’akan kepada gurunya.
Tiga
belas, rendah hati dihadapan muridnya dan setiap anak didiknya selam dia yang
menegakakan lagi, Allah dan mau menundukkan lambungnya dan lemah lembut. Allah
berfirman kepada nabinya rendahkanlah lambungmu kepada orang miskinyang
mengikutimu, Nabi juga bersabda sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku untuk
senantiasa tawadhu’ tiada ketawaduan kecuali Allah yang mengangkatnya.
Empat
belas, bertutur kata kepada sitiap muridnya apalagi kepada murid senior dan
memanggil dengan nama yang baik dan mengucapkan salam dan saran apabila bertemu
dengannya dan memuliyakannya ketika mereka bertamu dan bertanya dengan lemah
lembut tentang keadaannya dan orang-orang tentang dekat dengannya setelah
menjawab salam, menemuinya dengan muka berseri-seri bahagia ramah dan penuh
kasih akung dan melebihkan hal itu terhadap murid yang diharapkan
kebahagiaannya. Itu semua dipahami dari wasiat Rosulullah SAW bersabda bahwa
manusia mengikuti engkau sekalian dan banyak orang mendatangiku dari semua
penjuru untuk mempelajari agama kita mereka mendatangiku maka titiplah pesan
kepada mereka untuk senantiasa berbuat baik.
BAB VI
TATAKRAMA SEORANG GURU DIDALAM
PELAJARANNYA
Seorang guru ketika menghadiri ruangan mengajar (kelas) hendaknya membersihkan
dirinya dari hadast dan kotoran, memakai harum-haruman dan memakai baju
(pakaian) yang selayaknya sesuai dengan mode ketika itu dengan tujuan
mengagungkan nilai ilmu dan menghormati syaria’at. Juga harus berniat
mendekatkan diri kepada Allah dan menyebarkan ilmu serta menegakkan agama Allah
menyampaikan huku-hukum Allah yang diamanatkannya dan diperintahkan
menjelaskannya. Sebaiknya juga bermaksud menunjukkan kebenaran dan
mengembalikan kepada kebajikan. Berniat berkumpul bersama untuk berdzikir
kepada Allah, selain kepada kawan-kawan muslimin dan mendo’akan Ulama’ Salaf.
Apabila dia keluar dari rumahnya sebaiknya berdo’a sebagaimana do’a Nabi
Muhammad SAW
“ Ya Allah…. aku berlindung kepada-Mu dari tersesat
atau disesatkan, tergelincir atau tergelincirkan, mendholimi atau didholimi,
bodoh atau dibodohi maha mulya kekuasaan-MU dan agung pujian-Mu tiada Tuhan
selain Engkau.
Kemudian
berdo’a :
Dengan menyebut nama Allah, aku beriman kepada
Allah dan berpegang teguh kepada-Nya, tawakal kepada-Nya tiada kekuatan daya
upaya kecuali dari Allah. Ya Allah tetapkanlah hatiku, tunjukkanlah kebenaran
pada lisanku, dan ku selalu mengingat-Mu.
Sehingga
sampai pada kelas.
Apabila telah sampai dihadapan para hadirin maka hendaknya mengucapkan salam
lalu duduk menghadap kiblat jika memungkinkan dengan tenang dan tawadhu’ serta
khusu’ baik dengan bersila atau yang lainnya yang penting sopan. Dan hendaknya
menjaga badannya dari desakan atau main-main atau memandang kesana kemari tampa
tujuan. Hendaknya juga menjahui gurauan atau banyak tertawa, karena hal itu
mengurangi wibawa atau kehormatan. Tidak boleh mengajar ketka sangat lapar,
haus, susah, marah, ngantuk atau sangat dingin atau sangat panas.
Hendaknya duduk ditempat yang bisa dilihat oleh seluruh hadirin dengan tetap
menghormati hadirin yang lebih senor baik dari segi keilmuan, umur, ataupun
kedudukan. Dan mengutamakan sesuai dengan ukuran sebagai imam sholat. Dan lemah
lembut kepada yang lainnya dan menghormatinya dengan tutur kata yang yang
lembut,wajah berseri-seri dan menghormati.
Hendaknya juga ketika akan berdiri dihadapan pembesar kaum muslimin denga
memulyakannya dan memeandang para hadirin sesuai kebutuhan.menatap wajahnya
pada orang yang diajak bicara walaupun dia lebih rendah karena jika tidak
demikian maka termasuk orang-orang yang sombong
Memulai belajar dengan membaca sesuatu dari Al-qur’an untuk mencari barokah dan
berdoa setelah itu untuk dirinya,para hadirin juga seluruh muslimin dan orang
yang mewaqafkan jika itu memang madrasahtanah waqof sebagai balasan kebaikan
perbuatannya dan tercapai cita-ciyanya.kemudia berlindung kepada Alah dari
syaitan yang terkutuk, menyebut nama Allah dan memujinya, sholawat kepada nabi,
keluarga, serta sahabatnya serta meminta ridho kepada muslimin terdahulu.
Apabila pelajaran itu banyak maka dahulukan yang paling utama dan yang paling
penting. Berawal dari tafsirul Qur’an kemudian Hadits, Usuluddin, Usul Fiqih,
kitab-kitab mazhab, dan nahwu dan diakhiri dengan kitab-kitab kecil agar bisa
dimanfaatkan oleh para hadirin untuk membersihkan hatinya, meneruskan
pelajarannya dengan sesuatu yang terkait, berhenti pada tempat yang seharusnya
berhenti, jangan menyebutkan pelajaran yang masih diragukan dan menunda jawaban
dipertemuan yang lain atau mungkin menyebutkan, meninggalkan semuanya karena
itu merupakan matsadah (kerusakan) apalagi pelajaran itu dihadapan orang-orang
tertentu atau orang-orang awam dengan memperpanjang pelajaran sehingga
membosankan / meringkasnya sehingga merasa kurang, jangan membahas satu bab
yang tidak pada tempatnya. Maka jangan mendahulukan dan mengakhirkan kecuali
dipandang ada baiknya.
