Pages

Subscribe:
..:: "Welcome to La takhaf wala tahzan, thanks you for visit and don't forget to give your comment in this website " ::..
  • Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) dan harta terhukum. Harta itu kurang apabila dibelanjakan tapi ilmu bertambah bila dibelanjakan
  • Nilai seseorang sesuai dengan kadar tekadnya, ketulusannya sesuai dengan kadar kemanusiaannya, keberaniannya sesuai dengan kadar penolakannya terhadap perbuatan jahat dan kesucian hati nuraninya sesuai dengan kadar kepekaannya terhadap kehormatan dirinya
  • Ketahuilah bahwa sabar, jika dipandang dalam permasalahan seseorang adalah ibarat kepala dari suatu tubuh. Jika kepalanya hilang maka keseluruhan tubuh itu akan membusuk. Sama halnya, jika kesabaran hilang, maka seluruh permasalahan akan rusak.
  • Selemah-lemah manusia ialah orang yg tak boleh mencari sahabat dan orang yang lebih lemah dari itu ialah orang yg mensia-siakan sahabat yg telah dicari
  • Orang yang tidak menguasai matanya, hatinya tidak ada harganya
  • Orang-orang yang suka berkata jujur mendapatkan tiga hal, kepercayaan, cinta, dan rasa hormat

Jumat, 27 September 2013

Adabul Alim wal Muta’allim



Muqaddimah
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan atas junjungan kita Muhammad SAW; utusan yang paling mulia diantara para utusan Allah, dan sekaligus sebagai nabi penutup akhir zaman, juga atas para keluarganya yang bagus, dan para sahabat beliau yang suci. Amin…
Ammaa Ba’du, telah diriwayatkan dari siti ‘Aisyah r.a. dari Rasululloah  SAW beliau bersabda “Kewajiban anak terhadap orang tuanya adalah memberikan anaknya nama-nama yang bagus, memberikan air susu (menyusui) yang bagus kepada anaknya, dan memberikan didikan budi pekerti yang baik kepada anaknya”.
Diriwayatkan dari Ibnu Sirin ra., ia berkata: “Para sahabat dan para tabi’in mereka semua mempelajari petunjuk, sebagaimana mereka mempelajari ilmu pengetahuan”.
Diriwayatkan dari Hasan Al Bashri ra.Ia berkata: “Bahwasanya ada seorang lelaki keluar dari tempat tinggalnya untuk mendidik jiwanya dalam beberapa tahun.
Diriwayatkan dari Sufyan bin ‘Uyainah ra. bahwasanya Rasulullah itu merupakan timbangan yang agung. Pada pribadi beliau ditampakkan beberapa hal yang pantas dicontoh;budi pekerti, tindak-tanduk dan petunjuk-petunjuknya.Adapun segala perilaku yang sesuai dengan kepribadian beliau, maka hal itu dianggap benar, sedangkan yang tidak sesuai dengan prilaku beliau, maka dianggap salah.
Diriwayatkan dari Habib Al-Syahid, ia berkata kepada putranya: “Bertemanlah engkau dengan orang-orang yang ahli fiqh (orang yang sangat paham dalam bidang agama: penj), pelajarilah budi pekerti dari mereka, karena hal itu lebih aku cintai dari pada engkau banyak mempelajari ilmu hadits”.
Ruwaim berkata: “Wahai anakku! Jadikanlah ilmumu ibarat garam (yang tersebar dilautan) dan jadikanlah budi pekertimu ibarat (tepung yang berterbangan didaratan)”.
Imam Ibnu Al Mubarak  ra. Berkata: “Kami lebih membutuhkan budi pekerti yang sedikit daripada yang banyak”.
Imam Syafi’i suatu ketika pernah ditanya: “Bagaimana pengakuanmu terhadap budi pekerti?. Beliau menjawab: “Aku mendengarkan perhuruf darinya, sehingga semua anggota tubuhku menjadi senang, sesungguhnya seluruh anggota tubuhku mempunyai pendengaran yang bisa menikmatinya. Kemudian beliau ditanya lagi, bagaimana cara engkau mencari budi pekerti itu?”.Beliau menjawab:”Aku mencarinya ibarat orang perempuan yang kehilangan anaknya, kemudiania mencarinya.Sementara ia tidak mempunyai orang lain selain anak itu.
Sebagian ulama berpendapat bahwa tauhid itu mengharuskan adanya suatu keimanan. Barangsiapa yang tidak beriman, maka berarti ia tidak bertauhid.Iman juga mengharuskan adanya syari’at.Barang siapa yang tidak bersyari’at, maka berarti ia tidak beriman dan juga tidak bertauhid.Syari’at juga mengharuskan adanya budi pekerti budi pekerti.Barang siapa yang tidak mempunyai budi pekerti, maka ia tidak bersyari’at, tidak beriman dan tidak bertauhid (kepada Allah SWT).
Apa yang telah disampaikan oleh para Nabi dan para ‘ulama’ semuanya merupakan ketentuan   yang sangat jelas,kata–kata yang dikuatkan dengan nur ilham yang mampu menerangkan tentang betapa luhurnya kedudukan budi pekerti, juga menjelaskan bahwa semua perbuatan yang bersifat keagamaan, baik yang bersifat bathiniyah maupun lahiriyah, baik ucapanmaupun perbuatan, hal itu tidak akan dianggap sebagai amal, kecuali apabila perbuatan tersebut dibarengi dengan budi pekertiyang baik,sifat-sifat yang terpuji dan akhlaq yang mulia.Karena menghiasi amal perbuatan dengan budi pekerti yang baik diwaktu sekarang itu merupakan tanda diterimannya amaldi saat nanti.Di samping itu juga,budi pekerti yang baik sebagaimana dibutuhkan oleh pelajar (santri) ketika iabelajar, seorang guru juga membutuhkannya ketika sedang dalam proses belajar mengajar.
Ketika derajat akhlaq sudah mencapai pada tingkatan ini, sementara ketentuan kreteria akhlaq secara detail belumlah jelas, maka apa yang aku lihat, yaknikebutuhan para pelajar akan budi pekerti dan susahnya mengulang-ulang untuk mengingatkan kesalahan akhlaq mereka, telah mendorong aku untuk mengumpulkan risalah ini sebagai pengingat pribadiku sendiri khususnya dan umumnya orang-orang yang memiliki wawasan dangkal. Kemudian aku beri nama risalah ini dengan nama “Adab al Alim Wa al Muta’allim”, semoga dengan risalah ini, Allah memberikan manfaat dalam kehidupan ini dan setelah mati nanti. Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang menguasai segala kebaikan.






BAB 1
Kutamaan Ilmu Dan Ulama Serta Keutamaan Proses Belajar Dan Mengajar
Allah berfirman:
يرفع الله الذين أمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات
“ Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara engkau dan orang –orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat “ (Q.S. Al-Mujadalah : 10).
Artinya Allah akan mengangkat derajat para ‘ulama (orang yang ahli dalam bidang keilmuan), sebab mereka sanggup memadukanantara ilmu pengetahuan dan pengamalannya
Ibnu Abbas telah berkata ra.: “Derajat ulama’ itu jauh diatas orang mukmin dengan selisih tujuh ratus derajat, sedangkan jarak antara dua derajat kira-kira perjalanan lima ratus tahun”.
Allah berfirman:
شهد الله أنه لا إله إلا هو و الملائكة وأولو العلم …الاية
Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah memulai firmannya dengan menyebutDzatnya sendiri, kedua kalinya menyebut malaikat dan ketiga kalinya menyebutorang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan.                         
Cukuplah bagimu berpegang teguh pada ketiga hal ini untuk memperoleh untuk memperoleh kemulyaan, keutamaan dan keagungan.
Allah berfirman:
إنما يخشى الله من عباده العلماء
“ sesungguhnya dari hamba-hamba Allah yang takut kepada Allah adalah para ‘ulama”.(Q. S. Al-Fathir : 28)
Dan Allah juga berfirman:
- إن الذبن أمنوا وعملوا الصالحات أولئك هم خير البرية  
- جزاؤهم عند ربهم جنات عدن تجري من تحتهاالانهار خالدين فيها أبدا رضي الله عنهم ورضوا عنه ذالك لمن خشي ربه
7. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baiknya makhluq“.
8.“Balasan mereka disisi Tuhan mereka adalah surga and yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhanya” ( Q.S. Al Bayyinah:7-8 ).
Dua ayat diatas menetapkan bahwa para ulama’ adalah orang-orang merasa takut kepada Allah.Orang yang merasa takut kepada Allah adalah termasuk sebaik-baik makhluq. Dengan demikian dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa mereka adalah sebaik-baik makhluq.
Rasulullah bersabda:
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Barang siapa yang dikehendaki baik oileh Allah , maka allahakan memberikan kefahaman terhadap ilmu fiqh” .
Rasulullah  juga bersabda:
ألعلماء ورثة الأنبياء , وحسبك بهذه الدرجات مجدا وفخرا وبهذه الرتبة شرفا وذكرا, وإذا كان لا رتبة فوق النبوة فلا شرف فوق شرف الوراثة لتلك الرتبة 

”‘Ulama’ adalah pewaris para Nabi, cukuplah bagimu dengan derajat ini untuk memperoleh sebuah keagunaan dan kebanggaan diri.Dan (cukuplah bagimu) dengan tingkatan ini untuk memperoleh kemuliaan dan panggilan yang agung. Ketika sudah tidak ada lagi tingkatan di atas tingkat kenabian, maka tidak ada satupun kemuliaan yang melebihi kemuliaan warisantingkatan tersebu”t.
Ujung dari sebuah ilmu adalah pengamalan, karena pengamalanitu adalah buah dari ilmu itu sendiri, fungsi dari pada umur dan bekal untuk akherat nanti.
Barang siapa yang memperoleh ilmu, maka ia akan bahagia.Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka ia termasuk golongan orang–orang yang merugi.
Suatu ketika di samping Rasulullah disebutkan ada dua orang laki-laki, yang pertama adalah orang yang ahli ibadah dan yang kedua adalah orang yang ahli ilmu. Kemudian Rasulullah berkata: “Keutamaan orang yang berilmu dibandingkan dengan orang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaanku melebihi kalian semua”.
Rasulullah SAW bersabda :
طلب  العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة,و طالب  العلم يستغفر له كل شيء حتى الحوت في البحر
“Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam laki-laki danperempuan.Orang yang mencari ilmu itu akan dimintakan ampun oleh setiap sesuatu yang ada dimuka bumi ini sampai ikan-ikan yang berada di lautan”.
 Rasulullah SAW bersabda:
من غدا لطلب العلم صلت عليه الملائكة وبورك له في معيشته
“Barang siapa berangkat pergi di pagi hari dengan tujuan mencari ilmu, maka para malaikat akan mendo’akannya dan diberkahi kehidupannya“.
Rasulullah SAW bersabda:
من غدا إلى المسجد لا يريد إلا أن يتعلم خيرا أو يعلمه كان له كاجر حج تام

 “Barang siapa yang berangkat pergi di pagi hari untuk kemasjid, sementara dia tidak menghendaki sesuatu kecuali untuk mempelajari kebaikan atau untuk mengajarkan kebaikan, maka berhak memperoleh pahala seperti pahalanya orang yang melakukan ibadah haji secara sempurna”.
Rasulullah SAW bersabda:
ألعالم وا لمتعلم كهذه من هذه وجمع بين المسبحة والتي تليها شريكان في الاجر ولا خير في سائر الناس بعد

“Orang yang mengajarkan ilmu pengetahuan dan orang yang mempelajarinya seperti ini dari ini.Nabi mengumpulkan antara dua jari telunjuk, jari yang berdampingan merupakan dua jari yang saling bersekutu dalam hal kebaikan, dan tidak ada satupun kebaikan di kalangan seluruh manusia setelah proses belajar dan mengajar.
Rasulullah S.A.W bersabda :
أغدعالما أومتعلما أو مستمعا أو محبا لذلك ولا تكن الخامس فتهلك
“Jadilah engkaupengajar atau pelajar atau pendengar atau pecinta terhadap ilmu pengetahuan.Dan janganlah engkaujadi orang kelima, karena hal itulah engkau akan binasa.
Rasulullah SAW bersabda :
تعلمواالعلم وعلموه الناس
“Pelajarilah ilmu pengetahuan dan amalkanlah  ilmu itu kepada manusia lainnya”.
Rasulullah SAW bersabda:
إذا رأيتم رياض الجنة فارتعوا فقيل يا رسول الله وما رياض الجنة, حلق الذكر

 “Apabila kalian semua melihat taman-taman surga, maka tempatilah!.Kemudian dikatakan, “WahaiRasulullah? apa yang dimaksud dengan taman surga itu?”.Beliau menjawab: “Taman surga  itu adalah taman yang digunakan untuk diskusi atau pertukaran ilmu”.
Imam Atha’ berkata: “Yang dimaksud taman surga itu adalah majlis-majlis yang digunakan untuk membahas masalah halal dan haram; bagaimana cara engkau melakukan jual beli, bagaimana cara engkau melakukan shalat, bagaimana cara engkau mengeluarkan zakat, bagaimana cara engkau melakukan ibadah haji yang sempurna, bagaimana cara engkau melakukan pernikahan, bagaimana cara engkau mencerai isteri dan lain sebagainya”.
 Rasulullah SAW bersabda:
تعلموا  العلم واعلمول به
 “Pelajarilah ilmu pengetahuan dan amalkanlah ilmu itu”.
Rasulullah SAW bersabda:
تعلموا  العلم وكونوا من أهله
“Pelajarilah ilmu pengetahuan dan jadilah kalian sebagai ahlinya “.
Rasulullah SAW bersabda:

يوزن يوم القيامة مداد العلماء ودم الشهداء
 “Pada hari kiamat nanti akan ditimbang tinta-tinta (karya-karya) para ulama’ dan darah orang yang mati syahid”
Rasulullah SAW bersabda:
ما عبد الله بشيء أفضل من فقه في الدين , ولفقيه واحد أشد على الشيطان من ألف عابد

 “Allah tidak akan disembah dengan sesuatu yang lebih utama dari pada faham dalam ilmu fiqih (agama), karena sesungguhnya satu orang yang ahli dalam bidang ilmu fiqh itu lebih berat bagi setan dari pada seribu orang yang ahli ibadah (tanpa ilmu fiqh)“.
Rasulullah SAW bersabda:
يشفع  يوم القيامة ثلاثة  الأنبياء ثم العلماء  ثم لشهداء