Jangan mengeraskan suaranya berlebihan tampa ada perlu atau melirihkannya
sehingga tidak terdengar akan tetapi sebaiknya suara itu tidak melebihi satu
majlis dan tidak kurang dari jangkauan hadirin. Sesuai dengan hadits yang
dirwayatkan oleh Khatib al-badadi. Nabi bersabda :
Sesungguhnya Allah menyukai suara yang lembut dan
tidak menyukai suara yang kasar
Apabila ada diantara mereka yang kurang begitu mendengar maka tidak apa-apa
mengeraskan sehingga dia mendengarkannya dan tidak membentak-bentaknya tetapi
mengajar dengan pelan-pelan agar dia berfikir dan mendengarkannya sebagaimana
Nabi SAW merinci kata-katanya agar dapat difahami bagi yang mendengarkannya
beliau juga berbicara satu kalimat bisa diulangi tiga kali untuk memahamkannya
apabila telah selesai pada satu permasalahan maka hendaknya diam sejenak
sehingga dia memulai berbicara lagi.
Menjaga majlis itu dari kesalahan, karena kesalahan bisa merubah kita dan jyga
harus menjaga suara yang keras atau juga tidak membahas sesuatu yang bukan
bahasannya. Imam Robi’ berkata : Bahwa Imam Syafi’I jika didepat oleh seseorang
tentang satu masalah maka beliau berpaling darinya, seraya berkata : aku sudah
pernah membahasnya, kemudian sekarang terserah engkau, dan lemah lembut ketika
perbedaan muncul serta harus bisa mengendalikan emosi.
Hendaknya mengatakan kepada para hadirin bahwa sanya berdebat itu tidak baik
apalagi sudah jelas-jelas kebenarannya, karena maksudnya berkumpul adalah
mencari kebenaran, membesihkan hati dan mencari faedah oleh sebab itu tidak
layak lagi santri berdebat karena akan menyebabkan permusuhan dan marah. Akan
tetapi seharusnya pertemuan itu adalah ikhlas karena Allah SWT agar mendapatkan
kesempurnaan faedah didunia dan kebahagiaan diakhirat sebagaimana disebutkan
dalam Firman Allah:
Agar tampak suatu kebenaran dan hilanglah suatu
kebatilan walaupun dibenci oleh orang-orang berdosa.
Karena
itu dapat difahami bahwa maksud melenyapkan kebenaran dan menunjukkan kebatilan
adalah sifat bagi orang-orang yang suka melakukan dosa maka takutlah.
Menekankan untuk mencegah santri yang membahas melampui batas/berlebihan dalam
bertatakrama ketika membahas satu pelajaran, atau tidak mau menyadari setelah
tampak satu kebenaran, atau menjerit-jerit tampa faedah atau kurang sopan
kepada kehadiran yang lainnya atau kepada kawannya yang tidak hadir atau merasa
sombong dihadapan seniornya. Begitu pula harus diperhatikan santri yang tidur
atau yang berbicara dengan yang lainnya / tertawa-tawa dengan salah satu
hadirin atau pun mencari kawan lainnya hal itu telah disebutkan pada bab
“tatakrama santri”
Apabila ditanya terhadap sesuatu yang belum diketahui maka hendaknya, jawab :
“aku tak tahu, aku tidak mengerti karena jawaban itu juga termasuk sebagian
dari ilmu. Dari Ibnu Abbas apabila seorang guru salah dalam mengajar.
Muhammad Bin Hakim berkata : aku bertanya pada Imam Syafi’I tentang nikah
mut’ah, apakah didalamnya juga terdapat thalaq atau warisan atau ada kewajiban
nafkah atau ada persaksian ? maka beliau menjawab : “demi Allah aku tidak tahu”
Ketahuilah bahwa sanya perkataan orang yang ditanyai tentang sesuatu dan
jawabannya “aku tidak tahu” tidaklah mengurangi derajad orang tersebut, sebagaimana
prasangka orang-orang bodoh, tapi bahkan itu mengangkat derajadnya. Karena
sesungguhnya hal tersebut adalah suatu pertanda keagungan (kebesaran)
pengetahuan dan kuatnya agama dan ketakwaan kepada Tuhannya, bersihnya hati dan
baiknya alasan (argumentasi) nya.
Dan argumen (pendapat) tersebut sudah diriwayatkan dari golongan Ulama’-Ulama’
Salaf tedahulu. Dan sesungguhnya orang menganggap semua itu mudah
(meremehkannya) maka dia adalah orang yang lemah agamanya dan sedikit sekali
pengetahuannya. Karena sesungguhnya dia takut jatuhnya martabat/derajadnya
dihadapan orang-orang yang hadir (audiens). Dan kebodohan ini adalah tipisnya
(minimnya) agama orang tersebut. Dan ketika kesalahannya sudah tersebar
(terkenal) antara orang-orang maka sesuatu perkara yang akan membuatnya lari
berpaling pasti menimpanya. Dan dia akan menyikapi terhadap orang-orang dengan
cara menjahui hal tersebut (kesalahannya).
Allah mengajarkan ahlak kepada para ulama’ dengan saripati kisah perjalanan
Nabi Musa dengan Nabi Khidir, ketika itu Nabi Musa tidak menolak untuk menimba
ilmu lagi dikala ditanya “apakah ada orang yang lebih pandai dari pada engkau
dibumi ini?”.
Hendaknya kasih akung ditunjukkan pula kepada orang baru yang hadir dimajlis
itu, mempersilahkan dengan lapang dada, karena orang yang baru datang itu
biasanya asing dan bingung, jangan memandanginya terus karena itu membuat dia
terasa tercela. Apabila salah seorang senior bergegas dalam memecahkan masalah
maka hendaknya menahan dahulu sehingga duduk matang.