 “Ada tiga orang yang berhak memberikan syafa’at kepada orang lain nanti pada hari kiamat, yaitu: para nabi, para ulama dan para syuhada”.
Dan diriwayatkan, bahwa para ulama’ nanti pada hari kiamat berdiri diatas mimbar yang terbuat dari cahaya (nur)”.
Imam Al Qadli Husain mencuplik (sebuah hadits) dalam permulaan catatan kakinya, sesungguhnya Rasulullah telah bersabda: “Barang siapa yang mencintai ilmu dan para ulama’, maka semua kesalahanya tidak akan ditulis selama hidupnya”.
Ia juga mengatakan, telah diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda:
من صلى خلف عالم فكأنما صلى خلف نبي, فمن صلى خلف نبي فقد غفر له
“Barang siapa yang melakukan shalat dibelakang orang alim, maka seakan-akan ia melakukan shalat dibelakang Nabi.Dan barang siapa yang melakukan shalat dibelakang Nabi, maka dosa-dosanya diampuni oleh Allah”.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abi Dzar ra, disebutkan bahwa menghadiri tempat-tempat yang digunakan untuk diskusi ilmiah itu lebih utama dari pada melakukan shalat seribu rakaat (tanpa ilmu), menyaksikan seribu jenazah dan menjenguk seribu orang sakit.
Umar Ibn Al Khattab ra. telah berkata: “Bahwa seorang laki-laki tentunya akan keluar dari rumahnya,sementara dia mempunyai banyak dosa yang menyamai besarnya gunung Tihamah.Ketika ia mendengar orang alim, maka ia merasa takut dan ia kemudian bertaubat dari perbuatan dosanya, kemudian ia kembali ke rumahnya dalam keadaan besih dari dosa, oleh karena itu janganlah kalian berpisah dari tempat–tempat para ulama’, karena sesungguhnya Allah menciptakan sejengkal tanahpun di muka bumi ini yang lebih mulia dibandingkan dengan tempat yang digunakan diskusi para alim ulama.
Imam Al Syarmasahy Al Maliki mencuplik sebuah hadits dalam pengantar kitabnya “Nazdm Al Dlurar”:”Diriwayatkan dari nabi SAW, beliau bersabda: “Barang siapa yang mengagungkan orang alim, maka sesungguhnya ia telah mengagungkan Allah SWT, dan barang siapa yang telah meremehkan orang alim, maka  berarti ia telah meremehkan Allah dan RasulNya.
Sahabat Ali Karramhullah wajhah telah berkata: “Cukuplah dengan ilmu kemulyaan dapat diperoleh, walaupun yang mengakui seseorang yang tidak pernah melaksanaknnya. Dan cukuplah dengan kebodohan kehinaan itu diperoleh, walaupun seseorang berusaha membebaskan diri dari kebodohan itu”. Kemudian beliau menyanyikan sebuah lagu:
Cukuplah kemuliaan diperoleh dengan ilmuwalaupun yang mengakui (hanyalah) orang bodoh#
Dan ia akan gembira jika suatu saat di nisbatkan paada ilmu.
Dan cukuplah kehinaan diperoleh dengan kebodohan, tetapi aku #
Dijaga bila aku dinisbatkan kepadanya. Dan aku akan marah
Ibnu Al Zubair pernah berkata: “Bahwasanya Abu Bakar pernah mengirimkan surat kepadaku, ketika itu aku sedang berada di Iraq. Isi dari surat tersebut adalah sebagai berikut: “Wahai anakku bergegang teguhlah pada ilmu pengetahuan, karena ketika engkau menjadi orang miskin maka ilmu itu akan menjadi harta, dan ketika engkau menjadi orang kaya, maka ilmu itu akan menjadi perhiasan”.
Wahb bin Munabbah berkata: “Sesuatu yang diperoleh dari ilmu itu bermacam-macam;
  1. Kemuliaan, walaupun orang yang memilikinya itu orang yang rendahan.
  2. Keluhuran derajat, walaupun ia diremehkan.
  3. Dekat (di hati ummat), walaupun ia berada di daerah jauh.
  4. Kekayaan, walaupun ia miskin harta.
  5. Kewibawaan, walaupun ia orang yang rendah diri.
Kemudian ia menyanyikan sebuah lagu dalam memaknainya:
Ilmu itu akan mengantarkan suatu kaum pada puncak kemulyaan #
Orang yang mempunyai lmu itu akan terjaga dari kerusakan.
Hai orang yang mempunyai ilmu bersahajalah!, janganlan engkau mengotorinya #
Dengan perbuatan-perbuatan  yang merusak,karena tidak ada pengganti terhadap sebuah ilmu.
Ilmu itu mengangkat sebuah rumahyang  tak bertiang #
Bodoh itu merobohkan sebuah rumah keluhuran dan kemulyaan.
Abu Muslim Al Khaulani ra. berkata: “Para ulama’ dibumi itu seperti bintang-gemintang yang bergelantungan di atas langit.Jika bintang-gemintang itu tampak bagi manusia, maka mereka mendapatkan petunjuk karenanya.Tetapi jika bintang-gemintang itu tampak suram, maka mereka kebingungan karenanya.
Kemudian  ia menyaikan sebuah syair lagu dalam memaknainya:
Tempuhlah ilmu di manapun ilmu itu berada #
Dari ilmu,  bukalah setiap orang yang mempunyai pemahaman terhadap ilmu
Ilmu berguna untuk menerangi hati dari kebutaan #
Dan menolong agama, di mana perintah menolong adalah kewajiban.
Pergaulilah para periwayat ilmu, dan temanilah para pilihan mereka #
Maka, persahabatan dengan mereka adalah sebuah hiasan, dan bercampur dengan mereka     adalah sebuah keberuntungan.
Janganlah engkau palingkan kedua pandanganmu dari mereka, sesungguhnya mereka #
Ibarat bintang-gemintang  yang menjadi petunjuk, bila satu bintang hilang, maka muncul bintang yang lain.
Demi Allah, seandainya ilmu tidak ada, niscaya hidayah tak akan tampak #
Dan tak tampak pula tanda-tanda perkara yang ghaib
Ka’ab Al Akhbar berkata: “Seandainya pahala tempat diskusi tampak pada manusia, niscaya mereka akan saling membunuh berebut pahala, sehingga para pemimpin meninggalkan pemerintahannya dan  para Bos pasar akan meninggalkan pasarnya.
Sebagian ulama’ salaf berkata: “Sebaik-baik pemberian adalah akal, sedangkan sejelek-jelek musibah adalah kebodohan.
Sebagian ulama’ salaf yang lain juga berkata: “Ilmu itu sebagai pengaman dari tipu daya setan,juga sebagai benteng dari tipu daya orang yang dengki dan sebagai petunjuk akal”.
Kemudian ia menyanyikan sebuah syair lagu tentang maknanya:
Alangkah bagusnya akal dan alangkah terpujinya orang yang berakal#
Alangkah jeleknya kebodohan dan alangkah tercelanya orang bodoh.
Tak ada ucapan seseorang yang pantas dalam suatu perdebatan #
Kebodohan itulah yang akan merusaknya pada hari nanti ketika ia  ditanya.
Ilmu adalah sesuatu yang paling mulia yang diperoleh seseorang #
Orang yang tidak berilmu , maka ia bukanlah laki-laki.
Wahai saudara kecilku ! Pelajarilah ilmu dan amalkanlah #
Ilmu itu merupakan sebuah perhiasan bagi orang yang benar-benartelah  mengamalkannya.
Diriwayatkan dari Muadz Bin Jabal ra. ia berkata: “Pelajarilah ilmu pengetahuan, karena mempelajarinya adalah suatu kebajikan, mencarinya adalah suatu ibadah, mendiskusikannya adalah tasbih, membahasnya adalah jihad, menyerahkannya adalah upaya pendekatan diri kepada Allah SWT dan mengajarkannya kepada orang yang tidak berilmu adalah shadaqah.
Fuzdail bin ‘Iyadl ra. telah berkata: “Orang yang alim yang mengajarkan ilmunya kepada orang lain, maka ia akan diundang dikerajaan langit sebagai orang besar”.
Sufyan bin ‘Uyainah telah berkata: “Kedudukan manusia yang paling tinggi disisi Allah adalah orang yang berada di antara Allah dan di antara hamba-hambaNya.Mereka itulah para nabi dan para ulama’”.
Ia juga mengakatan: “Di dunia ini seseorang tidak akan diberi sesuatu yang lebih utama dari pada derajat kenabian dan tidak ada sesuatupun setelah derajat kenabian yang lebih utama dari pada ilmu pengetahuan dan ilmu fiqh”. Kemudian ia ditanya:”Dari siapa perkataan ini?”.Ia menjawab:”Dari seluruhpara ahli fiqh”.
Imam Al Syafi’i ra. telah berkata: “Seandainya para ahli fiqh yang selalu mengamalkan ilmunyabukan sebagai kekasih Allah, niscaya Allah tidak akan mempunyai seorang wali”.
Ibnu al Mubarak ra. berkata:”Seseorang itu masih dianggap pandai selama ia mencari ilmu. Apabila ada seseorang menganggap bahwa dirinya pandai, maka ia benar-benar telah bodoh”.
Imam Waqi’ berkata: “Seorang laki-laki tidak akan dikatakan orang alim, sehingga ia mau mendengarkan orang yang lebih tua, mau mendengar orang yang sebanding dengannya, dan mau mendengar orang yang lebih muda darinya.
Sufyan Al Tsauri berkata : “Keajaiban-keajaiban itu merata ada dimana-mana.Pada akhir zaman seperti sekarang ini lebih merata lagi, bencana yang menimpa manusia banyak.Sedangkan musibah masalah keagamaan sekarang ini lebih banyak lagi. Bencana-bencana itu merupakan peristiwa yang besar, namun kematian para ‘ulama merupakan peristiwa yang lebih besar. Sesungguhnya hidup orang alim itu adalah rahmat bagi umat, sedangkan kematiannya agama Islam menyebabkan suatu cacat”.
Dalamkitab Shahih Al Bukhari dan Al Muslim ad sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah Ibn Amr Ibn al ‘Ash ra. ia berkata: “Aku mendengar dari Rasulullah, beliau besabda: “Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan cara mencabut ilmu tersebut dari manusia, akan tetapi Allah mencabut ilmu dari muka bumiini dengan cara mencabut nyawa orang-orang yang para ulama’, sehingga jika seorang alim sudah tak tersisa, masyarakat mengangkat para pemimpin yang bodoh. Maka ditanyalah pemimpin-pemimpin itu(tentang masalah keagamaan), kemudian mereka memberikan fatwa tanpa berlandaskan ilmu pengetahuan, sehingga mereka menjadi sesat dan menyesatkan orang lain”.
FASHAL
Semua hal yang telah disebutkan diatas; yakni keutamaan ilmu dan  orang yang memiliki ilmu, hanyalah hak ulama yang mengamalkan ilmunya, berkepribadian baik dan bertakwa yang bertujuan untuk memperoleh keridhaan Allah SWT, dekat dihadapanNyadenganmendapatkan surga yang penuh dengan kenikmatan.Bukanlah orangyang ilmunya dimaksudan untuk tujuan-tujuan duniawi, yakni jabatan, harta benda atau berlomba-lomba memperbanyak pengikut.
Telah diriwayatkan dari Nabi SAW: “Barang siapa mencari ilmu untuk menjatuhkan para ulama’, atau berdebat dengan para ahli fiqh atau bertujuan untuk memalingkan pandangan manusia, maka Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka” (H.R. Al Turmudzi ).
Dan diriwayatkan dari Nabi SAW: “Barang siapa mempelajari ilmu yang seharusnya dicari hanya karena Dzat Allah, tetapi bia tidak mempelajarinya kecuali untuk memperoleh tujuan-tujuan duniawi, maka ia tidak akan mendapatkanaroma surgawi”.
Juga diriwayatkan beliau: “Barang siapa yang mecari ilmu karena selain Allah atau menghendaki Dzat Allah maka, tempatilah tempat duduknya dari api neraka.
Juga diriwayatkan beliau; “Pada hari kiamatnanti akan didatangkan seorang alim, kemudian ia dilemparkan kedalam api neraka sehingga ususnya terburai keluar dari perutnya, kemudian ia berputar-putar didalam neraka laksana keledeiyang berputar sambil membawa alat penggiling. Kemudian penduduk ahli neraka mengerumuninya sambil bertanya: “Apa yang menyebabkanmu seperti ini?.Ia menjawab: “Aku memerintahkan orang lain agar melakukan kebaikan, tetapiakusendiri tidak melakukannya dan aku melarang orang lain agar tidak melakukan perbuatan yang buruk, sementaraaku sendiri melakukannya”.
Diriwayatkan dari Bisyr ra.: “Allah memberikan wahyu kepada Nabi Dawud as.:”Janganlah engkau jadikan antara aku dan engkauada seorang yang alim yang terfitnah, sehingga sifat takkaburnya (sombong) menjauhkan dirimu untuk mencintai aku. Mereka itu adalah orang yang pekerjaanya menghadang hamba-hambaku ditengah jalan”.
Sufyan Al Tsauri ra. berkata: “Ilmu itu dipelajari hanyalah untuk bertaqwa.Kelebihan ilmu atas ilmu yang lain hanya karena ilmu digunakan bertaqwa kepadaAllah SWT. Jika tujuan ini menjadi cacat dan niat orang yang mencari ilmu menjadi rusak, dengan pengertian bahwa ilmu itu digunakanuntuk mencapai perolehanhal-hal duniawi; berupa harta atau jabatan, maka pahala orang yang mencari ilmu itu benar-benar telah terhapus dan ia benar-benar telah dengan kerugian yang amat sangat.
Al Fudlail bin ‘Iyadl telah berkata:”Para ulama’ yang fasiqdan orang–orang yang hafal Al-Qur’an telah mendatangi aku dan nanti pada hari kiamat mereka akan disiksa terlebih dahulu sebelum disiksanya orang yang menyembah berhala”.
Al Hasan al Basri telah berkata: ”Siksaan ilmu pengetahuan adalah hati yang mati, kemudian ia ditanya: “Apa yang dimaksud dengan hati yang mati?.Ia menjawab: “Matinya hati adalah mencari harta dunia dengan menggunakan perbuatan-perbuatan akhirat”.



BAB KEDUA
Akhlaq pelajar (santri) pada dirinya sendiri
Etika pelajar terhadap dirinya sendiri ada sepuluh macam, yaitu:
Pertama,Harus mensucikan hatinya dari setiap sesuatu yang mempunyai unsur menipu, kotor, penuh rasa dendam, hasud, keyakinan yang tidak baik, dan budi pekerti yang tidak baik, hal itu dilakukan supaya ia  pantas untuk menerima ilmu, menghafalkannya, meninjau kedalaman maknanya dan memahami makna yang tersirat”.
Kedua, Harus memperbaiki niat dalam mencari ilmu, dengan tujuan untuk mencari ridha Allah SWT, serta mampu mengamalkannya, menghidupkan syari’at, untuk menerangi hati, menghiasi batin dan  mendekatakn diri kepada Allah SWT. Tidak bertujuan untuk memperoleh tujuan-tujuan duniawi, misalnya menjadi pimpinan, jabatan, harta benda, mengalahkan temansaingan, biar dihormati masyarakat dan sebagainya.
Ketiga, Harus berusaha sesegera mungkin memperoleh ilmu diwaktu masih belia dan memanfaatkan sisa umurnya.Jangan sampai tertipu dengan menunda-nunda belajar dan terlalu banyak berangan-angan, karena setiap jam akan melewati umurnya yang tidak mungkin diganti ataupun ditukar”. Seorang pelajar harus memutuskan urusan-urusan yang merepotkan yang mampu ia lakukan, juga perkara-perkara yangbisa menghalangi kesempurnaan mencari ilmu,  serta mengerahkan segenap kemampuan dan bersungguh-sungguh dalam menggapai keberhasilan.Maka sesungguhnya hal itu akanmenjadi pemutus jalan proses belajar.
Keempat, Harus menerima apa adanya (qana’ah) berupa segala sesuatu yang mudah ia dapat, baik itu berupa makanan atau pakaian dan sabar atas kehudipan yang berada dibawah garis kemiskinan yang ia alami ketika dalam tahap proses mencari ilmu, serta mengumpulkan morat-maritnyahati akibat terlalu banyaknya angan-angan dan keinginan, sehingga sumber-sumber hikmah akan mengalir kedalam hati.
Imam Al Syafi’i telah berkata: “Orang yang mencari ilmu tidak akan bisa merasa bahagia, apabila ketika mencari ilmu disertai dengan hati yang luhur dan kehidupan yang serba cukup, akan tetapi orang-orang yang mencari ilmu dengan perasaan hina, rendah hati, kehidupan yang serba sulit dan menjadi pelayan para ulama’, dialah orang yang bisa merasakan kebahagiaan.
Kelima, Harus bisa membagi seluruh waktu dan menggunakannya setiap kesempatan dari umurnya, sebab umur yang tersisa itu tidak ada nilainya.
Waktu yang paling ideal dan baik digunakan oleh para pelajar:Waktu sahur digunakan untuk menghafalkan. Waktu pagi digunakan untuk membahas pelajaran. Waktu tengah hari digunakan untuk menulis. Waktu malam digunakan untuk meninjau ulangdan mengingat pelajaran.
Sedangkan tampat yang paling baik digunakan untuk menghafalkan adalah di dalam kamar dan setiap tempat yang jauh dari perkara yang bisa membuat lupa. Tidak baik menghafalkan pelajaran didepan tumbuh-tumbuhan, tanaman-tanaman yang hijau, di tepi sungai dan ditempat-tempat yang ramai.
Keenam, Harus mempersedikit makan dan minum, karena apabila perut dalam keadaan kenyang maka akan menghalangi semangat ibadah dan badan menjadi berat.
Salah satu faedah mempersedikit makan adalah badan menjadi sehat dan mencegah penyakit tubuh. Karena penyebab hinggapnya penyakit adalah terlalu banyak makan dan minum, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair:
Sesungguhnya penyakit yang kau saksikan  itu kebanyakan #
Timbul dari makanan dan minuman
Sedangkan sehatnya hati itu terhindar dari perbuatan lacur, melampaui batas dan sombong, dan tidak tampak seorangpun dari para kekasih Allah, para pemimpin ummat dan para ulama’ yang terpilih yang bersifat atau mempunyai ciri seperti itu; banyak makan dan tidak akan terpuji karenanya. Banyak makan akan menjadihanya pada binatang yang tidak berakal dan dipersiapkan untuk bekerja.
Ketujuh, Harusmengambil tindakan terhadap dirinya sendiri dengan sifat wira’i (menjaga diri dari perbuatan yang bisa merusak harga diri) serta berhati-hati dalam setiap keadaan, memperhatikan kehalalan makanannya, baik itu berupa makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal dan setiap sesuatu yang ia butuhkan, agar hatinya terang dan pantas untuk menerima ilmu, cahaya  ilmu dan mengambil kemanfaatan ilmu. Seyogyanya pencari ilmu juga menggunakan kemudahan kemudahan padatempatnya ketika dibutuhkan dan adanya sebab–sebabnya, karena Allah menyukai kemurahan –kemurahannya dilaksanakan sebagaimana Dia menyukai ketetapan-ketetapanNya dilaksanakan.
Kedelapan,Harus mempersedikit makan yang merupakan salah satu sebab tumpulnya otak (dedel: Jawa), lemahnya panca indra, seperti buah apel yang masam, kacang sayur, minum cuka’, begitu juga makanan yang menimbulkan banyak dahak, yang dapat mempertumpul akal fikiran dan memperberat badan, seperti terlalu banyak minum susu, makan ikan dan yang lain sebagainyaSeyogianya juga ia menjauhkan diri dari hal-hal yang menyebabkan lupa secara khusus seperti memakan makanan yang telah dimakan tikus, membaca tulisan di maesan (pathok pekuburan), masuk di antara dua ekor unta yang ditarik dan menjatuhkan kutu dalam keadaan hidup.
Kesembilan, Harus berusaha untuk mengurangi tidur selama tidak menimbulkan bahaya pada tubuh dan akal pikirannya. Jam tidur tidak boleh melebihi dari delapan jam dalam sehari semalam. Dan itu sepertiga dari waktu satu hari (dua puluh empat jam). Jika keadaannya memungkinkan untuk beristirahat kurang dari sepertiganya  waktu dalam sehari semalam maka ia dipersilahkan untuk melakukannya.Apabila ia merasa terlalu lelah, maka tidak ada masalah untuk memberikan kesempatan beristirahat terhadap dirinya, hatinya dan penglihatannya dengan cara mencari hiburan, bersantai ke tempat-tempat hiburan sekiranya pulih kembai dan tidak menyia-nyiakan waktu.
Kesepuluh, Harus meninggalkan pergaulan, karena meninggalkannya itu lebih penting dilakukan bagi pencari ilmu, apalagi bergaul dengan lawan jeniskhususnyajika terlalu banyak bermain dan sedikit menggunakan akal fikiran, karena watak dari manusia adalah banyak mencuri kesempatan (nyolongan).Bahaya dari pergaulan adalah menyia-nyiakan umur tanpa guna dan berakibat hilangnya agama, apabila bergaul bersama orang yang tidak beragama.Jika ia membutuhkan orang yang bisa menemaninya, maka orang itu harus shaleh, kuat agamanya, takut kepada Allah, wira’i, bersih hatinya, banyak berbuat kebaikan, sedikit berbuat kejelekan, memilki harga diri yang baik, sedikit perselisihannya (tidak ngeyelan).Jika ia lupa, maka temannya mengingatkan, dan bila ia ingat, maka berarti temannya telah menolongnya.



BAB KETIGA
Akhlaq Seorang Pelajar Terhadap Gurunya
Akhlaq orang yang menuntut ilmu ketika bersama–sama dengan gurunya ada dua belas macam budi pekerti, yaitu :
Pertama, Berangan-berangan, berfikir yang mendalam kemudian melakukan shalat istikharah, kepada siapa ia harus mengambil ilmu dan mencari bagusnya budi pekerti darinya. Jika memungkinkan seorang pelajar, hendaklah memilih guru yang sesuai dalam bidangnya, ia juga mempunyai sifat kasih sayang, menjaga muru’ah (etika), menjaga diri dari perbuatan yang merendahkan mertabat seorang guru.Ia juga seorang yang bagus metode pengajaran dan pemahamannya.Diriwayatkan dari sebagian ulama’ salaf: “Ilmu iniadlah agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil atau belajar agama kalian”.
Kedua, Bersungguh-sungguh dalam mencari seorang guru, ia termasuk orang yang mempunyai perhatian khusus terhadap ilmu syari’at dan termasuk orang-orang yang dipercaya oleh para guru-guru pada zamanya, sering diskusi serta lama dalam perkumpulan diskusinya, bukan termasuk orang-orang yang mengambil ilmu berdasarkan makna yang tersurat dalam sebuah teks dan tidak dikenal guru-guru yang mempunyai tingkat kecerdasan tinggi. Imam kitaAl-Syafi’i berkata: “Barang siapa yang mempelajari ilmu fiqh hanya memahami makna–makna yang tersurat saja, maka ia telah menyia-nyiakan beberapa hukum”.
Ketiga, Menurutterhadap gurunya dalam segala hal dan tidak keluar dari nasehat-nasehat danaturan-aturannya. Bahkan, hendaknya hubungan antara guru dan muridnya itu ibarat pasien dengan dokter spesialis. Sehingga ia minta resep sesuai dengan anjurannyadan selalu berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh ridhanya terhadap apa yang ia lakukan dan bersungguh sungguh dalam memberikan penghormatan kepadanya dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara melayaninya. Hendaknya seorang pelajar tahu bahwa merendahkan diri di hadapan gurunya merupakan kemulyaan, kertundukannya kepada gurunya merupakan kebanggaan dan tawadlu’ dihadapannyamerupakan keterangkatanderajatnya.
Empat, Memandang guru dengan pandangan bahwa dia adalah sosok yang harus dimuliakan dan dihormati dan berkeyakinan bahwa guru itu mempunyai derajat yang sempurna. Karena pandangan seperti itu paling dekat kepada kemanfaatan ilmunya.Abu Yusuf berkata: “Aku mendengar para ulama’ salaf berkata: “Barang siapa yang tidak mempunyai sebuah (I’tiqad) keyakinan tentang kemulyaan gurunya, maka ia tidak akan bahagia. Maka bagi pelajarjangan memanggil guru dengan menggunakan ta’ khitab (baca: kamu) dan kaf khitab (mu), ia juga jangan memanggil dengan namanya. Bahkan ia harus memanggil dengan: ” yaa sayyidi” , wahai tuanku atau “yaa ustadzi”, wahai guruku. Juga ketika seorang guru tidak berada ditempat, maka pelajar tidak diperkenankan memanggil dengan sebutan namanya kecuali apabila nama tersebut disertai dengan sebutan yang memberikan pengertian tentang keagungan seorang guru, seperti apa yang di ucapkan pelajar:”Al Syekh Al Ustadz berkata begini,beginiatau “guru kami berkata”dan lain sebagainya.
Kelima, hendaknya pelajar mengetahu kewajibannya kepada gurunya dan tidak pernah melupakan jasa-jasanya, keagungannya dan kemulyaannya, serta selalu mendoakan kepada gurunya baik ketika beliau nmasih  hidup atau setelah meniggal dunia.
Selalu menjaga keturunannya, para kerabatnya dan oerang-orang yang beliau kasihi, dan selalu menekankan terhadap dirinya sendiri untuk selalu berziarah kemakam belaiu untuk memintakan ampun, memberikan shadaqah atas nama beliau, selalu menampakkan budi pekerti yang bagus dan memberikan petunjuk kepada orang lain yangmembutuhkannya, disamping itu pelajar harus selalu menjaga adat istiadat, tradisi dan kebiasaan yang telah dilakukan oleh gurunya baik dalam masalah agama atau dalam masalah keilmuan, dan menggunakan budi pekerti sebagaimana yang telah dilakukan oleh gurunya,  selalu setia, tunduk dan patuh kepadanya dalam keadaan apapun dan dimanapun ia berada.
Enam, pelajar harus mengekang diri , untuk berusaha sabar tatkala hati seorang guru sedang gundah gulana, marah, murka  atau budi pekerti, prilaku beliau yang kurang diterima oleh santrinya.
Hendaklah hal tersebut tidak menjadikan pelajar lantas meninggalkan guru (tidak setia)  bahkan ia harus mempunyai keyakinan, i’tiqad bahwa seorang guru itu mempunyai derajat yang sempurna, dan berusaha sekuat tenaga untuk menafsiri , menakwili semua pekerjaan-pekerjaan yang ditampakkan dn dilakukan oleh seorang guru bahwasanya yang benar adalah kebalikannya , dengan pena’wilan dan penafsiran yang baik.
Apabila seorang guru berbuat kasar kepada santrinya, maka yang perlu dilakukan pertamakali adalah dengan cara meminta ampuan kepada guru dan menampakkan rasa penyesalan diri dan mencari kerilaan, ridha dari gurunya, karena hal itu akan lebih mendekatkan diri pelajar untuk mendapatkan kasih akung guru  ?
Delapan, apabila pelajar duduk dihadapan kyai, maka hendaklah ia duduk dihadapannya dengan budi pekerti yang baik, seperti duduk bersimpuh diatas kedua lututnya (seperti duduk pada tahiyat awal) atau duduk seperti duduknya orang yang melakukan tahiyat akhir, dengan rasa tawadlu’ , rendah diri, thumakninah (tenang ) dan khusu’.
Sang santri tidak diperbolehkan melihat kearah gurunya (kyai) kecuali dalam keadaan dharurat, bahkan kalau memungkinkan sang santri itu harus menghadap kearah gurunya dengan sempurna sambil melihat dan mendengarkan dengan penuh perhatian, selanjutnya ia harus berfikir, meneliti dan berangan-angan apa yang beliau sampaikan sehingga gurunya tidak perlu lagi untuk mengulagi perkataannya untuk yang kedua kalinya.
Pelajar tidak diperkenankan untuk melihat kearah kanan, arah kiri atau melihat kearah atas kecuali dalam keadaan dlarurat, apalagi gurunya sedang membahas, berdiskusi tentang berbagai macam persoalan.
Pelajar tidak diperbolehkan membutat keaduhan sehingga sampai didengar oleh sang kyai dan tidak boleh memperhatikan  beliau, santrijuga tidak boleh mempermainkan ujung bajunya, tidak boleh membuka lengan bajunya sampai kedua sikutnya, tidak boleh mempermainkan beberapa anggota tubuhnya , kedua tangan, kedua kaki atau yang lainya, tidak boleh membuka mulutnya, tidak boleh menggerak-gerakkan giginya, tidak boleh memukul tanah atau yang lainya dengan menggunakan telapak tanganya ayau jari-jari tanganya, tidak boleh mensela-selai kedua tangannya dan bermain-main dengan mengunakan sarung dan sebagainya.
Santri ketika berada dihadapan sang kyai maka ia tidak diperbolehkan menyandarkan dirinya ketembok, ke bantal, juga tidak boleh memberikan sesiuatyu kepada nya dari arah samping atau belakang, tidak boleh berpegangan pada sesuatu yang berada diselakangnya atau sampingnya.. Santri juga tidak diperkenankan untuk menceritakan sesuatu yang lucu, sehingga menimbulkan tertawa orang lain, ada unsur penghinaan kepada sang guru, berbicara dengan menggunakan kata-kata yang sangat jelek, dan menampakkan prilaku dan budi pekerti yang kurang baik dihadapan gurunya.
Santri juga tidak boleh menertawakan sesuatu kecuali hal-hal yang kelihatan sangat menggelikan, lucu dan jenaka, ia tidak boleh mengagumi sesuatu ketika ia berada dihadapan gurunya.
Apabila ada sesuatu hal, peristiwa, kejadian yang lucu, sehingga membuat santri tertawa, maka hendaknya jikalau tertawa tidak terlalu keras, tidak mengeluarkan suara. Ia juga tidak boleh membuang ludah, mendehem selama hal itu bisa ditahan atau memungkinkan, namun apabila tidak mungkin untuk dilakukan maka seyogianya ia melakukannya dengan santun. Ia tidak boleh membuang ludah atau mengeluarkan riya dari mulutnya, namun yang paling baik adalah seharusnya itu dilakukan dengan menggunakan sapu tangan atau menggunkana ujung bajunya untuk dipakai sebagai tempat riya’ tersebut.
Apabila pelajar sedangbersin , maka hendaknya berusaha untuk memelankan sauranya dan menutupi wajahnya dengan menggunakan sapu tangan umpamanya. Apabila  ia membuka mulut karena menahan rasa kantuk (angop) maka hendaknya ia menutupu mulutnya dan berusaha untuk tidak membuka mulut (angop).
Sebagai pelajar ketika sedang berada dalam sebuah pertemuan, dihadapan teman, saudara hendaknya memekai budi pekerti yang baik, ia selalu menghormati para sahabtnya, memulyakan para pemimpin, pejabat, dan teman sejawatnya, karena menampakkanbudi pekerti yang baik kepada mereka, berarti ia telah menghormati para kyainya, dan menghormati pada majlis (pertemuan). Hendaknya ia juga tidak keluar dari perkempulan mereka, majlis dengan cara maju ataupun mundur kearah belakang, santri (pelajar ) juga tidak boleh berbicara ketika sedang berlangsung pembahasan sebuah ilmu dengan  hal-hal yang tidak mempunyai hubungan dengan kegiatan ilmu tersebut, atau mengucapkan sesuatu yang bisa memutus pembahas ilmu.
Apabila sebagian santri (orang yang mencari ilmu) itu berbuat hal hal yang idak kita inginkan ( jelek ) terhadap salah seorang , maka ia tidak boleh dimarahi, disentak-sentak, kecuali gurunya sendiri yang melakukan hal itu, kecuali kalau guru memberikan sebuah isyarat kepada santri yang lain utnuk melakukannya.
Apabila ada seseorang yang melakukan hal-hal yang negatif terhadap seorng syaikh, maka kewajiban bagi jamaah adalah membentak orang tersebut dan tidak menerima orang tersebut dan membantu syaikh dengan kekauatan yang dimiliki (kalau memungkinkan).
Pelajar tidak boleh mendahului gurunya dalam menjelaskan sebuah permasalahan atau menjawab beberapa persoalan, kecuali ia mendapai idzin dari sang guru.
Termasuk sebagaian dari mengagungkan seorang kyai adalah santri tidak boleh duduk-duduk disampingnya, diatas tempat shalatnya, diatas tempat tidurnya. Seandainya sang guru memerintahkan hal itu kepada muridnya, maka jangan ia sampai melakukannya, kecuali apabila sang guru memang memaksa dan melakukan intimidasi kepada santri yang tidak mungkin untukmenolaknya, maka dalam keadaan seperti ini baru diperbolehkan untuk menuruti perintah sang guru, dan tidak ada dosa. Namun setelah itu ia harus berprilaku sebagaimana biasanya, yaitu dengan menjunjung tinggi akhlaqul karimah.
Dikalangan orang banyak telah timbul sebuah pertanyaan, manakah diantara dua perkara yang lebih utama, antara menjunjung tinggi dan berpegang teguh pada perintah sang guru namun bertentangan dengan akhlaqul karimah dengan menjunjung tinggi-tinngi nilai-nilai akhlaq dan me;lupakan perinyah sang guru ?.
Dalampermasalahan ini, menurut pendapat yang paling tinggi (rajih) adalah hukumnya tafsil; apabila perintah yang diberikan oleh guru tersebut bersifat memaksa sehingga tidak ada kemungkinan sedikitpun untuk menolaknya, maka hukumya yang paling baik adalah menuruti perintahnya, namun bila perintah itu hanya sekedarnya dan bersifat anjuran , maka menjunjung tinggi nilai moralitas adalah diatas segala-galanya,  karena pada satu waktu guru diperbolehkan untuk menampakkan sifat menghormati dan perhatian kepada santrinya (murid) sehingga akan wujud sebuah  keseimbangan (tawazun) dengan kewajiban-kewajibannya untuk menghormati guru dan berprilaku, budi pekerti yang baik tatkala bersamaan dengan gurunya. 






BAB EMPAT
Akhlaq Pelajar Terhadap Pelajarannya.