Dan apabila dia datang dengan membawa suatu masalah maka jelaskan maksudnya,
apabila salah satu senior menghadap sedangkan waktu telah habis dan jama’ah
bergegas meninggalkan ruangan maka tunggulah hingga orang tersebut duduk dimajlis
agar tidak merasa malu dengan bubarnya jama’ah tersebut. Hendaknya menjaga
perasaan jama’ah tentang waktu yang telah ditentukan baik datang maupun pulang
kecuali ada uzur atau kesulitan. Ketika pelajara mulai usai maka katakanlah
“Wallahua’lam” (Allah lebih mengetahui) setelah sebelum itu mengucapkan
kata-kata yang menunjukkan pada akhir pelajaran seperti kata-kata “kini kita
tutup dulu adapun selanjutnya pertemuan yang akan datang Insya’ Allah” atau
senada dengan itu. Agar kata-kata Wallahua’lam ikhlas sebagai dzikir kepada
Allah dan diketahui maksudnya. Hendaknya pula ketika memulai pelajaran dibuka
dengan Basmalah. Agar terasa bahwa mengingat Allah pada awal dan akhir
pelajaran. Hendaknya pula diam sejenak tatkala para hadirin yang berdiri karena
disitu ada beberapa faidah yang tercermin dalam sebuah tatakrama diantaranya
yaitu menghindari desak-desakkan, mengantisipasi bila ada seseorang yang
bertanya. Menghindari desakan kendaraan jika memang membawa kendaraan. Ketika
akan berdiri hendaknya berdo’a sebagaimana yang terdapat dalam sebuah hadits
untuk melebur dosa.
Maha suci Engkau ya…. Allah dengan memuji-Mu aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau dan aku mohon ampunan serta bertaubat
kepada-Mu.
Jika memang tidak menguasai materi maka jangan memegang fak itu atau
mengajarkan sesuatu yang dia tidak tahu karena itu semua termasuk mempermainkan
agama dan merendahkan diri dihadapan manusia Nabi bersabda :
Barang siapa yang menganjurkan sesuatu yang dia
belum tahu bagaikan orang yang memakai baju yang sangat hina.
Sebagian Ulama’ berkata :
Barang siapa menampakkan sesuatu yang belum
waktunya sama juga dia menampakkan nafsunya.
Dari Abdurrohman RA berkata :
Barang siapa yang mencari kedudukan yang belum
waktunya, maka dia akan selalu terhina karena walaupun sedikit dari situ akan
nampak beberapa mafsadah (kerusakan) karena para hadirin akan selalu meneliti
kebenaran dan menolongnya dan mencegah orang yang salah.
Dikatakan Dari Hanifah RA ketika suatu saat disalah satu forum yang ada
dimasjid, mereka saling berdebat tentang bahasan Fiqih maka Abu Hanifah berkata
:
Apakah mereka mempunyai kepala, mereka menjawab
tidak, maka beliau berkata lagi, mereka tidak akan mengerti selamanya bahwa
diantara mereka ada yang benar dan ada yang salah.
BAB VII
MENERANGKAN TENTANG TATAKRAMA
SEORANG GURU BERSAMA MURIDNYA
Dalam baba ini dijelaskan ada 14 macam budi pekerti seorang guru terhadap murid-muridnya.
PERTAMA
Hendaknya
dalam mengajar dan mendidik mereka berharap ridho Allah dan bermaksud untuk
menyebarkan ilmu dan mengeksiskan syari’at dan mempertahankan kebenaran dan
keadilan dan melestarikan kebaikan umat dengan memperbanyak para ilmuan, dan
mengharapkan pahala dari orang yang menyelesaikan belajarnya dan mengharapkan
barokahnya do’a mereka kepadanya dan kasih akung mereka dan memudahkan masuknya
ilmu, antara Rosul SAW dan antara ulama’ dan menganggap bahwa seorang guru
adalah termasuk orang yang menyampaikan wahyu dan hukum-hukum Allah kepada
mahluknya sesungguhnya mengajarkan ilmu termasuk perkara yang penting didalam
agama dan derajad yang tinggi bagi orang-orang mu’min.
Rosulullah SAW bersabda : Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikatnya dan penduduk langit dan bumi sampai semut yang
berada didalam lubangnya mendo’akan kepada seseorang yang mengajarkan kebaikan
kepada manusia. Demi sifat hayat-Mu (Allah ) ini merupakan suatu bagian yang
agung, maka mendapatkannya adalah suatu keuntungan yang besar. Ya Allah
janganlah Engkau menghalangi kami dari ilmu dengan suatu penghalang dan kami
mohon perlindungan Mu dari perkara-perkara yang memutuskan ilmu dan perkara
yang mengotorinya dan kendala yang menghalanginya dan sirnanya ilmu.
KE-DUA
Hendaknya seorang guru tidak tercegah untuk
mengajar muridnya karena tidak ihklasnya niat muridnya itu. Sesungguhnya
bagusnya niat diharapkan dengan barokah ilmu. Sebagian Ulama’ salaf berkata :“kami
menuntut ilmu karena selain Allah, maka ilmu itu menolak kecuali karena
Allah” dikatan : makna kaul tersebut adalah bahwasanya ilmu dapat
diperoleh dengan niat karena Allah karena apabila niat yang ikhlas disyaratkan
ketika mengjar para pemula, yang mana mereka sulit untuk ikhlas, maka hal itu
akan menyebabkan hilangnya ilmu dari kebanyakan manusia. Akan tetapi seorang
guru mengajarkan kepada para pemula dengan niat yang baik-baik secara
pelan-pelan, baik ucapan atau perbuatan, dan memberi tahu kepadanya, bahwa
sesungguhnya dengan bagusnya niat dia akan memperoleh derajat yang tinggi dari
ilmu dan amal dan memperoleh anugerah yang baik, dan memperoleh berbagai macam
hikmah dan terangnya hati dan lapannya dada, dan memdapat kebaikan dan bagusnya
keadaan dan lurusnya ucapan dan tingginya derajad dihari kiamat. Dan seorang
guru menumbuhkan rasa senang pada mereka terhadap ilmu dan mencarinya dengan
masa yang panjang dengan menyebutkan apa yang telah Allah berikan kepada para
ulama’ yang berupa derajad yang tinggi, sesungguhnya mereka adalah pewaris para
nabi dan diatas mimbar dari yang diharapkan para nabi dan syuhada’ selain itu
yang menjelaskan tentang keutamaan ilmu dan ulama’ adalah ayat-ayat khobar,
atsar dab syair-syair, dan sebagiannya telah aku sebutkan pada bab awal. Dan
menumbuhkan rasa senang terhadap ilmu terhadap apa yang ditetapkan untuk
mewujudkan ilmu seperti merngkum sesuatu yang mudah dan secukupnya dengan
perkara dunia dengan sibuknya hati perkara yang berkaitan dengan dunia dan
perkara yang menyibukkan fikiran dan memisahkan keprihatinan dengan sebab
dunia.