Akhlaq pelajar terhadap pelajaranya dan hal-hal yang harus ia pegang ketika bersama-sama dengan syaikh (ulama’) dan teman-temannya. Mengenai hali ini ada sepuluh etika, yaitu :
Satu, Hendaknya pelajarmemulai pelajaran dengan pelajaran-pelajaran yang sifatnya fardlu ‘ain, sehingga pada  langkah pertama ini ia cukup menghasilkan empat ilmu pengetahuan yaitu:
a. Pelajar harus mengetahu tentang ilmu tauhid, ilmu yang mempelajari tentang ke Esa-an Tuhan. Ia harus mempunyaikeyakinan bahwa Allah SWT itu ada, mempunyai sifat dahulu, kekal serta tersucikan dari sifat-sifat kurang dan mempunyai sifatsempurna.
b.Cukuplah bagi pelajar untuk  mempunyai keyakinan, bahwa Dzat Yang Maha Luhur mempunyai sifat kuasa, menghendaki, sifat ilmu, hidup, mendengar, melihat, kalam. Seandainya ia menambahnya dengan dalil atau bukti-bukti dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah maka itu merupakan kesempurnaan ilmu.
c.Ilmu fiqh, ilmu yang dipergunakan untuk mengetahu ilmu–ilmu syari’at islam yang diambil dari dalil-dalil syara’ tafsily. Ilmu ini merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mampu mengantarkan kepada pemiliknya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (taat ), dimulai dari cara-cara bersuci, shalat, puasa.
Apabila pelajar (murid) termasuk orang-orang yang mempunyai harta melimpah (min jumlatil agniya’ ) maka ia harus mempelajari ilmu yang mempunyai kaitan dengan harta tersebut , ilmu ekonomi ,iqtishadIa tidak diperbolehkan untuk mengamalkan, mengimplementasikan,  mengejawantahkan sebuah ilmu sebelum ia mengerti tentang hukum-hukum Allah.
Kempat, ilmu tasawuf, ilmu yang menjelaskan tentang keadaan–keadaan, maqam, tingkatan, dan membahas tentang rayuan dan tipu daya nafsu  dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Secara keseluruhan Imam Al Gazali telah menyebutkan keempat macam ilmu tersebut dalam kitabnya : “BIDAYAH AL HIDAYAH”, juga telah di sebutkan oleh Sayyid Abdullah bin Thahir dalamkitab  “SULLAM AL TAUFIQ”.
Dua, Setelah santri mempelajari ilmu-ilmu yang bersifat fardlu ‘ain maka hendaklah dalam langkah selanjutnya ia mempelajari ilmu-ilmu yang berkatan dengan kitab Allah (tafsir Al Qur’an) sehingga ia mempunyai keyakinan dan i’tiqad yang sangat kuat.
Ia harus bersungguh-sungguh dalam memahami tafsir Al Qur’an dan beberapa ilmu yang lain, karena Al Qur’an merupakan sumber dari segala ilmu pengetahuan yang ada di muka bumi dan sekaligus induk dan ilmu yang paling penting, setelah itu hendaknya ia menghafalkan setiap materi, ilmu yang pembahasannya tidak terlalu panjang, bertele-tele (ikhtishar) yang dikumpulkan dari ilmu hadits, hadits, fiqh, ushul fiqh, nahwu dan sharaf.
Kesibukan yang dijalani oleh pelajar dalam mencari ilmu jangan sampai melupakan untuk membaca Al Qur,an , menjaganyha, selalu istiqamah dan selalu membacanya sebagai kegiatan sehari-hari (wadhifah). Hendaknya ia mampu menjaga Al qur’an setelah menghafapalkannya, karena berdasarkan dalil al hadits yang menjelaskan tentang hal itu.
Setelah santri mampu menghafalkan Al Qur’an dengan baik, maka hendaklah hafalan itu ditashihkan , disetorkan kepada seorang guru (kyai) untuk disima’ dan didengar. Ketika sedang terjadi proses menghafalkan itu pelajar sejak awal menjaga dirinya jangan sampai  selalu berpegang, melihat pada kitabnya, bahkan dalam setiap materi pelajaran semestinya ia harus berpegang teguh pada orang-orang yang bisa memberikan pengajaran, pendidikan yang baik terhadap materi tersebut dan lebih mengutamakan praktek.
Sebagai santri ketika berada dihadapan gurunya ia harus selalu menjaga agamanya, menjaga ilmunya, kasih akung pada yang lain dan sebagainya. …..
Tiga, sejak awal pelajar harus bisa menahan diri dan tidak terjebak dalam pembahasan mengenai hal-hal yang masih  terdapat perbedaan pandangan, tidak ada persamaan persepsi  di antara para ulama’ (khilafiah )  secara mutlak baik yang berhubungan dengan pemikiran-pemikiran ataiu yang bersumber dari Tuhan, karena apabila hal itu masih dilakukan oleh pelajar maka sudah barang tentu akan membuat hatinya bingung, dan membuat akal fikiran tidak tenang.
Bahkan sejak awal ia harus bisa meyakinkan dirinya untuk berpegang pada hanya satu kitab saja dalam satu materi pelajaran, dan bebrapa kitab pada bebera meteri pelajaran dengan syarat apabila ia mampu dengan menggunakan satu metode dan mendapat izin dari sang kyai (guru), namun apabila sistem pengajaran yang telah diberikan oleh gurunya itu hanya menukil, memindah pendapat dari beberapa mazhab dan masih ada ikhtilaf di kalangan ulama’ itu sendiri sedangkan ia sendiri tidak mempunyai satu pendapatpun, maka sebagaimana yang telah dikatakan oleh Imam Al Gazali, hendaknya ia mampu menjaga dari hal seperti itu karena antara manfaat dan kerusakan (mafsadat) masih lebih banyak kerusakannya.
Begitu juga seorng santri ketika masih dalam tahap permulaan dalam belajar hendaknya ia menghindarikan diri mempeleajari berbagai macam buku, dan kitab karena hal itu akan visa menyia-nyiakan waktunya dan hati tidak biasa konsentrasi., tidak fokus pada satu pelajaran bahkan ia harus memberikan seluruh kitab-kitab dan pelajaran yang ia ambil kepada gurunya untuk dilihat sampai dimana kemampuan pelajarsehingga guru bisa memberikan bimbingan dan arahan sampai pelajar yaqin, dan mampu dalam menguasai palajarannya.
Begitu juga menukil,. Memindah, meresum dari satu kitab pada kitab yang lain tampa adanya hal-hal yang mewajibkan, karena apabila hal itu dilakukan maka akan muncul indikasi, pertanda kebosanan dan menjadi tanda bagi orang yang tidak bisa memperoleh kebahagiaan.
Namun apabila sang santri sudah mempunyai basic, latar belakang kemampuan yang sudah memadai dan  menukil suatu permasalahan hanyalah  untuk meningkatkan dan megembangkan kemampuan yang ia miliki , maka yang lebih baik adalah hendaknya ia tidak meninggalkan satupun dari pelajaran- pelajaran ilmu agama (syara’ )  karena yang bisa menolong hanyalah taqdir dari Allah SWT, semoga diberi umur panjang oleh Allah untukmemperdalam ilmu agama (syara’).
Empat, Sebelum menghafalkan sesuatu hendaknya pelajar mentashihkan terlebih dahulu kepada orang seorang kyai (guru) atau orang yang mempunyai kapabilitas dalam ilmu tersebut, setelah selesai diteliti oleh gurunya barulah ia menghafalkannya dengan baik dan bagus.
Setelah menghafalkan materi pelajaran, hendaklah di ulang-ulangi sesering mungkin dan menjadikan kegitan taqrar sebagai wadhifah, kebiasaan yang dilakukan setiap hari. Janganlah menghafalkan ssuatu sebelum diteliti, ditashih oleh seorang kyai atau orang yang mempunyai kemampuan dalam bidang itu,  karena akan mengakibatkan , menimbulkan ekses yang negatif. Misalnya merubah makna atau arti dari kalimat tersebut. Dan telah dijelaskan pada bab-bab terdahulu bahwa ilmu pengetahuan itu tidak di ambul dari sebuah kitab atau buku, tetapi diambil dan diperoleh dari seorang guru karena hal itu merupakan kerusakan yang sangat berbahaya.
Ketika sedang mengkaji sebuah ilmu pengetahuan, hendaknya pelajar mempersiapkan tempat tinta, puklpen dan pisau untuk memperbaiki dan membenerkan hal-hal yang perlu diperbaiki baik dalam segi bahasa atau i’rab.
Lima, Hendaknya pelajar (murid) berangkat lebih awal. Lebih pagi dalam rangka untuk mencari ilmu , apalagi berupa ilmu hadits, dan tidak menyia-nyiakan seluruh kesempatan yang ia miliki  untuk menggali ilmu pengetahuan dan meneliti sanad-sanad hadits, hukum-hukumnya, manfaat, bahasa, cerita-cerita yang terkandung didalamnya, dan bersungguh-sungguh sejak awal dengan kitab “Shahih Bukhari  “dan  “Shahih Muslim” kemudian kitab-kitab pokok yang lainya yang biasa dipakai pedoman, rujukan pada masa sekarang, seperti Muattha’nya imam Maliki dan Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, kitab Jami’nya Imam Turmudzi. Dan tidak seharusnya bagi pelajar  untuk meminimalisasikan batsan-batasan yang telah dikemukakan diatas.
Sebaik-baiknya kitab yang bisa,mampu menolong kepada orang yang alim, orang yang ahli dalam ilmu fiqh adalah  kitab  “Sunan Al Kubra” Karya Abu Bakar Al Baihaqy, karena sesungguhnya hadits merupakan salah satu dari dua sisi imu syari’at dan sekaligus mampu menjelaskan terhadap begitu banyaknya persoalan yang ada pada  sisi yang lain (Al Qur’an) artinya adalah al Qur’an merupakan kitab suci yang kandunagn isinya bersifat universal, oleh karenanya dibutuhkan alat untuk menerjemahkan isi al qur’an tersebut yaitu al Hadits.
Imam Al Syafi’i berkata : “Barang siapa yang mampu mempelajari kitab hadits , maka ia akan memiliki hujjah yang sangat kuat”.
Enam, Ketika pelajar telah mampu menjelaskan, mengejawantahkan terhadap apa yang ia hafalkan walaupun masih dalam tahap ikhtishar dan bisa menguraikan kemusykilan yang ada dan faidah-faidah yang sangat penting, maka ia diperbolehkan pindah untuk membahas kitab-kitab besar serta tiada henti, terus menerus menelaah tanpa mengenal rasa lelah.
Hendaknya pelajar memiliki cita-cita tinggi, sangat luhur, ibaratnya kaki boleh dibumi tapi cita-cita menggelantung diangkasa, sehingga tidak boleh merasa cukup hanya memiliki ilmu yang sedikit, padahal ia masih mempunyai kesempatan yang cukup untuk mencari ilmu sebanyak-banyakanya, santri tidak boleh bersifat qana’ah (menerima apa adanya) seperti yang diwariskan oleh para nabi, yaitu menerima sesutu walaupun naya sedikit. Santri tidak boleh menunda-nunda dalam mendapatkan sebuah ilmu pengetahuan dan manfaat yang sangat mungkin ia peroleh, karena menunda sesuatu itu mengandung beberapa bahaya, disampimng itu apabila pelajar bisa mendapatkan ilmu secara cepat dan tepat waktu maka pada waktu yang lain ia bia mendapatkan sesuatu yang lain.
Santri harus selalu menggunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya terhadap waktu luangnya, kecekatannya, ketelitiannya, dan waktu sehatnya dan dimasa mudanya sebelum datngnya perkara yang bisa mencegah untuk mencari, menimba ilmu pengetahuan.
Santri harus menjaga dalam melihat terhadap dirinya sendiri dengan pendangan yang penuh kesempurnaan, tidak membutuhkan terhadap petunjuk-petunjuk seorang guru dalam mempelajari ilmu, karena hal itu merupakan hakekat dari kebodohan dan kesombongan.
Tokoh para tabi’in, Sa’id bin Jubair r.a. berkata; “Seorang laki-laki selalu mendapat sebutan, predikat aorang yang alim bila ia selalu belajar, menambah ilmu pengetahuan, namun apabila ia telah meninggalkan belajar dan menyangka bahawa dirinya adalah orang yang tidak membutuhkan terhadap ilmu (merasa pinter) maka, sebenarnya ia adalah orang yang paling bodoh .
Tujuh, Pelajar harus selalu mengikuti halaqah, diskusi dan musyawarah degan gurunya dalam setiap pelajaran, kalau memungkinkan ia membacakannya. Karena hal itu apabila dilkaukan oleh santri maka ia akan selalu mendapat kebaikan, menghasilkan setiap sesuatu yang ia harapkan, cita-citakan, memperoleh sopan santun yang baik serta memdapatkan keutamaan dan kemulyaan.
Santri harus selalu bersungguh–sungguh dlam nberkhidmat kepada gurunya karena akan menghasilkan kemulyaan, penghormatan. Dan apabila memungkinkan santri tidak boleh mengadakan diskusi, halaqah dengan gurunya hanya untukmendengarkan pelajarannya saja, bahkan ia harus bersungguh-sungguh dalam setiap pelajaran yang diterangkan oleh gurunya, dengan tekun, konsentrasi dan penuh perhatian , apabila hal itu bisa ia lakukan dan hatinya tidak merasa keberatan, dan selalu mengadakan musyawarah dengan para sahabatnya sehingga setiap pelajaran yang telah disampaikan oleh gurunya ia kuasai dengan baik.
Apabila ia tidak mampu untuk menguasai secara keseluruhan, maka hendaknya ia memprioritaskan pelajaran yang lebih penting terlebih dahulu kemudian baru pelajaran yang lain.
Seyogianya pelajar (murid) selalu mengingat-ingat setiap peristiwa, kejadian yang terjadi dalam forum diskusi dengan gurunya, beberapa manfaat, qaidah-qaidah, definisi, batasan dan lain sebagainya . Disamping itu pelajar hendaknya mengulangi perkataan guru ketika sedang terjadi proses diskusi, karena mengingat–ingat sesuatu hal itu mempunyai manfaat yang sangat luar biasa.
Al Khtaib Al Baghdadi telah berkata : “Bahwa mudzakarah , mengingat pelajaran yang paling baik adalah dilakukan pada waktu malam hari. Sekelompok jama’ah rombongan dari ulama’ salaf  mereka memulai mudzakarah mulai  setelah isya’, mereka tidak beranjak dari tempat mudzakarah tersebut selama belum berkumandang adzan subuh, apabila santri tidak menemukan teman yangbisa untuk diajak mudzakarah, meingat–ingat pelajaran, maka hendaknya ia melakukannya pada diriny sendiri, ia mengulangi makna atau arti dari setiap kata/ lafadz yang ia dengar dalam hatinya supaya menancap dan membekas dalam lubuk hatinya. Karena mengulangi makna, arti dalam hati itu sama dengan mengulangi kata atau lafadz pada lisan. Namun sangat sedikit sekali orang-orang yang tidak menggunakan akal nya untuk berfikir  bisa memperoleh kebahagiaan, wabil khusus dihadapan gurunya, terkadang menggunakan akal dan terkaang meninggalkannya , lantas tidak membiasakan diri untuk menggunakan kekuatan otak yang dimiliki.
Delapan, Apabila pelajar  menghadiri pertemuannya dewan guru , hndaklah ia mengucapkan salam kepada orang telah hadir pada forum tersbut dengan suara yang bisa mereka dengar dengan jelas, apalagi terhadap seorang kyai dengan memberikan penghormatan yang lebih tinggi dan memulyakan. Begitu juga apabila santri keluar dari forum tersebut.
Apabila pelajar mengucapkan salam pada sebuah forum, maka ia tidak diperkenankan melewati orang–orang yang ada di tempat tersebut untuk mendekat pada sang kyai, ia duduk ditempat yang bisa di datangi oleh orang lain, kecuali apabil sang kyai, para jama’ah yang lain memintannya untuk maju kedepan, maka tidak ada masalah apabila santri itu maju dengan melewti orang terlebih dahulu hadir pada majlis tersebut.
Pelajar tidak boleh memindah tempat duduknya orang lain atau berdesak-desakan dengan sengaja, apabila ada orang lain yang mempersilahkan santri itu untuk menempati tempat duduknya, maka janganlah ia menerimanya kecuali ada kemaslahatan, kebaikan yang diketahui oleh orang lain, atau orang banyak  yang memproleh dan mendapatkan manfaat, seperti ia bisa menjelaskan persoalan bersama-sama dengan gurunya ketiak berdekatam, disamping itu ia (santri) termasuk orang yang mempunyai banyak umur, kebagusan dan kewibawaan.
Pelajar tidak boleh mengambil tempat duduk ditang-tengah pertemuan, disepan seseorang kecuali dalam keadaan dlarurat, duduk diantara dua orang yang bersahabat kecuali mereka merelakannya, duduk di atas orang yang lebih mulia di bandingkan dengan dia sendiri.
Hendaknya pelajar berkumpul dengan para sahabatnya ketika membahas sebuah pelajaran, atau membahas beberap pelajaran dri satu arah supaya ketika seorang guru mneyampaiakn penjelasan sebauh persoalan, materi pelajaran bisa utuh dan tidak terganggu.
Sembilan, Pelajar hendaknya tidak segan-segan, tidak perlu malu menanyakan sebuah pesoalan yang menurutnya sangat musykil, sulit dan memahami setiap sesuatu yang belum ia fahami dengan baik dan benar dengan menggunakan bahasa yang lembut, halus, baik perkataanya, dan menggunakan sopan santun  . Suatu ketika pernah dikatakan bahwa : “Barang siapa dari roman mukanya tampak rasa malu untuk menanyakan sesuatu , maka akan tampak kekeurangannya ketika berkumpul dengan orang lain”.
Mujahid r.a. berkata : “Orang yang mempounyai sifat malu dan orang yang sombong  tidak akan bisa mempelajari ilmu pengetahuan”.
‘Aisyah r.a. telah berkata : “Semoga Allah mengasihi pada perempuannya kaum anshar, karena sifat malu mereka mencegahnya dalam memepelajari ilmu agama”.
Ummu Sulaim, istri Rasulullah berkata : “Sesungguhnya Allah tida akan pernah malu terhadap sesuatu yang hak, benar, apakah terhadap orang perempuan yang mempunyai suami yang memandikannya ketika istrinya bermimpi mengeluarkan air sperma ?.
Pelajar tidak boleh mennyakan sesuatu yang bukan pada tempatanya, kecuali karena ia membutuhkannya  atau ia mengerti dengan memberikan solusi kepada gurunya untuk bertanya. Apabila guru tidak menjawab, maka hendaknya ia jangan memaksannya, namun apabila belaiu menjawab dan kebetulan salah,  maka santri tidak boloeh menolaknya seketika.
Seharusnya yang dilakukan oleh pelajar adalah tidak malu-malu untuk bertanya, begitu juga hendaknya ia tidak malu mengucaokan kata-kata seperti ini :  “Aku belum faham”, apabila ia ditanya  oleh gurunya , apakah engkau faham ? sedangkan ia sendiri belum faham.
Sepuluh, Bila dalam belajar santri menggunakan sistem Sorogan, suatu metode belajar dengan maju satu persatu dan langsung disimak dan  diperhatikan oleh ustadznya, maka ia harus harus menuggu gilirannya dengan tertib, tidak mendahului peserta yang lain kecuaili apabila ia mengizinkannya.
Dalam sebuah hadits telah diriwayatkan bahwasanya suatu ketika ada seorang lelaki dari sahabat anshar menjumpai rasulullah, sambil bertanya mengenai sesuatu, setelah itu datang lagi seorang laki-laki dari Bani Tsaqib kepada beliau, juga bertujuan yang sama, menanyakan sesuatu kepada beliau, kemudian nabi SAW menjawab : “Wahai saudaraku dari Bani Tsaqif, duduklah! Aku akan memulai mengatakan sesuatu yang dibutuhkan oleh sahabat Anshar tadi, sebelum kedatanganmu, Al Khatib berkata “Bagi orang-ornag yang datangnya lebih dulu disunnahkan untuk mendahulukan orang yang jauh dari pada dirinya sendiri, karena untuk menghormatinya.
Begitu juga bagi orang yang datang belakangan apabila mempunyai kebutuhan, keperluan yang sifatnya wajib dan orang yang lebih awal mengerti akan keadaanya maka hendaknya ia didahulukan, diutamakan. Atau ustadz memberikan sebuah isyarat untuk mengutamakannya karena adanya kemaslahatan, kebaikan yang tersembunyi di dalamnya maka ia disunnahkan untuk diutamakan.
Mendapat giliran lebih awal sebenarnya bisa diperoleh dengan cara datang lebih awal pada majelis, forum yang dipakai oleh ustadz untuk melakukan transformasi keilmuan. Dan hak yang diiliki oleh seseorang tidak akan pernah gugur sebab perginya orang tersebut  karena sesuatu yang bersifat dlarurat, misalnya menunaikan hajat, memperbarui wudlu’ dengan ketentuan apabila ia kembali pada tempat semula.
Apabila ada dua orang yang saling mendahului atau saling rebutan tempat, maka hendaknya keduanya di undi, atau ustadz yang menentukan mana yang lebih dulu berhak menempatinya, apabila salah satunya melakukan perbuatan yang baik.
Sebelas, Menjaga kesopanan duduk dihadapan ustadz ketika mengikuti kegiatan belajar dan juga harus memperhatikan kebiasaan, tradisi yang selama ini dipakai, diterapkan oleh ustadz dalam mengajar.
Santri hendaknya kitab ustadznya yang hendak dibacanya bersama-sama dengan kitabnya sendiri dan membawanya dengan kedua tangannya dan tidak boleh meletakkan kitabnya ustazd di atas tanah dalam keadaan terbuka ketika hendak dibacanya. Bahkan sang santri harus membawa dengan tangannya sendiri, ia tidak diperbolehkan membaca kitab ustazd kcuali atas izin beliau, disamping itu sang santri tidak boleh membaca kitab ketika hati sang ustadz sedang kalut, bosan, marah, susah dan sebagainya.
Apabila ustazd memberikan izin, maka santri  sebelum membaca kitab hendaknya membaca, taawwudz, basmalah, hamdalah, sholawat kepada nabi saw, keluarganya, para sahabatnya, kemudian mendoakan kepada ustazdnya, orang tua para gurunya, dirinya sendiri, kaum muslimin semuanya. Dan memintakan rahmat kepada allah untuk pengarang kitab ketika membacanya.
Dan apabila pelajar mendoakan ustazdnya, maka hendaklah ia mengucapkan kata-kata : mudah-mudahan Allah meridhoi kalian semua, guru-guru kami, pemimpin kami dan sebaginya. Dan semua doa yang dipanjatkan oleh santri semuanya dikhusukan untuk gurunya.
Apabila santri telah selesai belajar, hendaknya ia juga mendoakan terhadap ustazdnya. Apabila santri tidak memulai dengan hal hal yang telah disebutkan diatas, baik karena lupa atau karena kebodohannya sendiri, maka hendaknya ustazd mengingatkan terhadap santri tersebut, mengajarinya, dan mengingatkannya, karena hal itu termasuk etika, akhlak yang paling penting.
Dua belas, Menekuni pelajaran secara seksama dan perhatian dan tidak berpindah pada pelajaran yang lain sebelaum pelajaran yang pertama bisa difahami dengan baik, tidak boleh pindah baik dari negara ke negara yang lain, atau dari satu madrsah kemadrasah yang lainkecuali darurat dan ada keperluan yang sangat mendesak,. Karena hal itu akan menimbulkan berbagai macam persoalan, membuat hati menjadi resah, gundah dan menyia-nyiakan waktu dengan percuma tampa ada hasilnya.
Hendaknya santri selalu pasrah dan berserah diri kepada Allah, ia tidak boleh menyibukkan dirinya dengan masalah rizqi, permusuhan dan bertentangan dengan seseorang, menjauhkan diri dari pergaulan orang-orang yang ahli dalam hal bicara, ahli kerusakan, maksiat dan orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap (pengangguran). Karena berdampinganag, hidup bertangga dengan orang-orang seperti itu pasti menimbulkan ekses, dampak yang negatif.
Hendaknya pelajar ketika sedang belajar hendaknya menghadap kearah kiblat, banyak mengamalkan, melakukan tradisi-tradisi rasululah SAW,  mengikuti ajakan ahli kebaikan, menjauhkan diri dari doanya orang yang dianiaya (madzlum), dan memperbanyak shalat dengan segala kekhusukan.
Tiga belas, Bersemangat dalam menggapai kesuksesan dengan diwujudkan  pada akegiatan-kegiatan yang positif dan bermanfaat serta berpaling dari keresahan yang mengganggu, meringankan biaya. Selain itu santri juga harus membentuk hasil-hasil pendidikanya sebagai suatu nasehat dan peringatan yang berharga pada dirinya, sehingga ilmu itu bisa membawa berkah dan bersinar serta mendapat pahala yang luar biasa.
Bagi orang-orang yang tidak mampu mewujudkan, implementasi, maka berarti ia tidak memiliki ilmu yang mumpuni, kalaupun toh memilki ilmu, maka ilmunya kurang bermanfaat.
Hal-hal seperti itu telah banyak diuji cobakan oleh sekelompok ulama’ salaf. Ilmu yang dimiliki oleh santri hendaklah hal itu tidak membuat dirinya menjadi sombong, terlalu membanggakan terhadap kekuatan akal yang ia miliki. Bahkan semestinya ia wajib bersyukur kepada Allah SWT, selalu mangharapkan tambahan ilmu dari-Nya dengan cara mensyukuri secara terus menerus, santri hendaknya menebarkan, menyebar luaskan salam , menampakkan sifat kasih akung dan menghormatinya, serta menjaga diri dari hak-hak yang dimilki oleh teman, saudara, baik seagama atau seaktifitas. Karena mereka adalah orang orang yang ahli ilmu, membawa dan mencari ilmu, berusaha melupakan terhadap segala kejelekan mereka, serta memaafkan segala kekeliruan dan menutupi kejelekan mereka dan mensyukuri terhadap terhadap orang-orang yang berbuat bagus dan mengampuni orang yang berbuat kejelekan. 

BAB LIMA



AKHLAQ USTADZ
TERHADAP DIRI SENDIRI
Mengenai akhlaq ustazd kepada diri  sendiri ada dua puluh akhlaq, yaitu , hendaknya seorang ustazd :
Satu, selalu istiqamah dalam muraqabah kepada Allah SWT, baik ditempat yang sunyi atau ramai. Pengertian muraqabah ialah melihat Allah dengan mata hati dan menghubungkannya dengan perbuatan yang dilakukan selama ini, kemudian mengambil hikmahnya atau jalan yang terbaik bagi dirinya dengan mempertimbangkan dan merasakan tentang adanya pemantauan Tuhan kepadanya. Salah satu ciri muraqabah menurut Zunnun Al Misry adalah mengagungkan apa yang diagungkan oleh tuhan dan merendahkan apa yang direndahkan oleh Tuhan. Muraqabah merupakan salah satu dari sekian banyak tingkatan dan langkah dalam kesufian, selain khuf, raja’, tawadlu’, khusu’, zuhud’, dan sebagainya ( Lihat Risalah Al Qusyairiya: 189-191 ).
Dua , Senantiasa berlaku khauf ( takut kepada Allah ) dalam segala ucapan dan tindakanya, baik ditempat yang sunyi atau tempat ramai, karena orang yang alaim (ustazd) adalah orang yang selalu dapat menjaga amanat, dapat dipercaya terhadap sesuatu yang dititipkan kepadanya, baik itu berupa ilmu, hikmah, dan perasaan takut kepada Allah. Sedangkan kebalikan dari hal tersebut diatas dinamakan khianat. Allah telah berfirman dalam Al Qur’an yang artinya :
Janganlah kalian semua mengkhianati terhaap Allah dan rasul-Nya dan engkau semua telah mengkhianati terhadap amanat-amanat kalian , sedangkan engkau mengetahuinya.
Maksud dari khauf disini adalah takut terhadap kemungkinan azab dari Tuhan, didunia atau diakhirat. Dasar yang diapaki adalah firman Allah dalam surat Al Imran ayat 175, tujuannya adalah agar manusia bisa mempertimbangkan tingkah lakunya. Abd. Qasin mengatakan, “ siapa yang takut kepada sesuatu, maka ia akan berlari darinya, tetapi takut kepada Allah justru semakin mendekati-Nya ( Risalah Al Qusyairi, 125-126 ).
Tiga, Senantiasa bersikap tenang
Empat, Senantiasa bersikap wira’i.
 Wira’I menurut Ibrahim ibn Adham, adalah meninggalkan setiap perkara subhat sekaligus meninggalkan setiap perkara yang tidak bermanfaat yakni perkara yang sia-sia. Sedangkan menurut Yusuf ibn Abid, wara’ adalah keluar dari setiap perkara subhat dan mengoreksi diri dalam setiap keadaan. ( Risalah Qusairi, 109-111 )
Lima, Selalu bersikap tawadlu’.
Syaikh Junaidi menyatakan bahwa, tawadlu’ adalah merendahkan diri terhadap makhluq dan melembutkan diri kepada mereka , atau patuh kepada kebenaran dan tidak berpaling dari hikmah , hukum, dan kebijaksaan. ( Risalah Qusairi, 145-148 ).
Enam, Selalu bersikap khusu’ kepada Allah SWT.
 Salah satu isi surat yang ditulis oleh imam Malik kepada Harus Al Rasyid adalah  :” Apabila engkau mengerti tentang ilmu , maka hendaknya engkau bisa melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh ilmu tersebut, wibawa, tenang dan dermawa. Karena Rasulullah telah bersabda bahwa : para ulama’ itu pewaris para nabi “.
Sahabat Umar berkata :” Pelajarilah ilmu dan pelajarilah bersama-sama sehin gga bis menimbulkan sifat wibawa dan sifat tenang “. Sebagian ulama’ salaf mengakatakan bahwa :” kewajiban orang-orang yang mempunyai ilmu adalah selalu merendahkan diri kepada Allah AWT, baik ditempat sunyi atau ditempat ramai, menjaga terhadap dirinya sendiri, menghentikan setiap sesuatu yang dirasa menyulitkan dirinya sendiri.
Maksud dari khusu’ di atas adalah stabilnya hati dalam menghadap kebenaran, namun sebagian ulama yang menagatakan bahwa khusu’ adalah membelenggu mata dari melihat sesuatu yang tidak pantas.
Tujuh, Menjadikan Allah sebagai tempat meminta pertolongan dalam segala keadaan.
Delapan, Tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga untuk mencapai keuntungan yang besifat duniawi, baik berupa jabatan, harta, didengar oleh orang banyak, terkenal, lebih maju dibandingkan dengan teman yang lainnya;
Sembilan, Tidak mengagungkan santri-santri karena berasal dari anak penguasa dunia ( pejabat, konglomerat, dan lain-lain) seperti mendatangi mereka untuk keperluan pendidikannya atau bekerja untuk kepentingannya, kecuali jika ada kemaslahatan yang bisa diharapakan yang melebihi kehinaan ini, terutama guru pergi kerumah atau letempat-tempat orang yang belajar kepadanya ( santri ), meskipun murid itu mempunyai kedudukan yang angat tinggi, pejabat tinggi dan sebagainya.
Bahkan yang harus dilakukan oleh seorang guru adalah ia harus mampu menjaga kewibawaan ilmu yang ia miliki, seperti yang telah dilakukan oleh para ulama’ salafussalihin. Berita yang berhubungan dengan mereka sangat baik , tidak pernah ada berita yang mendiskriditkan mereka , karena mereka mampu menjaga ilmunya dari godaan dunia, walaupun mereka tidak pernah mengambil jarak terhadap para penguasa masa itu atau yang lainya.
Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Malik bin Anas, suatu ketika beliau mendatangi raja Harun Al Rasyid untuk berkunjung kekediamannya , kemudian Harun Al Rasyid berkata kepadanya :” Hai Aba Abdillah, seharusnya engkau mondar mandir ketempat tinggalku ini sehingga anak-anaka kecilku bisa mendengarkan kitab Muattha’ darimu. Iamam Malik berkata : mudah-mudahan Allah memberikan berkah kepadamu wahai raja Harun Al Rasyid, sesungguhnya ilmu ini telah menyebar ditengah masyarakat.
Apabila engkau memulyakan ilmu ini maka ia akan menjadi mulia, namun sebaliknya apabila meremehkan ilmu ini , maka ia pun akan dihina oleh orang. Ilmu pengetahuan harus didatangi oleh orang yang mencarinya, bukan sebaliknya ilmu yang mendatangi pelajar ( santri ), kemudian Harus Al Rasyid berkata, engkau benar. Keluar kalian semua dimasjid-masjid sehingga kalian semuanya bisa mendengarnya bersama orang lain.
Al Zuhry berkata :” sebuah kehinaan bagi ilmu apabila ia dibawa olrh orang-orang yang alim kerumah-rumah muridnya, kecuali ada hal-hal yang memaksanya, atau dalam keadaan dlarurat, serta adanya kemaslahatan yang lebih banyak dari pada mafsadat ( kerusakan ) nya. Maka untuk memberikan ilmu diirumah orng yang membutuhkannya tidak akan menjadi masalah   ( dosa ) selam alasan atau illat tersebut masih ada. Argumentasi ini juga dipaakai oleh sebagian ulama’ salaf untuk menyebarkan ilmu .
Secara umum dapat disimpulkan bahwa barang siapa yang mengagungka ilmu , maka ia akan di agungkan oleh Allah SWT, dan barang siapa yang meremehkan ilmu, maka ia akan dihina oleh Allah. Hal ini sudah banyak dan terbukti di tengah-tengah masyarakat.
Wahb bin Munabbah telah berkata :” ulama’ sebelum kita , mereka  semuannya merasa cukup dengan ilmu yang mereka miliki sehingga mereka tidak membutuhkan harta dunia, karena mereka sangat mencintai terhadap ilmu. Sedangkan orang-orang yang ahli ilmu, orang yang pandai, cendikiawan, kaum cerdik pandai pada zaman sekarang, mereka mengabdikan ilmunya kepada orang-orang yang bergelimangan dengan harta dunia, para konglomerat, para pejabat, karena mereka sangat mencintai pada harta dunia mereka, sehingga mereka menjadi orang –orang yang kaya raya namun selalu zuhud terhadap ilmu yang ia miliki , hanya  memiliki  sedikit ilmu ketika mereka melihat posisi dirinya yang tidak menguntungkan,  lantas menjual ilmu demi kemewahan harta dunia.
Dalam sebauh syair, Al Qadli Abu Al Hasan mengatakan :
……
……
Sepuluh,  berakhlaq dengan zuhud terhadap harta dunia, dan hanya mengambil sedikit dar idunia hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya semata, tidak membahayakan terhadap dirinya sendiri, keluarganya, dengan cara sderhana dan selalu qana’ah.
Penegrtian zuhud di sini adalah menolak kesenangan atau kecintaan. Sedangkan menurut Abu Sulaiman Ad Daroni zuhud adalah meninggalkan segaka sesutau memalingkan diri dari Tuhan. Atau , mengosongkan hati dari dorongan ingin tambah lebih dari kebutuhan dan menghilangkan ketergantungan terhadap makhluq. Jelasnya zuhud adalah menganggap remeh terhadap dunia dan segala perhiasan serta urusannya. Dengan hati seperti ini orang yang zuhud tidak akan terpikat oleh persoalan duniawi dan tidak merasa sedih atas kekurangannya , sehingga ia menjadi lebih bisa berkonsentrasi dalam zikir kepada Allah SWT dan kehidupan akhirat.
Paling sedikit derajatnya orang yang alim (ustazd ) adalah meninggalkan semua hal-hal yang berhubungan dengan harta duniawi dan menganggap sebagai barang  kotor, karena ia lebih mengetahui terhadap kerendahan harta dunia, harta dunia sering menimbulkan fitnah, pertengkaran antar sesama, cepat musnah dan untuk memperoleh harta dunia diperlukan kerja extra keras, dan susah payah,  sebagai seorang guru sudah semestinya tidak terlalu memperhatikannya , apalagi sampai memperhatikan dan menyibukkan diri dengan urusan  dunia.
Diriwayatkan dari nabi Muhammad SAW,  :” sungguh sangat mulia sekali orang oramg yang bersikap qana’ah, menerima apa adanya terhadap harta dunia,. Dan sungguh hina sekali orang yang selalu tama’, mengharapkan terlalu berlebihan pada harta.
 Diriwayatkandari  syafi’I r.a. : seandainya orang yang berwasiat hanya pada orang yang cerdas akalnya, maka niscaya wasiat tersebut akan diarahkan, diberikan kepada orang orang yang ahli zuhud ( tapa ).  Aku bersumpah pada pribadi aku sendiri : Siapakah yang lebih berhak untuk diberi rahmat berupa kelebihan akal dan kesempurnaan akal dari pada ulama’ .
Yahya bin Mu’az berkata:” seandainya harta dunia itu berupa mas murni dan akhirat itu berupa pecahan genting ( kereweng ) yang bersifat abadi ( kekal ), maka niscaya orang-orang yang mempunyai akal akan lebih suka memilih pecahan genteng yang tahan lama dari pada emas murni yang punah , hilang tak berbekas.
Terus bagaimana jadinya sekarang, dalam kenyataan , bahwa ;  harta dunia itu ibarat pecahan genting yang cepat hancur , sedangkan akhirat ibarat mas murni yang tidak pernah hancur, kekal selama-lamanya.
Sudah sepantasnya bagi orang-orang yang mengerti, bahwa harta dunia itu akan di tinggalkan oleh pemiiknya dan di tinggalkan pada ahli warisnya, disamping itu banyak musibah yang menghantam, dan menimpa pada harta benda, bahwa sifat zuhudnya mestinya lebih tinggi, kuat di abndingkan dengan kecintaannya pada harta dunia, meninggalkkan harta mestinya lkebih diprioritaskan dari pada mencari harta .
Sebelas, Menjauhkan diri dari usaha—usaha yang rendah dan hina menurut watak manusia, juga dari hal-hal yang dibenci oleh syari’at atau adat istiadat (                            kebiasaan ). Seperti berbekam ( mengeluarkan darah dari anggota badan dengan menggunakan alat melalui kepala atau tengkuk ), menyamak kulit, penukaran mata uang ( money Changger ), tuang membuat emas dan sebagainya.
Dua belas, Menjauhkan diri dari tempat-tempat yang kotor ( maksiat ) , meskipun tempat tersebut jauh dari tempat keramaian, dan tidak berbuat sesuatu yang dapat mengurangi sifat muru’ah ( menjaga diri dari hal-hal yang tidak terpuji ) dan tidak diperbolehkan ukuran zahir, walupun dalam segi bathinya di perbolehkan, karena hal itu akan menimbulakn dampak, ekses yang kurang baik terhadap dirinya, kewibaannya, dan menjadi bahan perbincangan yang jelek bagi orang lain sehingga menimbulkan dosa bagi orang yang mengolok-oloknya.
Apabila hal itu terjadi hanya secara kebetulan belaka, karena adanya hajat, keperluan atau yang lainya, maka hendaknya ia memberitahu kepada orang yang melihatnya dan menjelaskannya tentang hukum , alasannya serta maksud kedatangannya, sehingga orang lain tidak mersa berdosa atau menghindarkan diri sehingga ia tidak bisa mengambil manfaat dari sebuah ilmu, dan hendaknya hal itu bissa dipakai pelajaran bagi orang-orang yang bodoh.
Berkenaan dengan hal ini, rosulullah berkata : surtu ketika ada dua orang laki-laki yang berpapasan dengan nabi Saw, ketika beliau bersama-sama dengan Shafiyyah binti Huyay, kemudia meeka berdua berjalan denga pelan-pelan, kemudian ia berkata : perempuan itu adalah Shafiyah binti Huyay. Kemudian nabi berkata : sesungguhnya syaitan itu masuk kedalam diri manusia  ( keturunan Adam ) melewati peredaran darah, aku kuatir syaitan menjatuhkan sesuatu dalam diri mereka berdua sehingga mereka menjadi rusak “.
Tiga belas, menjaga dirinya dengan Beramal dengan memperhatikan syi’ar syiar islam dan zahir-zahir hukum, seperti melakukan shalat berjamaah dimasjid, menyebarkan salam baik kepada orang khusu atau umum, amar ma’ruf nahi munkar dan sebagianya  sera sabar dalam menerima cobaan.
Berkata yang hak, mengatakn kebenaran kepada para penguasa, para pejabat,  dan sepenuhnya menyerahkan dirinya kepada allah SWT dan tidak takut kepada cercaan dan caci makian orang lain, serta terus menerus mengingat firman Allah yang berbunyi ; Dan bersabarlah engkau atas sesuatu yang telah menimpamu, sesungguhnya pada perkara tersebut terdapat perkara yang meguatkan.