Maka
berpalingnya hati dari berinteraksi (berhubungan) ketergantungan akan rakus
dengan dunia dan memperbanyaknya dan merasa suah akan terpisah darinya. Maka
mengombinasikan (menyatukan) antara hati dan ruhnya hanya untuk agamanya saja
atau untuk kemulyaan dirinya atas kedudukannya dan lebih sedikit perasaan dan
yang lebih penting untuk menghafalkan ilmu dan menambahinya.
Oleh
karena itu sedikit sekali orang yang mendapatkan ilmu secara sempurna kecuali
orang-orang yang ada dalam dirinya sifat faqir (sederhana), qona’ah (merasa
cukup) dan berpaling pencurian dunia dan harta benda yang fana (fatamorgana /
rusak).
KE-TIGA
Hendaknya menyukai mencari
sesuatu (ilmu) sebagaimana yang dia sendiri menyukainya, seperti yang telah
tercantum dalam hadits dan membenci sesuatu terhadapnya sebagaimana hadits
membencinya. Dan bersungguh-sungguh dalam pencarian (ilmu) yang baik. Dan
menggauli para santri sebagaimana dia menggauli sesuatu pada anak-anaknya yang
mulya dengan kasih akung, berbuat baik, sabar atas keras kepala atas kurangnya
sesuatu yang menimpanya dan tidak menjahui / menyendiri dari pergaulan manusia.
Sama saja tatakrama disabagian masa ini, dan membuat alasan sekiranya mungkin.
Dan menkondisikan semua itu dengan nasehat tutur kata yang lembut tak kasar
atau menganiyayanya. Dengan itu semua bertujuan atas pendidikannya yang baik
dan bagusnya akhlaknya dan pekerti tingkahnya. Apabila cara mengetahui
kecerdasan mereka dengan isyarat saja mak tidak ada kebutuhan / gunanya dengan
cara ibarat (mencontohkan) dan apabila belum paham juga kecuali dengan
terangnya ibarat maka didatangkan cara itu tidak apa-apa. Dan menjaga diri
(bertahan) dari semua yang menjelekkan mereka dan bertutur kata yang halus dan
bertatakrama dengan budi pekerti yang luhur dan mensupport (mendorong) nya pada
budi pekerti yang diridhoi dan memberi wasiat (wejangan) dengan perkara-perkara
yang bagus dan atas hukum-hukum syari’at.
KE-EMPAT
Hendaknya
mempermudah para santri menyampaikan materi dengan semudah mungkin dalam
pengajarannya. Dan dengan tuturkata yang lembut dalam memberi kepahaman,
apalagi santri itu keluarga sendiri. Oleh karena semua itu hanya untuk kebaikan
tatakrama dan bagusnya pencarian asasfaidah dan menjaga dari hal-hal yang
langka. Dan tidak boleh menyimpan (menyembunyikan) bila ditanyai sesuatu karena
itu adalah bagian dari dirinya, karena terkadang hal-hal tersebut membingungkan
dan membuat bimbang hati, dan berpalingnya hati dan menyebabkan kegelisahan /
kegusaran. Demikian juga jangan menyampaikan sesuatu yang bukan bidangnya
karena itu dapat membekukan hati dandengan kefahaman. Apabila santrinya
bertanya sesuatu dari hal tersebut dan tidak menjawab dan tidak memberitahunya
maka akan membahayakan dirinya sendiri dan tidak bermanfaat apabila dia (guru)
mencegah hal tersebut dari pada santri bukan karena bakhil (pelit) tapi karena
kasih akung dan karena hanya menyayanginya, kemudian menyukai hal tersebut
dalam bersungguh-sungguh dan karena untuk mendapatkan sesuatu yang disukai atau
yang lain. Imam Bukhori sungguh-sungguh telah mengatakan dalam kitab
“Ar-Robbani” bahwasanya beliau dalam hal mendidik manusia dengan
semudah-mudahnya (kecilnya) ilmu sebelum mengajarkan kepada mereka yang (besar)
yag sulit.
KE-LIMA
Hendaknya
bersungguh-sungguh dalam pengajaran dan memberi kepahaman pada santri dengan
mencurahkan daya upaya dan menjelaskan materi walaupun hanya mendekati arti
tidak berlebihandan bukan memberatkan hati dan yang melampaui batas-batas
hafalan. Dan menjelaskan sesuatu yang dimana ibarat hati menjadi terhenti
karena telah mengerti arti tersebut. Dan mencari-cari hitungan seberapa dia
telah mengulang-ulangi. Pertama-tama dengan menjelaskan gambaran
masalah-masalah kemudian memberikan keterangan dengan sesuatu contoh dan
menyebutkan dalil-dalil yang berhubungan dengan itu dan meringkas dalam
pemberian gambaran beberapa contoh dan membuat perumpamaan (contoh) bagi yang
belum menguasai materi (belum ahli) untuk kepahaman dalam mencerna (mengmbil)
contoh-contoh dan dalil-dalilnya. Dan menyebutkan dalil dan mengambil dalil
dari orang yang mempunyainya. Dan menerangkan kepada santri yaitu makna (arti)
yang samar hikmahnya. Dan alasan-alasan dan sesuatu yang berkaitan dengan
masalah tersebut berupa asalnya mupun cabangnya. Dan dari salah sangka dalam
masalah tersebut hukum, pengecualian (pemecahan masalah) dan memindah ibarat
(perumpamaan) yang baik cara penyampaiannya, dan jauh dari mengurangi derajad
seorang ulama’, dan bermaksud menerangkan salah faham tersebut berupa nasehat
dan devinisi pemindahan yang benar. Dan menyebutkan sesuatu yang menyamai
dengan masalah-masalah tersebut dan kemudian mempraktekkannya, dan sesuatu yang
membedai dan yang mendekatinya. Dan menerangkan mana yang harus diambil dari
dua hikum dan perbedaan antara dua masalah yang bertentangan. Dan tidak boleh
mencegah menyebutkan suatu lafadz dengan malu dari seorang yang lain. Biasanya
apabila dia membutuhkan pada hal tersebut dan belum menyempurnakan
penjelasannya kecuali dengan menerangkannya, apabila lafadz tersebut berupa
kinayah (kiasan) maka guru harus memberikan kesimpulan hukumnya secara
sejelas-jelasnya dan tidak menjelaskan dengan cara menyebutkan tapi cukup
dengan kinayah pula.