Dan hal-hal yang telah terjadi pada rasul dan para nabi yang lain misalnya merekaselalu bersabar atas cobaan yang menimpa mereka, dan perkara yang mereka tanggung karena allah, seperti ingkarnya pengikut pada nabi seperti kisahnya nabi Adam dan anak-anaknya, nabi Tsis serta kaumnya, nabi Nuh dan Hud beserta kaumnya, nabi Ibrahim ketika berhadapan dengan raja Namrud dan ayahnya, nabi Ya’qub bersama anaknya, nabi Yusuf bersama saudara-saudaranya, nabi Ayyub serta cobaan yang beliau terima dari Allah SWT, nabi Musa bersama bani israil ketika mereka telah selamat dari laut merah , nabi Isa ketika bersama para kaumnya yang mendapat hidangan, santapan makanan langsung dari lagit., dan Nabi Muhammad SAW beserta kaumnya , para sahabatnya ketika membagi harga ghanimah ( rampasan )  dalam perang  hudaibiyah. Kemudian nabi berkata ; mudah-mudahan Allah mengasihi saudara aku yakni nabi Musa a.s. , ia telah di coba oleh Allah dengan lebih banyak cobaan dari yang aku terima namun ia tetap sabar,  kemudian hal-hal yang telah dialami oleh sahabat Abu Bakar, ketika beliau di tinggal mati oleh nabi SAW dan para sahabatnya, kemudian ketika menghadapi orang-orang yang murtad, kemudian hal-hal yang dialami oleh para sahabat , seperti berbuat kasarpada orang yang kasar karena perbedaan pandangan yang terjadi dianatara mereka, kemudian para tabi’in dan pengikutnya tabi’in sampai sekarang ini. Pada diri mereka mengandung suri tauladan, uswah yang baik yang patut di contoh sebagai pelajar.
Empat belas, Bertindak dengan menampakkan sunnah-sunnah yang terbaik dan segala hal yang mengandung kemaslahatan kaum muslimin melalui jalan yang dibenarkan oleh syari’at  agama islam, baik dalam tradisi atau pada watak.
Seorang ustazd tidak boleh rela, hanya melakukan  perbuatan-perbuatan yang bersifat lahiriah dan bathiniah semata, bahkan ia harus memaksa dirinya untuk melakukan hal yang terbaik dan sempurna, karena ustazd merupakan  panutan , mereka di pakai sebagai barometer, sumber rujukan dalam setiap permasalahan  yang berhubungan dengan hukum.
Ustazd adalah hujjatullah terhadap orang-orang yang tidak mengerti ( bodoh ) , dan terkadang gerak gerik mereka   selalu diawasi, dipantau  tampa sepengetahuan mereka., sehingga nasehat-nasehat mereka selalu diikuti, dianut oleh orang yang tidak menegerti.
Apabila ustazd tidak bisa mengambil sebuah manfaat dari ilmu yang ia miliki sendiri , apalagi orang lain , tentu lebih tidak bisa memanfaatkan ilmu. Oleh karena itu kesalahan, kekeliruan walaupun hanya kecil akan berubah menjadi sesuatu yang sangat luar biasa , karena adanya unsur saling keterkaitan dari kerusakan itu karena  ustazd adalah barometer, tolak ukur yang  sudah barang tentu ia akan menjadi panutan bagi orang –orangt awam, kalau ia berbuat salah maka ia akan diikuti orang banyak sehingga menjadi dhollu wa adlollu, sesat menyesatkan lagi.
Lima belas, membiasakan diri untuk melakukan kesunahan yang besifat syari’at, baik qauliyah atau fi’liyah. Seperti membaca al Qur,an, zdikir kepada Allah SWT baik didalam hati atau lisan , membaca do’a dan zikiran kepada Allah baik siag atau malam, menunaikan shalat dan puasa, melaksanakan ibdah haji kalau memungkinkan dan sebagainya.
Membaca shalawat kepada nabi, mencintainya, mengagungknnya, memulyakannya, dan  memakai etika dan sopan santun yang baik ketika mendengar nama   beliau, dan tradisi-tradisi beliau disebutkan.
Enam belas, Bergaul dengan orang lain dengan akhlaq yang baik seperti menampakkan wajah yang berseri-seri, ceria,  menyebar luaskan salam , memberikan makanan, menahan rasa amarah dalam jiwa, menahan diri agar tidak menyakiti orang lain, menanggung dan bersabar apabila disakiti oleh orang lain, mendahulukan oramg  lain, tidak meminta orang lain supaya mengutamakan dirinya, mengabdi kepada orang lain, tidak mau dirinya dijadikan sebagai tuan, mensyukuri terhadap kenikamatan yang telah diberikan oleh Allah kepada dirinya, membuat dirinya sendiri menjadi tenang, berusaha untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya, mempertaruhkan jabatan, pangkat untuk  menolong orang lain , belas kasihan kepada fakir miskin, selalu mengasihi kepada para tetangga,  sanak kerabat, selau mengasihi kepada para murid, menolog dan berbuat baik kepada meeka. Apabila ustazd melihat sseorang yang tidak bisa mengerjakan shalat, bersuci dengan sempurna atau keawjiban-kewajiban yang lain, maka ia memberikan pengarahan, petunjuk dengan lemah lembut, sebagaimana yang telahdilkaukan oleh nabi kepada orang-orang a’raby ( orang dusun ) ketikaia kencing di dalam masjid, dan bersama Mu’awiyah bin Hakam ketika dalam keadaan shalat sambil berbicara.
Tujuh belas, membersihkan hati dan tindakanya dari akhlaq-akhlaq yang jelek dan diteruskan untuk merealisasikanya dalam perbuatan-perbuatan yang konkrit dan baik. Termasuk akhlaq yang tidak baik, rendah adalah; hasud, khianat, marah bukan kaena Allah, menipu, sombong, riya’, membanggakan diri, supaya didengar orang, pelit, angkuh, tamak, menyombongkam diri sendiri, boros, bermewah-mewahan, berhias diri dihadapan orang lain, senang di puji oleh orang lain terhadap sesutau yang tidak pernah ia kerjakan, pura-pura tidak tahu terhadap aibnya sendiri, selau memperhatikan aib orang lain, urakan, terlalu panatik pada sesuatu selain Allah ( Ta’assub ), suka membicarakan orang  lain, mengadu domba, berbohobg, berkata jelek, dan menghina orang lain.
Ustazd harus menghindarkan diri dari sifat-sifat yang jelek dan budi pekerti yang tidak baik, karena sifat yang telah disebutkan di atas merupakan pintu dari setiap kejelekan, bahkan seluruh kejelekan berawal dan masuk dari sifat tersbut.
Sebagian para ulama’ dan para ahli fiqh yang mempunyai hati yang jelek sebagaian bsear di coba oleh Allah dengan sifat-sifat tersebut diatas, kecuali orang yang di jaga angsung oleh Allah SWT, terutama sifat hasud, membanggakan diri sendiri ( ujub ) , riya’ dan sombong.
Beberapa obat dari berbagai macam penyakit ini telah dijelaskandalam kitab yang memuat tentanh halusnya watak ( kutub al raqa’iq ). Barang siapa yang hendak mensucikan dirinya dari penyakit tersebut, maka hendaknya ia memiliki kitab tersebut.
Termasuk kitab yang paling penting dan paling halus yaitu kitab “ bidayah al hidayah “ karya dari imam Al Ghazali r.a.
Termasuk cara untuk mengobati penyakit hasud adalah ; selalu berfikir bahwa hasud itu selalu bertentangan dengan allah
Termasuk cara untuk mengobati penyakit ujub adalah selalu mengingat bahwa ilmu yang diperolehnya , pehaman yang dimilikinya , akal yang cerdas dan baik, serta kafasihan lisan dalam mengucapkan kata-kata dan lainnya  , segala kenikmatan yang diperolehnya semuanya berasal dari allah SWT, dan merupakan amanat yang harus dipergang dan dijaganya supaya bisa menjaga dengan sebaik-baiknya.
Dan ssungguhnya zdat yang memberi amanat tersebut untuk dititipkan kepada seseorang adalah Zdat yang Maha kuasa, yang mampu mengambil dan menariknya  dari pemiliknya dalam sekejap mata , tiada lain adalah selain Allah  Yang Maha Luhur. Apakah kalian semua sudah  merasa aman dari dari tipu daya Tuhan, maka tidak ada seorang pun yang aman dari daya upaya Tuhan kecuali orang-orang yang merugi.
Termasuk cara untuk mengobati penyakit riya’ adalah selalu berfikir, berangan-angan bahwa semua makhluq yang ada di alam marca pada ini, dilaut, di angkasa, dan di darat tidak ada yang bisa memberikan manfaat pada sesuatu yang tidak diputuskan oleh Allah, serta tidak bisa membahayakan terhadap sesuatu yang tidak dikehendaki oleh Allah. Oleh karena itu kenapa dia menghilangkan, melebur dan menghapuskan terhadap amal ibadahnya sendiri, membahayakan terhadap dirinya sendiri, melakukan aktifitas, kesibukan dan berusaha untuk memperhatikan orang yang tidak menguasai, tidak bisa memberikan kemanfaatan dan bahaya secara hakiki, padahal Allah telah menampakkan niat dan kejelekan hati  pada diri mereka, sebagaimana yang telah diungkapkan dalam sebuah hadits :
“Barang siapa yang mempunyai niatan supaya didengar oleh orang lain, maka Allah akan memperdengarkannya, dan barang siapa yang memamerkan dirinya , maka Allah juga akan menampakkan sifat pamer orang tersebut”. 
Termasuk cara untuk mengobati penyakit suka menghina orang lain adalah selalu berangan-angan terhadap firman Allah yang berbunyi :
“ Dan janganlah suatu kaum menghina terhadap kaum yang lain, barang kali kaum yang kedua itu lebih baik dari kaum pertama “.
firman Allah ;
“ Wahai manusia, sesungguhnya kami menciptakan engkau dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan engkau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya engkau saling kenal mengena. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara engkau disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara engkau. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyayang. ( Q.S. Al Hujurat; 13 )
Dan firman allah ;
“ dan janganlah  kalian memuji terhadap diri sendiri karena sesungguhnya Allah lebih mengetahui orang-orang yang lebih taqwa “.
Sebab terkadang orang yang dihina itu hatinya lebih bersih disisi Allah dan lebih suci tindak tanduknya, amal perbuatannya dan niatnya lebih ikhlas, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah sya’ir ;
Janganlah engkau menghina orang yang hina di dunia ini
Terkadang orang yang hina itu justru lebih mulia
 Allah itu merahasiakan tiga perkara dalam tiga perkara juga, yaitu ;
 Satu, kekasih Allah dalam hambanya,
Dua, ridha Allah dalam rasa taat dan taqwa,
Tiga, murka allah didalam maksiat kepada Allah.
Termasuk salah satu kategori akhlaq mardliyyah, akhlaq yang di ridhai oleh Allah adalah memperbanyak taubat, ikhjlas, yakin, taqwa, sabar, ridha, qana’ah ( menerima apa adanya ) , zuhud, tawakkal, menyerahkan diri kepada Allah, hati yang baik, berprasangka baik, memaafkan, budi pekerti yang baik, melihat hal-hal yang bagus, mensyukuri terhadap nikmat Allah, kasih akung terhadap makhluq Allah, memiliki sifat malu baik kepada Allah,  manusia, takut dan mengharap kepada Allah.
Mencintai Allah ( mahabbah ila Allah ) salah satu kunci untuk memiliki sifat-sifat yang baik , rasa cinta, mahabbah kepada Allah akan bisa diaktualisasikan dengan cara mencintai dan menjalankan tradisi-tradisi yang telah dijalankan oleh baginda rosulillah SAW, karena allah sendiri telah berfirman dalam Al Qur’an;
“ Katakanlah hai Muhammad, apabila kalian semua mencintai Allah, maka ikutlah kalian kepadaku  maka Allah akan mencintai kalian dan Allah akan mengampuni segala dosa-dosa kalian “.
Delapan belas, senantiasa bersemangat dalam mencapai perkembanagn keilmuan dirinya dan berusaha dengan bersungguh sungguh dalam setiap akitivitas ibadahnya, misalnya membaca, membacakan orang lain, muthalaa’h, mengingat-ingat pelajaran, memberi makna kitab, menghafalkan, dan berdiskusi dan tidak menyia-nyiakan umurnya dan waktunya sehingga tidak  ada waktu yang terbuang kecuali dalam kerangka thalabul ilmi, kecuali hanya sekedar untuk keperluan ala kadarnya ( hajatul basyariyah ), seperti makan, minum, tidur, istirahat  karena bosan atau penat, melaksanakan kewajiban suami istri, menemui orang yang bersilatur rahim, mencari maisyah, kebutuhan hidup yang diperlukan oleh setiap manusia, sakit, dan sebagainya serta aktifitas-aktifitas  diperbolehkan .
Sebagian ulama’ salaf , mereka tidak pernah meninggalkan untuk mempelejari, menelaah dan mengkaji kitab salaf hanya karena menderia penyakit yang tidak terlalu berat ( ringan ), bahkan mereka mengharapkan kesembuhan penyakitnya dengan belajar, dan selalu melakukan aktifitas ilmu selama memungkinkan. Rasulullah sendiri telah bersabda :
 “ Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung dari niat, karena derajat sebuah ilmu merupakan warisan derajatnya para nabi “.
Keluruhan derajat sebuah  ilmu tidak akan bisa diraih oleh pelajar kecuali dengan kesulitan dan masyaqqat.
Dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan riwayat dari Yahya Bin Katsir, ia berkata  ; bahwa  ilmu tidaka bisa dikuasai hanya dengan  santai dan ongkang-ongkang kaki.
Dalam hadits yang lain juga disebutkan bawa : surga itu selalu dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci oleh hawa nafsu.
Dalam sebuah syi’ir dikatakan , bahwa :
Keluhuran ilmu tidak bisa engkau kehendaki dengan biaya yang murah
Namun hanya bisa memperoleh sengatan lebah
Imam Syafi’I r.a. berkata : bahwa kewajiban orang yang ahli ilmu , orang yang pandai, menguasai banyak ilmu penngetahuan adalah untuk menyampaikan ilmu yang ia miliki sekuat kemampuanya serta menujmbuh kembangkan ilmunya, sabar terhadap segala cobaan, rintangan dan sesuatu yang baru datang  ketika dalam pencarian ilmu dan berproses untuk mencari jati dirinya, selalu di lambarai dengan niat yang ikhlas ketika ia menggapai sebuah ilmu , baik itu berupa nash ( al Quar’an dan Al Hadits ) atau dalam istimbath hukum, megambil dalil sebuah hukum berdasarkan syara’, selalu mencintai Allah SWT dalam rangka membantu orang yang mempunyai ilmu. Nabi Muhammad telah bersabda : terimalah segala sesuatu yang bisa memberikan nilai anfa’, manfaat kepada dirimu dan minta pertolonganlah kepada Allah SWT.
Sembilan belas, mengambil pelajaran dan hikmah apapun dri setiap orang tampa membeda-bedakan status , baik itu berupa jabatan, nasab, umur dan persoalan yang lainya. Bahkan ia harsu selalu menerima hikmah itu dimanapun ia berada, karena sesugguhnya hkimah itu adalah iabarat harta benda orang mukmin yang hilang yang diambilnya dimanapun ia menemukannya.
Sa’ad bin Jubair berkata, seorang lelaki selalu mendapat sebutan orang yang alim selama ia berusaha untuk belajar, namun apabila ia meninggalkan belajar dan menyangka bahwa ia adalah orang yang tidak memerlukan, tidak membutuhkan terhadap ilmu , maka sebenarnya ia adalah orang yang paling bodoh . Sebagian orang-orang arab membacakan sebuah syi’ir  yang berbunyi :
Orang buta bukanlah orang selalu lama ketika bertanya
orang  buta yang sempurna adalah
orang yang terlalu lama diam karena kebodohanya sendiri

adalah sekolompok orang dari ulama’ salaf  , mereka mempelajari dan mengambil ilmu hikmah dan menggunakan kesempatan kepada  para santrinya untuk mencari ilmu ilmu yang tidak mereka miliki, kemudian hal itu dibenarkan oleh golongan para sahabat dan para tabi’in.
Kemudian kabar tersebut telah sampa juga kepada baginda Rosulullah SAW dengan melalui Ubayy Bin Ka’ab r.a., kemudian nabi berkata : aku telah mendapat perintah dari Allah SWT untuk membacakan kepadamu sebuah surat, yaitu  surat lam yaqunillazina kafarauu  . Kemudian para ulama’ berkata bahwa; termasuk faidah dari ayat tersebut adalah orang yang mulia tidak boleh mencegah untuk menjadi santri, murid, dan mengambil ilmu dari orang yang lebih mulia.
Al Humady, berkata ;  ia merupakan salah satu dari muridnya imam Syafi’I,. Ia mengatakan bahwa; aku menemani iman Syafi’I mulai dari kota Makkah sampai ke kota Mesir, aku selalu mengambil hikmah, yaitu aku menanyakan kepada beliau beberapa masalah , kemudia beliau ( syafi’I ) juga menanyakan masalah hadits kepada aku.
Ahmad bin Hanbal telah berkata ; Imam Syafi’I berkata kepada aku , kalian  lebih alim, lebih mengetahui tentang ilmu hadits dari pada aku, oleh karena itu apabila ada sebuah hadits yang shahih tolong sampaikan pada aku , dan aku akan mengambilnya.
Dua puluh, membiasakan diri menyusun atau merangkum kitab, jika memang mempunyai keahlian dalam bidang itu, karena apabila hal itu  dilakukan , maka akan membuat seorang guru selalu menelaah, mempelajari hakikat keilmuan baik yang tersurat atau yang tersirat dan pada akhirnya  dapat memperdalam esensi keilmuan dan juga  banyak manfaat yang diperolehnya.
Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Al Khatib aAl Bagfhdadi, bahwa membuat karya tulis, merangkum, meresume akan menguatkan hafalan seseorang, mencerdaskan akal fikiran, mempertajam daya nalar , mengembangkan argumentasi , mengahasilkan nama yang harum, nama yang baik, besar pahalanya sampai hari kiamat.
Yang paling utama adalah hendaknya menprioritaskan sesuatu yang manfaatnya lebih umum sehingga bisa untuk dinikmati oleh orang lain, disamping itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas..
Dalam membuat kerya tulis , hendaknya jangan terlalu memperpanjang pembahasan sehingga menimbulkan kebosanan terhadap orang yang membaca, tidak terlalu pendek sehingga subsatansinya tidak bisa dimengerti yang membaca, dan selalu menyerahkan , memberikan karya tulisnya yang layak, pantas untuk diberikan kepada orang lain. Jangan sampai memberikan karya tulis tersebut sebelum diteliti, di telaah, dan di tashih dengan baik.
Pada masa-masa sekarang ini ,di antara ummat  manusia, pastilah ada orang yang tidak menghendaki, mengingkari terhadap karya tulis , walaupun karangan itu dihasilkan oleh orang-orang keilmuanya sudah tidak perlu diragukan lagi, dikenal dikalangan masyarakat banyak. Dalam kasus seperti ini tidak  ada alasan yang dapat dibenarkan ,kecuali ia hanya  membual pada masa seperti sekarangf ini. Namu apabila tidak ada satu alasan pun yang bisa dipakai sebagai pembenar, maka bagi orang yang menekuni karya tulis menulis , mempunyai profesi sebagai penulis , baik berupa tulisan sebuah sya’ir, cerita-cerita atau yang lainya, hendaknya ia tidak di tentang, terlebih lagi apabila yang ditulis adalah sebuah karya yang bisa di ambil manfaatnya, hikmahnya, seperti menulis ilmu yang berhubungan ilmu syara’ , dan media atau alat yang dipakai untuk mendalami syari’at agama .
Sedangkan orang-orang yang tidak mempunyai keahlian dalam sebuah ilmu pengetahuan, maka diharapkan untuk menigngkari dan menentangnya, karena  didalamnya pasti mengandung unsur pembodohan, dan menipu orang yang membaca  karya tulis tersebut, disamping itu ia menyia-nyiakan waktunya terhadap sesuatu yang tidak bisa menberikan kontribusi dan keyakinan yang baik pada dirinya , hal ini mestinya lebih layak dilakukan terhadap dirinya.  



BAB ENAM
AKHLAQ USTAZD KETIKA MENGAJAR
Ustazd dalam mengajar hendaknya dirinya bersih dari segala hadts dan kotoran , selain harus berpakaian rapi, memakai wangi-wangian dan menggunakan pakaian yang pantas dan layak untuk dipakai ketika abersama dengan teman-teman, dan ustazd yang lainnya. Semuanya itu di lakukan dengan niatan untuk mengagungkan, mumuliakan dan menghormati ilmu , selain itu ketika untuk emnghormati syari’at agama islam dan sebagai upaya untuk taqarrub ilallah, mendekatkan diri kepada sang penguasa alam , Allah SWT, menyebarkan ilmu, dan menghidupkan syari’at.
Menyampaikan pesan-pesan Allah melalui hukum-hukumnya yang telah dipercayakan kepada seorang ulama’ dan memerintahkan untuk menyebar luaskan agaman-Nya. Selalu menumbuh kembangkan ilmu pengetahuan dengan cara mengatakan yang benar dan selalu kembalai kepada kebenaran yang haqiqi. Berkumpul untuk zdikir kepada Allah, menyampaikan salam kepada sesama muslim dan berdo’a untuk para ulama’ pendahulu kita ( salafussalihin ).
Ketika ustazd keluar dari rumah untuk mengajar, seorang ustazd hendaknya berdo’a dengan do’a yang telah di ajarkan oleh nabi Muhammad SAW ;
“ Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan dan disesatkan, dari kegelinciran dan digelincirkan, dari berbuat zalim dan di zalimi, dari berbuat bodoh dan di bodohi. Ya Allah yang Maha Agung, pertolongan-mu dan Maha Puji-Mu dan tidak ada Tuhan yang layak di sembah selain Engkau . Aku mohon penjagaan kepada Allah dan aku tawakkal kepada-Mu. Tidak ada daya dan kekuatan ( untuk menolak kemaksiatan dan berbuat ketaatan ) kecuali dengan pertolonganmu.  Ya Allah, teguhkanlah hatiku dan tampakkan kebenaran di lisanku “.
Dan  jika telah sampai di sekolah ( kelas ) hendaknya seorang ustazd memberi salam kepada para muridnya atau santri, para hadirin dan duduk menghadap ke arah kiblat ( jika memungkinkan ) , menjaga sikap dengan baik, tenang, berwibawa, tawadlu’ dan khusu’ sambil duduk bersila atau duduk di atas kursi dengan baik dan sopan.
Hendaknya seorang ustazd menjaga dirinya dari hal-hal yang mengurangi kewibawaannya, seperti duduk berdesakan denan yang lain, memeprmainkan kedua tangannya, memasukan deriji yang satu dengan deriji yang lain, memperhatikan kesan kemari dengan mempermainkan kdua bola matanya tanpa hajat.
Selain itu hendaknya seorang ustazd menjauhkan dirinya dari bersenda gurau dan sering tertawa , karena hal itu mengurangi kewibawaan dan menjatuhkan harga dan martabat seorang ustazd.
Ustazd hendaknya tidak mengajar di waktu perut dalam keadaan lapar, haus dan dahaga. Juga tidak sat marah, cemas, ngantuk ataupun di waktu panas dan dingin yang berlebihan.
Di samping itu ustazd hendaknya duduk dengan menampaakkan dirinya supaya bis dilihat oleh para santrinya, muri, dan para hadirin supaya mereka memuliakan seorang guru yang berilmu, tua, kebagusannya, dan kemuliaannya, serta memuliakan dan mengutamakannya untuk di jadikan sebagi imam shalat. Di samping itu harus berbuat dan nerkata-kata dengan bahasa yang lemah lembut terhadap orang laim dan menghotmati mereka dengan ucapan yang baik, menampakkan wajah yang berseri-seri dan penghormatan yang sangat luar biasa.
Ustazd hendaknya berdiri untuk menghormati para pemimpin islam sebagai ungkapan rasa penghormatan, dan melihat kepada para hadirin dengan tujuan untuk menghormati ala kadanya saja, terlebih lagi terhadap orang yang mengajak bicara dan bertanya tentang sesuatu dan orang yang menemuinya , mereka semua  harus didengarkan dengan penuh perhatian dan konsentrasi meskipun merka orang-orang yang masih kecil dan orang hina dina , apabila hal seperti itu tidak di lakukan  oleh seorang ustazd maka ia telahmenampakkan prilaku dan perbuatan orang   orang yang sombong.
Ustazd sebelum memulai mengajar, hendaknya di mulai dengan mengucapkan atau membaca sebagian Al Qur;an sebagai tabarrukan ( mengharap barakah ) untuk kebaikan dirinya sendiri, para santri, orang yang hadir, kaum muslimin, dan mereka yang membantu kesuksesan pendidikan, seperti orang yang memberikan waqaf , kalau memang ada orang yang memberikan waqaf dan sebagainya. Kemudian di susl dengan memabaca ta’awwuzd, basmalah, hamdalah, shalawat pada nabi dan para pengikutnya, sera meminta kerelaan terhadap pemimpin kaum muslimin.
Jika pelajaranya banyak, hendaknya di dahulukan pelajaran yang paling mulia terlebih dahulu, yang mulia dan seterusnya. Yakni mendahuliukan pelajaran tafsir, hadits, ushuluddin, ushul fiqh, kitab-kitab mazhab, nahwu dan di akhiri dengan kitab-kitab raq’iq ( kitab yang   memperhalus watak ) supaya santri bisa mengambil pelajaran dari cara-cara pembersihan hati.
Hendaknya seorang Ustazd meneruskan poelajaran-pelajaran yang belum diselesaikan dengan baik dan menghentikan pelejaran jika sudah selesai materi pembahasan. Jangan sampai menyebutkan pembahasan-pembahasan yang bisa membingungkan santri, tidak memberikan jawaban yang jelas,  baik dalam masalah agama atau pelajaran dan baru di tuntaskan jawabanya pada materi-materi yang akan datang  . Bahkan seorang guru harus mampu menjelaskan permasalahan secara mendetaild an menyeluruh atau menundanya sekalian , karena mengandung unsur mafsadat ( kerusakan ), apalagi forum tersebut di hadiri orang golongan umum baik, kaum cerdika pandai, para ulama’ dan orang – orang awam.
Janganlah memperpanjang dan memperpendek pelajaran sehingga menimbulkan kebosanan dan kerusakan pemahaman, ketika belajar selalu menjaga kemaslahatan umum, baik ketika memberikan keterangan dan penjalasan. Di samping itu janganlah membahas sebuah persoalan kecuali pada forum-forum resmi, sebuah forum yang di pergunakan untuk pembahasan sebuah ilmu pengetahuan, tidak boleh memajukan atau menunda jadwal pelaksanaan belajar kecuali adal kemaslahatan untuk umum.
Juga tidak mengeraskan atau memelankan suara lebih dari sekedar kebutuhan, namun yang lebih utama adalah bagaimana suara itu tidak terlalu melebihi batas sehingga terdengar dri luar dan juga tidak terlalu pelan sehingga para santri, audien sulit untuk mendegarkannya.
Al Khatib Al Baghdadi telam meriwayatkan sebuah hadits dari nabi SAW : sesungguhnya nabi mencintai suara yang pelan dan samar dan beliau membenci suara yang keras, nyaring.
Namun di dalam formu tersebut apabila terdapat orang yang kurang peka pendengarannya, maka tidak ada masalah, dan sah sah saja untuk mengeraskan suaranya sehingga ia mampu mendengarkannya, di samping itu tidak boleh berbicara dengqan terlalu cepat, bahkan harus pelan-pelan sambil berfikir dan di fikirkan juga oleh para mustami’, orang yang mendengarkannya.
Nabi Muhammad, ketika beliau berbicara dengan orang lain, maka beliau selalu berbicara dengan pelan-pelan, sistematis, dan terperinci sehingga bisa di fahami oleh orang lain. Beliau ketika mengucapkan suatu kalimat selalu di ulangi samapi tiga kali maksudnya adalah suapaya mudah di fahami. Dasn ketika beliau telah selesai dalam menjelaskan sebuah persoalan, permasalahan, atau pokok masalah , beliau berhenti sejenak untuk memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengulangi permasalahan, persoalan  yang telah beliau sampaikan.
Seorang Ustazd hendaknya menjaga ruangan atau kelasnya dari kegaduhan, keramaian atau pembahasan yang simpang siur yang tidak jelas arahnya, karena hal itu bisa merubah terhadap lafazd.
Al Rabi’ telah berkata : adalah imam Syafi’I apabila mengadakan debat, adu argumentasi, mujadalah dengan orang lain , kemudian orang itu berpindah pada masalah yang lain sbeblum tuntas, maka iamam Syafi’I berkata: aku akan menyelesaikan masalah ini baru kemudian berpindah pada masalah yang engkau kehendaki. 