Demikian
juga apabila dalam suatu majelis ada seorang yang tidak layak dalam menyebutkan
lafadz tersebut dengan hadirnya rasa malu pada dia atau secara samar, maka
seorang guru harus membuat kinayah dari lafadz tersebut atau dengan selainnya
oleh karena arti-arti itu perbedaan keadaan terdapat dalam hadits yang biasanya
menjelaskan secara detail dan kadang juga dengan kinayah yang lain. Dan apabila
guru sudah selesai pada pelajarannya maka tidak apa-apa seorang guru
menyodorkan (mengemukakan) masalah-masalah yang berkaitan dengan hal tersebut
atas para santri (murid) dengan tujuan sebagai ujian (pengetesan) dengan hal
tersebut kefahaman mereka dan hafalan mereka atas semua yang telah dijelaskan.
Apabila sudah tampak pada mereka pelajar yang kuat kefahamannya dengan cara
mengulang-ulang jawaban yang benar maka berterimakasihlah padanya. Dan barang
siapa belum faham maka guru harus menyuruhnya dengan halus untuk mengulanginya.
Adapun maksud dengan memberikan masalah-masalah tersebut sesungguhnya santri
ketika mereka kadang-kadang malu dari ucapannya (murid) maka dia belum faham
adakalanya untuk menghilangkannya dengan membalas pengulangannya kepada guru
atau untuk mempersempit waktu atau karena malu dari orang-orang yang hadir atau
agar mereka tidak tertinggal dengan membaca dari yang lain dengan sebab malu
itu.
Oleh
karena itu seyogyanya bagi guru untuk tidak berkata / bertanya kepada murid “
apakah engkau sudah faham ? “ kecuali apabila tidak bermasalah (aman) dari
ucapan guru yaitu jawaban “ ya “ yang dijawab murid sebelum mereka belum faham.
Kemudian apabila tidak aman / membuat malu bagi murid atau yang lainnya maka janganlah
bertanya tentang kepahaman karena hal itu kadang-kadang guru menanyakannya akan
terjadi kebohongan ucapan murid dengan “ ya “ karena sesuatu yang telah jelas
dari beberapa sebab.Tapi seorang guru hendaknya melontarkan permasalahan kepada
murid sebagaimana yang telah disebutkan.
Apabila
seorang guru bertanya kepada murid tentang kefahaman (faham/belum) dan murid
menjawab “ ya “ (sudah faham) maka jangan memberinya permasalahan yang baru
setelah itu, terkecuali jika hal tersebut menyebabkan siswa malu dengan masalah
tersebut karena dengan jelasnya perbedaan suatu jawaban yang dilontarkan siswa.
Dan juga seyogyanya bagi guru untuk memerintah seorang murid dalam mempelajari
pelajaran yang mencocokinya.Sebagaimana keterangan yang akan datang Insya’ Allah,
dan dengan pengulangan pelajaran setelah selesai menjelaskan sesuatu antara
mereka (murid) dengan tujuan agar tetap pada hati mereka dan meresap padanya
kefahaman pelajaran. Kerena semua hal tersebut mendorong atas kesungguhan
pikiran dan pengokohan badan (jiwa) dalam pencarian yang haq (benar).
KE-ENAM
Meminta
terhadap santri untuk senantiasa mengulangi hafalannya dan menguji hafakannya
yang telah lalu seperti kaidah-kaidah yang dianggap sulit dan masalah-masalah
konteporer. Tidak lupa hendaknya sang guru senantiasa memberikan informasi yang
terkait dengan pokok-pokok bahasan atau dalil-dalil yang telah dipelajari.
Apabila diantara mereka memberikan jawaban benar dan tidak takut atau grogi
maka berterima kasilah dan pujilah dihadapan kawan-kawannya agar mereka
tergugah semangatnya untuk mencari tambahan.
Begitu
pula jika mereka beraspirasi dan tidak takut unjuk gigi dengan kemampuannya
yang minim itu maka berilah semangat dengan memberikan iming-iming cita-cita
yang tinggi atau kedudukan yang terkait dengan ilmu. Apalagi teguran itu bisa
membuatnya semangat dan akhirnya dia bisa berterimakasih.Hendaknya pula
mengulangi materi-meteri yang terkait bahasannya agar siswa faham.
KE-TUJUH
Apabila seorang murid melakukan sesuatu yang belum
waktunya dan menghawatirkan maka dinasehati dengan lemah lembut dan ingatkan
dengan hadits Nabi “sesungguhnya bagi tanaman itu taklah mengenal
bumi yang gersang dan tidak ada permukaan yang tetap.” Agar tetap
sabar dan semanagat. Apabila terkait indikasi yang membosankan atau indikasi
lain maka perintahlah untuk istirahat dan mengurangi aktivitas. Jangan
sekali-kali mengomando murid untuk mempelajari sesuatu yang dia belum cukup
kepandaiannya atau umurnya. Atau memberikan rekomendasi tulisan yang
mengacaukan fikirannya. Jika adaseseorang yang mengajak bermusyawarah kepadanya
baik dari segi kefahaman / hafalan dalam bacaan fak / buku-buku maka jangan
berkomentar sesuatu sehingga dia mencobanya dan mengetahuinya sendiri apabila
dia tidak mampu pada akhirnya, maka komentarilah dengan sederhana terkait
dengan bab yang dimaksud. Apabila dia sudah mampu memahami satu kitab dengan
baik maka pindahkan kekitab lain yang sesuai dengan kemampuannya, apabila belum
jangan dulu, itu semua karena memindahkan santri kepeda apa yang seharusnya dipindahkan
atau menambah semangatnya sedangkan menunjukkan kekurangannya mengurangi
semangatnya. Begitu pula tidaklah mungkin bagi santri terbagi pikirannya pada
dua fak pelajaran atau lebih apabila belum menghafalnya. Tetapi mendahulukan
yang terpenting secara berurutan. Apabila diketahui atau dianggap belum layak
pada satu bidang maka intrupsikan untuk meninggalkannya dan pindah kelainnya
yang bisa diharapkan kelayakannya.
KE-DELAPAN
Hendaklah
sang guru tidak menampakkan menonjolnya pelajar dihadapan kawan-kawan lainnya
dengan menunjukkan kasih akungnya perhatiannya padahal mereka sama sifat, umur
/ pengalaman ilmu agamanya kerana itu semua menyakitkan hati, akan tetapi jika
diantara mereka ada yang semangat dan bertatakramalah lebih sopan maka tampakkanlah
keseponanya dan terangkan kepada mereka bahwa dia memulyakannya karena sebab
itu maka tidak apa-apa.karena itu bisa menumbuhkan dan menimbulkan sifat
seperti itu begitu pula tidak boleh mendahulukan salah seorang murid dengan
giliran yang lain dan mengahirkan yang lainnya kecuali bila ada masalahnya bisa
menambah maslahah giliran itu, apabila bisa dimaklumi.
KE-SEMBILAN
Hendaklah
lemah lembut kepada para santri dan menyebutkan santri yang tidak hadir, dengan
penuh perhatian, mengetahui nama-nama mereka, nasab, asal dan mendoakan mereka
agar mereka senantiasa baik, mengawasi tingkah laku dan tatakramanya secara
dhohir ataupun yang batin, jika diantara mereka tampak sesuatu yang tidak layak
seperti melakukan sesuatu yang haram atau makruh, kerusakan, malas atau kurang
sopan baik kepada guru atau orang lain, ataupun banyak membicarakan sesuatu
yang tidak berfaidah, bergaul kepada seseorang yang tidak patut digauli maka
hendakmya sang guru mencegahnya dihadapan yang menyebabkan itu dengan
mengarahkannya dan tidak menyalahkannya. Apabila itu semua tidak dapat
menyelesaikan masalah maka diperingatkan secara rahasia (tertutup) atau
dihadapan dua orang tersebut. Namun apabila hal itu belum bisa
menyelesaikan maka dinasehati dengan agak keras berupa kata-kata yang lebih
merasuk dan menjelaskan dihadapan umum.dan apabila masih belum bisa, maka
diusir hingga jera dan mau kembali apabila jika dia sampai takut sebagian kawan
akrabnya yang akan memojokkannya.
KE-SEPULUH
Seorang
guru harus juga membiasakan mengucapkan salam berbicara yang baik, kasih akung,
tolong menolong, berbakti dan bertakwa. Semua itu sebagaimana peran agama
terhadap Allah, dan peran dunia tehadap hubungan manusia untuk menempurnakan
dua kehidupan itu.
KE-SEBELAS
Seorang
guru berusaha untuk senantiasa memperbaiki murid-murid, dengan perhatiannya,
membantunya dengan sekuat tenaga denangan orentasinya atau kemampuan hartanya
tampa terpaksa. Karena Allah SWT senantiasa akan menolong hamba selam hamba itu
mau menolong temannya. Dan barang siapa memenuhi kebutuhan kawannya, maka Allah
SWT pun akan memenuhi semua kebutuhannya. Barang siapa membantu orang yang
miskin, maka Allah akan memudahkan hisab / hitungannya dihari kiyamat, apalagi
menolong orang yang menunutut ilmu.
KE-DUA BELAS
Apabila
pelajar tidak masuk lebih dari biasanya maka hendaknya ditanyai keadannya
kepada kawan yang biasa bersamanya apabila tidak tahu maka mengutus kawannya
atau datangilah sendiri, karena itulah yang lebih utama.
Apabila
ternyata dia sakit maka hendaknya dia dijenguk, apabila dalam keadaan susah
maka membantunya, apabila akan berpergian, maka perhatikanlah siapa yang
menemaninya dan bertanya pada kawan itu dan menanyakan keperluannya dan
mengizinkannya dengan iringan do’a. ketahuilah bahwa santri yang sholeh akan
lebih disukai oleh ilmunya, oleh gurunya dunia akhirat. Dari pada orang kaya
dan kerabat-kerabatnya/famili-familinya. Oleh karena itu ulama’-ulama’ salaf
senantiasa bersungguh-sungguh mencari santri yang bagi manusia baik ketika
hidup atau matinya. Walaupun hanya satu murid tetapi ilmunya bermanfaat, dan
zuhud, perlakuannya baik dan tutur katanya baik, maka itu sudah cukup disis
Allah. Karena satu ilmutak dapat berpindah kesatu orang keorang lain kecuali
akan mendapatkan sebagaimana yang telah diterangkan oleh hadits shohih. Dari
Nabi SAW : apabila anak adam meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga
perkara yaitu shodaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang selalu
mendo’akannya. Ketiga pin diatas ada pada orang yang mengajarkan ilmu (guru).
Adapun shodaqoh, maka mempelajari ilmu adalah
termasuk shodaqoh, tidaklah kau lihat sabda Nabi SAW tatkala dalam musholla
sendirian “barang siapa bershodaqoh dengan ini (sholat) maka dia
akan mendapatkan fadilah jama’ah, dan orang yang mengamalkan ilmu akan mendapatkan
keutamaan ilmu, yang itu adalah lebih utama dari pada solat jama’ah, dan akan
mendapatkan keutamaan dunia dan akhirat”. Adapun ilmu yang
bermanfaat maka jelas karena guru, menebabkan semuanya itu kepada orang yang
mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Adapun do’a anak yang sholeh (do’a yang baik)
terbiasa diucapkan oleh orang yang ahli ilmu dan hadits senantiasa mendo’akan
kepada gurunya.
KE-TIGA
BELAS
Rendah
hati dihadapan muridnya dan setiap anak didiknya selam dia yang menegakakan
lagi, Allah dan mau menundukkan lambungnya dan lemah lembut. Allah berfirman
kepada nabinya rendahkanlah lambungmu kepada orang miskinyang mengikutimu, Nabi
juga bersabda sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku untuk senantiasa tawadhu’
tiada ketawaduan kecuali Allah yang mengangkatnya.
KE-EMPAT BELAS
Bertutur
kata kepada sitiap muridnya apalagi kepada murid senior dan memanggil dengan
nama yang baik dan mengucapkan salam dan saran apabila bertemu dengannya dan
memuliyakannya ketika mereka bertamu dan bertanya dengan lemah lembut tentang
keadaannya dan orang-orang tentang dekat dengannya setelah menjawab salam,
menemuinya dengan muka berseri-seri bahagia ramah dan penuh kasih akung dan
melebihkan hal itu terhadap murid yang diharapkan kebahagiaannya. Itu semua
dipahami dari wasiat Rosulullah SAW bersabda bahwa manusia mengikuti engkau
sekalian dan banyak orang mendatangiku dari semua penjuru untuk mempelajari
agama kita mereka mendatangiku maka titiplah pesan kepada mereka untuk
senantiasa berbuat baik.
BAB VIII
Menerangkan tentang tatakrama
seorang pelajar dengan buku-buku sebagai alatnya ilmu dan yang berhubungan
dengan cara-cara memperolehnya.
Tatakrama
tentang penulisan buku, yang memuat lima macam tatakrama.
PERTAMA
Seyogyanya
bagi pelajar (pelajar) berusaha dalam memperoleh buku-buku yang dibutuhkannya,
apabila memungkinkan dengan cara membeli dan apabila tidak maka dengan cara
menyewa atau meminjam karena itu semua merupakan salah satu alat dalam
menghasilkan ilmu pengetahuan, janganlah menganggap bahwa menghasilkan
buku-buku tersebut dan juga karena banyaknya koleksi-koleksi buku itu sebagian
dari ilmu dan mengumpulkannya akan menambah kepahaman. Sebagaimana yang telah
dilakukan oleh kebanyakan pelajar pada masa ini.
Sungguh
indah lantunan syair sebagian orang arab :
¨ Apabila engkau bukan seorang hafal atau
faham, maka koleksi buku-buku engkau tak ada manfaatnya.
¨ Apakah engkau akan berkata dengan orang
bodoh disuatu forum?, sementara ilmu-mu hanya tersimpan rapi di rumah.
Dan jika
memungkinkan dalam memperolehnya dengan cara membeli maka tek perlu repot-repot
menyalinnya. Dan tidak sebaiknya menyibukkan diri sendiri dengan menyalin
buku-buku tersebut kecuali hanya karena ada sesuatu yang menyebabkan kesulitan
dalam memperolehnya, juga karena tidak adanya financial dan upah untuk
menyalinnya.
Dan
janganlah hanya memperhatikan dalam bersungguh-sungguh memperbaiki khod
(tulisan) kitab tersebut. Dan juga janganlah meminjam bila memungkinkan untuk
membeli atau menyewanya.
KE-DUA
Bagaimana
meminjamkan buku kepada orang yang tidak menyebabkan buku tersebut rusak dalam
pinjaman tersebut dari orang yang membahayakan, dan sebaiknya bagi orang yang
dipinjami berterimakasih kepada orang yang meminjami tersebut. Dan tidak boleh
memperlama jangka pinjaman itu dari pada orang yang dipinjami, selain ada
kebutuhan bahkan mengembalikannya dengan cepat-cepat apabila peminjam
memerlukannya. Dan tidak boleh memperbaiki sesuatu apapun dari kitab tersebut
tampa izin pemiliknya dan mengoreksinya.
Dan tak
boleh menulis sesuatu apapun pada lembaran putih (kosong) dipermulaan buku dan
juga tak boleh pada akhiran kitab.kecuali jika pemiliknya merelakannya. Dan tak
boleh mencoret-coretnya dengan tinta hitam dan juga tak boleh meminjamkan pada
orang lain. Dan tak boleh menitipkannya pada orang lain kecuali pada saat
dhorurot (terpaksa). Dan tak boleh menyalinnya tampa seizin pemiliknya.jika
pemiliknya mengizinkannya untuk menyalinnya, maka menyalinnya tersebut pada
kertas didalam buku tersebut atau diatas buku tersebut. Dan tak boleh
meletakkan tempat tinta diatas buku tersebut.
KE-TIGA
Jika kita
menyalin dari buku tersebut atau muthola’ah (membaca ulang) maka janganlah
meletakkan dalam tanah dalam keadaan terbentang (terbuka). Tapi meletakkannya
antara dua buku atau antara dua sesuatu atau juga pada rak-rak buku yang telah
diketahui (untuk umum keberadaannya). Dengan tujuan agar tidak terputus
jilidannya (bentuknya) dengan cepat. Dan jika meletakkannya pada tempat
berjajar dirak-rak buku, maka jangan pada atas atau dibawahnya terdapat kayu
atau sesuatu yang lain yang sama. Dan jangan meletakkannya pada tanah agar
tidak menjadi lembab atau basah. Dan jika meletakkannya pada kayu atau yang
lainnya maka penempatannya diatas atau bawahnya terdapat sesuatu yang dapat
membenturinya pada tembok atau yang lain.
Dan
menjaga cara meletakkannya dengan menimbang (memulyakan) ilmu pengetahuan,
derajat kemulyaan atau pengarangnya serta keagungannya, maka meletakkannya
lebih mulya dari semuanya, kemudian menjaga tempatnya, apabila terdapat mushaf
(Al-qur’an) menjadikannya paling mulya atas semuanya.
Dan yang
paling utama menjadikan tempatnya secara tergantung (diatas) yang mempunyai
tali (pengikat) pada paku dan senantiasa membersihkannya pada permukaan
tempatnya. Kemudian setelah Al-Qur’an buku hadist yang mulya, kemudian tafsir
Al-Qur’an, tafsir hadits, usuluddin, usul fiqih, nahwu, shorof, syair-syair
arab, arudh.
Dan
sebaiknya menulis nama buku tersebut pada buku tersebut disamping akhir lampiran
dari bawah. Dan menjadikan awal-awal huruf terjemah ini pada penggir kitab yang
didalamnya terdapat lafadz basmalah. Dan adapu faedah terjemah nama kitab
tersebut adalah memudahkan untuk mengetahui buku dan juga mempermudahkan
mengeluarkannya dari antara buku-buku.
Dan
apabila meletakkan buku jangan menjadikannya pada pinggir yang dari arah
basmalah dan pada permulaan kitab adalah atas.dan juga meletakkanya pada
sesuatu yang terputus yang besar diatas sesuatu yang terputus yang kecil.
Dan
jangan menjadikan (tempat) almari buku digudang atau ditempat yang lain seperti
gudang. Dan juga menjadikannya sebagai bantal atau kipas. Dan jangan
membatasinya dengan tongkat (kayu) atau sesuatu yang kering (keras) tetapi
harus dengan kertas dan jangan melipat pada pinggirnya (pojoknya) lembaran atau
melipatnya pada dua sisinya.
KE-EMPAT
Apabila
meminjam sebuah buku atau membelinya maka telitilah dahulu pada awalnya,
akhirnya, dan tengahnya dan urut-urutannya pada setiap babnya dan halaman atau
lembarnya.
KE-LIMA
Apabila
menyalin sesuatu berupa ilmu pengetahuan syari’at maka sebaiknya dalam keadaan
suci dan menghadap kiblat. Suci badan dan pakaiannya dan juga dengan tinta yang
suci. Dan memulainya (menulis) dengan tulisan basmalah. Dan apabila dalam buku
dimulai dengan sambutan yang memmmuat pujian kepada Allah SWT. Dan sholawat
Nabi SAW.penulisan semua itu setelah basmalah. Dan demikian juga pada akhir
kitab dan setiap akhir dari bagian buku dan setelah menulis sesuatu pada akhir
bagian pertama (juz 1) atau bagian kedua seumpamanya, menulisnya kemudian
membacanya. Demikian juga apabila buku belum lengkap penulisannya. Kemudian
menulisnya apabila telah lengkap (sempurna), maka sempurnakanlah buku fulan
(buku ini). Dan didalam itu terdapat faidah-faidah yang banyak. Dan dimakruhkan
pada contoh kalimat Abdullah atau Abdurrohman ibn fulan dan setiap nama yang
dimudofkan (disandarkan) pada lafadz Allah dan kata ibn fulan pada awalnya
akhir. Tetapi sebagian ulama’ mewajibkan menjahui hal-hal tersebut.
Dan juga
dimakruhkan pada penulisan Rosulullah, apabila ditulis dengan lafadz Rosul awal
dan lafadz Allah pada akhir pada awalnyalafadz Rosul. Demikian juga semua
sesuatu yang sama seperti itu dan sesuatu yang penting (sesuatu yang disangka)
jelek/buruk seperti bisa menulis pembunuh dari pembunuh ibn sofiyah dineraka
pada akhir baris dan ibn sofi’yah finnari (dineraka) pada awalnya atau menulis
(faqoola
) dari
(qouluhu ) di
hadist (syaribul
khomri
) maka menulisnya (faqoola umar akhor
).
Dan tidak
dimakruhkan memisah 2 idhofah apabila tidak terdapat contoh seperti tersebut.
Seperti (subhanallah
) tetapi mengumpulkannya pada permulaan baris. Dan ketika dalam penulisan nama
Allah SWT haruslah mengikuti setelahnya dengan pengagungan seperti
(ta’ala
) atau (subhanahu
)dan
(wata’ala
) atau (azza wajalla
) atau (tabaro’ wa ta’ala
) atau (jalla
dzikruhu
) atau (tabaro’ka
ismuhu
) atau (kholaqo
izmati
) atau yang sesamanya. Dan ketika menulis nama Nabi SAW maka menulis setelah
lafadz tersebut dengan (assolatu was salaamu
alaihi
) karena telah berlaku kebiasaan ulama’ salaf dan khalaf penulisan (SAW)
tersebut.karena seakan-akan hal tersebut mencocoki firman Allah SWT (solluu
alaihi wa sallimuu tasliiman
) .
Dan tidak
boleh meringkas sholawat dalam hal penulisannya walaupun sholawat tersebut
tertulis secara berulang kali, seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang
yang dihalangi dari kalimat Allah maka mereka menulisnya dengan (
) atau
( ) maka semuanya
itu tak layak dengan haq (SAW). Dan apabila berlaku dengan penyebutan nama para
sahabat maka menulisnya dengan
(
) apabila itu merupakan anak sahabat tersebut, maka menulisnya dengan
(
).
Dan
apabila berlaku dalam penulisannya nama dari salah satu ulama’ salaf yang
terpilih dan para ulama’ yang mulia maka cara mengerjakan menulisnya seperti
hal tersebut diatas, dengan cara menulisnya
(
) dan apalagi bagi para imam-imam / pemimpin-pemimpin yang agung dan para
penunjuk agama islam.
Cara
penulisan semua itu apabila penulisan tersebut belum terdapat (belum tertulis)
tulisannya pada awal mula yang dipindah dari asal tersebut, kerena sesungguhnya
semua ini bukanlah suatu riwayat tetapi merupakan sebuah do’a. dan seyogyanya
bagi pembaca untuk untuk membacanya setiap sesuatu yang telah disebutkan
walaupun sesuatu itu belum disebutkan diasal mula yang terbaca dari buku
tersebut. Dan janganlah bosan untuk mengulang-ulang karena sesungguhnya pada
semua ini terdapat kebaikan yang besar dan keutamaan yang besar pula.
Sempurnalah
kitab yang diberinama “Adabul ‘Alimu Wal Muta’alim” dan bertepatan dengan
penyelesaiannya dan pengumpulannya pada saat pagi hari, hari ahad pada tanggal
22 jumadil at-tsani tahun 1343 H. tuannya para utusan, tuan kita Muhammad SAW,
bagi para keluarga dan syahabat semuanya dan pujian semata-mata hanya bagi
Allah SWT yang menuhani seluruh jagat raya dan Allah maha suci dan Agung lebih
tahu yang benar, dan hanya kepadanya tempat pulang dan kembali.
0 komentar:
Posting Komentar