BAB TUJUH


AKHLAQ GURU TERHADAP SANTRI
Enam, meminta terhadap santri untuk senantiasa mengulangi hafalannya dan menguji hafakannya yang telah lalu seperti kaidah-kaidah yang dianggap sulit dan masalah-masalah konteporer. Tidak lupa hendaknya sang guru senantiasa memberikan informasi yang terkait dengan pokok-pokok bahasan atau dalil-dalil yang telah dipelajari. Apabila diantara mereka memberikan jawaban benar dan tidak takut atau grogi maka berterima kasilah dan pujilah dihadapan kawan-kawannya agar mereka tergugah semangatnya untuk mencari tambahan.
Begitu pula jika mereka beraspirasi dan tidak takut unjuk gigi dengan kemampuannya yang minim itu maka berilah semangat dengan memberikan iming-iming cita-cita yang tinggi atau kedudukan yang terkait dengan ilmu. Apalagi teguran itu bisa membuatnya semangat dan akhirnya dia bisa berterimakasih.
Hendaknya pula mengulangi materi-meteri yang terkait bahasannya agar siswa faham.
Tujuh, pabila seorang murid melakukan sesuatu yang belum waktunya dan menghawatirkan maka dinasehati dengan lemah lembut dan ingatkan dengan hadits Nabi “sesungguhnya bagi tanaman itu taklah mengenal bumi yang gersang dan tidak ada permukaan yang tetap.” Agar tetap sabar dan semanagat. Apabila terkait indikasi yang membosankan atau indikasi lain maka perintahlah untuk istirahat dan mengurangi aktivitas. Jangan sekali-kali mengomando murid untuk mempelajari sesuatu yang dia belum cukup kepandaiannya atau umurnya. Atau memberikan rekomendasi tulisan yang mengacaukan fikirannya. Jika adaseseorang yang mengajak bermusyawarah kepadanya baik dari segi kefahaman / hafalan dalam bacaan fax / buku-buku maka jangan berkomentar sesuatu sehingga dia mencobanya dan mengetahuinya sendiri apabila dia tidak mampu pada akhirnya, maka komentarilah dengan sederhana terkait dengan bab yang dimaksud. Apabila dia sudah mampu memahami satu kitab dengan baik maka pindahkan kekitab lain yang sesuai dengan kemampuannya, apabila belum jangan dulu, itu semua karena memindahkan santri kepeda apa yang seharusnya dipindahkan atau menambah semangatnya sedangkan menunjukkan kekurangannya mengurangi semangatnya. Begitu pula tidaklah mungkin bagi santri terbagi pikirannya pada dua fak pelajaran atau lebih apabila belum menghafalnya. Tetapi mendahulukan yang terpenting secara berurutan. Apabila diketahui atau dianggap belum layak pada satu bidang maka intrupsikan untuk meninggalkannya dan pindah kelainnya yang bisa diharapkan kelayakannya.
Delapan, hendaklah sang guru tidak menampakkan menonjolnya pelajar dihadapan kawan-kawan lainnya dengan menunjukkan kasih akungnya perhatiannya padahal mereka sama sifat, umur / pengalaman ilmu agamanya kerana itu semua menyakitkan hati, akan tetapi jika diantara mereka ada yang semangat dan bertatakramalah lebih sopan maka tampakkanlah keseponanya dan terangkan kepada mereka bahwa dia memulyakannya karena sebab itu maka tidak apa-apa.karena itu bisa menumbuhkan dan menimbulkan sifat seperti itu begitu pula tidak boleh mendahulukan salah seorang murid dengan giliran yang lain dan mengahirkan yang lainnya kecuali bila ada masalahnya bisa menambah maslahah giliran itu, apabila bisa dimaklumi.
Sembilan, hendaklah lemah lembut kepada para santri dan menyebutkan santri yang tidak hadir, dengan penuh perhatian, mengetahui nama-nama mereka, nasab, asal dan mendoakan mereka agar mereka senantiasa baik, mengawasi tingkah laku dan tatakramanya secara dhohir ataupun yang batin, jika diantara mereka tampak sesuatu yang tidak layak seperti melakukan sesuatu yang haram atau makruh, kerusakan, malas atau kurang sopan baik kepada guru atau orang lain, ataupun banyak membicarakan sesuatu yang tidak berfaidah, bergaul kepada seseorang yang tidak patut digauli maka hendakmya sang guru mencegahnya dihadapan yang menyebabkan itu dengan mengarahkannya dan tidak menyalahkannya. Apabila itu semua tidak dapat menyelesaikan masalah maka diperingatkan secara rahasia (tertutup) atau dihadapan dua orang tersebut. Namun  apabila hal itu belum bisa menyelesaikan maka dinasehati dengan agak keras berupa kata-kata yang lebih merasuk dan menjelaskan dihadapan umum.dan apabila masih belum bisa, maka diusir hingga jera dan mau kembali apabila jika dia sampai takut sebagian kawan akrabnya yang akan memojokkannya.
Sepuluh,Seorang guru harus juga membiasakan mengucapkan salam berbicara yang baik, kasih akung, tolong menolong, berbakti dan bertakwa. Semua itu sebagaimana peran agama terhadap Allah, dan peran dunia tehadap hubungan manusia untuk menempurnakan dua kehidupan itu.
Sebelas, Seorang guru berusaha untuk senantiasa memperbaiki murid-murid, dengan perhatiannya, membantunya dengan sekuat tenaga denangan orentasinya atau kemampuan hartanya tampa terpaksa. Karena Allah SWT senantiasa akan menolong hamba selam hamba itu mau menolong temannya. Dan barang siapa memenuhi kebutuhan kawannya, maka Allah SWT pun akan memenuhi semua kebutuhannya. Barang siapa membantu orang yang miskin, maka Allah akan memudahkan hisab / hitungannya dihari kiyamat, apalagi menolong orang yang menunutut ilmu.
Dua belas, apabila pelajar tidak masuk lebih dari biasanya maka hendaknya ditanyai keadannya kepada kawan yang biasa bersamanya apabila tidak tahu maka mengutus kawannya atau datangilah sendiri, karena itulah yang lebih utama.
Apabila ternyata dia sakit maka hendaknya dia dijenguk, apabila dalam keadaan susah maka membantunya, apabila akan berpergian, maka perhatikanlah siapa yang menemaninya dan bertanya pada kawan itu dan menanyakan keperluannya dan mengizinkannya dengan iringan do’a. ketahuilah bahwa santri yang sholeh akan lebih disukai oleh ilmunya, oleh gurunya dunia akhirat. Dari pada orang kaya dan kerabat-kerabatnya/famili-familinya. Oleh karena itu ulama’-ulama’ salaf senantiasa bersungguh-sungguh mencari santri yang bagi manusia baik ketika hidup atau matinya. Walaupun hanya satu murid tetapi ilmunya bermanfaat, dan zuhud, perlakuannya baik dan tutur katanya baik, maka itu sudah cukup disis Allah. Karena satu ilmutak dapat berpindah kesatu orang keorang lain kecuali akan mendapatkan sebagaimana yang telah diterangkan oleh hadits shohih. Dari Nabi SAW : apabila anak adam meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara yaitu shodaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang selalu mendo’akannya. Ketiga pin diatas ada pada orang yang mengajarkan ilmu (guru).
Adapun shodaqoh, maka mempelajari ilmu adalah termasuk shodaqoh, tidaklah kau lihat sabda Nabi SAW tatkala dalam musholla sendirian “barang siapa bershodaqoh dengan ini (sholat) maka dia akan mendapatkan fadilah jama’ah, dan orang yang mengamalkan ilmu akan mendapatkan keutamaan ilmu, yang itu adalah lebih utama dari pada solat jama’ah, dan akan mendapatkan keutamaan dunia dan akhirat”. Adapun ilmu yang bermanfaat maka jelas karena guru, menebabkan semuanya itu kepada orang yang mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Adapun do’a anak yang sholeh (do’a yang baik) terbiasa diucapkan oleh orang yang ahli ilmu dan hadits senantiasa mendo’akan kepada gurunya.
Tiga belas, rendah hati dihadapan muridnya dan setiap anak didiknya selam dia yang menegakakan lagi, Allah dan mau menundukkan lambungnya dan lemah lembut. Allah berfirman kepada nabinya rendahkanlah lambungmu kepada orang miskinyang mengikutimu, Nabi juga bersabda sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku untuk senantiasa tawadhu’ tiada ketawaduan kecuali Allah yang mengangkatnya.
Empat belas, bertutur kata kepada sitiap muridnya apalagi kepada murid senior dan memanggil dengan nama yang baik dan mengucapkan salam dan saran apabila bertemu dengannya dan memuliyakannya ketika mereka bertamu dan bertanya dengan lemah lembut tentang keadaannya dan orang-orang tentang dekat dengannya setelah menjawab salam, menemuinya dengan muka berseri-seri bahagia ramah dan penuh kasih akung dan melebihkan hal itu terhadap murid yang diharapkan kebahagiaannya. Itu semua dipahami dari wasiat Rosulullah SAW bersabda bahwa manusia mengikuti engkau sekalian dan banyak orang mendatangiku dari semua penjuru untuk mempelajari agama kita mereka mendatangiku maka titiplah pesan kepada mereka untuk senantiasa berbuat baik.



BAB VI
TATAKRAMA SEORANG GURU DIDALAM PELAJARANNYA
            Seorang guru ketika menghadiri ruangan mengajar (kelas) hendaknya membersihkan dirinya dari hadast dan kotoran, memakai harum-haruman dan memakai baju (pakaian) yang selayaknya sesuai dengan mode ketika itu dengan tujuan mengagungkan nilai ilmu dan menghormati syaria’at. Juga harus berniat mendekatkan diri kepada Allah dan menyebarkan ilmu serta menegakkan agama Allah menyampaikan huku-hukum Allah yang diamanatkannya dan diperintahkan menjelaskannya. Sebaiknya juga bermaksud menunjukkan kebenaran dan mengembalikan kepada kebajikan. Berniat berkumpul bersama untuk berdzikir kepada Allah, selain kepada kawan-kawan muslimin dan mendo’akan Ulama’ Salaf.
            Apabila dia keluar dari rumahnya sebaiknya berdo’a sebagaimana do’a Nabi Muhammad SAW
“ Ya Allah…. aku berlindung kepada-Mu dari tersesat atau disesatkan, tergelincir atau tergelincirkan, mendholimi atau didholimi, bodoh atau dibodohi maha mulya kekuasaan-MU dan agung pujian-Mu tiada Tuhan selain Engkau.
Kemudian berdo’a :
Dengan menyebut nama Allah, aku beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada-Nya, tawakal kepada-Nya tiada kekuatan daya upaya kecuali dari Allah. Ya Allah tetapkanlah hatiku, tunjukkanlah kebenaran pada lisanku, dan ku selalu mengingat-Mu.
Sehingga sampai pada kelas.
            Apabila telah sampai dihadapan para hadirin maka hendaknya mengucapkan salam lalu duduk menghadap kiblat jika memungkinkan dengan tenang dan tawadhu’ serta khusu’ baik dengan bersila atau yang lainnya yang penting sopan. Dan hendaknya menjaga badannya dari desakan atau main-main atau memandang kesana kemari tampa tujuan. Hendaknya juga menjahui gurauan atau banyak tertawa, karena hal itu mengurangi wibawa atau kehormatan. Tidak boleh mengajar ketka sangat lapar, haus, susah, marah, ngantuk atau sangat dingin atau sangat panas.
            Hendaknya duduk ditempat yang bisa dilihat oleh seluruh hadirin dengan tetap menghormati hadirin yang lebih senor baik dari segi keilmuan, umur, ataupun kedudukan. Dan mengutamakan sesuai dengan ukuran sebagai imam sholat. Dan lemah lembut kepada yang lainnya dan menghormatinya dengan tutur kata yang yang lembut,wajah berseri-seri dan menghormati.
            Hendaknya juga ketika akan berdiri dihadapan pembesar kaum muslimin denga memulyakannya dan memeandang para hadirin sesuai kebutuhan.menatap wajahnya pada orang yang diajak bicara walaupun dia lebih rendah karena jika tidak demikian maka termasuk orang-orang yang sombong
            Memulai belajar dengan membaca sesuatu dari Al-qur’an untuk mencari barokah dan berdoa setelah itu untuk dirinya,para hadirin juga seluruh muslimin dan orang yang mewaqafkan jika itu memang madrasahtanah waqof sebagai balasan kebaikan perbuatannya dan tercapai cita-ciyanya.kemudia berlindung kepada Alah dari syaitan yang terkutuk, menyebut nama Allah dan memujinya, sholawat kepada nabi, keluarga, serta sahabatnya serta meminta ridho kepada muslimin terdahulu.
            Apabila pelajaran itu banyak maka dahulukan yang paling utama dan yang paling penting. Berawal dari tafsirul Qur’an kemudian Hadits, Usuluddin, Usul Fiqih, kitab-kitab mazhab, dan nahwu dan diakhiri dengan kitab-kitab kecil agar bisa dimanfaatkan oleh para hadirin untuk membersihkan hatinya, meneruskan pelajarannya dengan sesuatu yang terkait, berhenti pada tempat yang seharusnya berhenti, jangan menyebutkan pelajaran yang masih diragukan dan menunda jawaban dipertemuan yang lain atau mungkin menyebutkan, meninggalkan semuanya karena itu merupakan matsadah (kerusakan) apalagi pelajaran itu dihadapan orang-orang tertentu atau orang-orang awam dengan memperpanjang pelajaran sehingga membosankan / meringkasnya sehingga merasa kurang, jangan membahas satu bab yang tidak pada tempatnya. Maka jangan mendahulukan dan mengakhirkan kecuali dipandang ada baiknya.
            Jangan mengeraskan suaranya berlebihan tampa ada perlu atau melirihkannya sehingga tidak terdengar akan tetapi sebaiknya suara itu tidak melebihi satu majlis dan tidak kurang dari jangkauan hadirin. Sesuai dengan hadits yang dirwayatkan oleh Khatib al-badadi. Nabi bersabda :
Sesungguhnya Allah menyukai suara yang lembut dan tidak menyukai suara yang kasar
            Apabila ada diantara mereka yang kurang begitu mendengar maka tidak apa-apa mengeraskan sehingga dia mendengarkannya dan tidak membentak-bentaknya tetapi mengajar dengan pelan-pelan agar dia berfikir dan mendengarkannya sebagaimana Nabi SAW merinci kata-katanya agar dapat difahami bagi yang mendengarkannya beliau juga berbicara satu kalimat bisa diulangi tiga kali untuk memahamkannya apabila telah selesai pada satu permasalahan maka hendaknya diam sejenak sehingga dia memulai berbicara lagi.
            Menjaga majlis itu dari kesalahan, karena kesalahan bisa merubah kita dan jyga harus menjaga suara yang keras atau juga tidak membahas sesuatu yang bukan bahasannya. Imam Robi’ berkata : Bahwa Imam Syafi’I jika didepat oleh seseorang tentang satu masalah maka beliau berpaling darinya, seraya berkata : aku sudah pernah membahasnya, kemudian sekarang terserah engkau, dan lemah lembut ketika perbedaan muncul serta harus bisa mengendalikan emosi.
            Hendaknya mengatakan kepada para hadirin bahwa sanya berdebat itu tidak baik apalagi sudah jelas-jelas kebenarannya, karena maksudnya berkumpul adalah mencari kebenaran, membesihkan hati dan mencari faedah oleh sebab itu tidak layak lagi santri berdebat karena akan menyebabkan permusuhan dan marah. Akan tetapi seharusnya pertemuan itu adalah ikhlas karena Allah SWT agar mendapatkan kesempurnaan faedah didunia dan kebahagiaan diakhirat sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah:
Agar tampak suatu kebenaran dan hilanglah suatu kebatilan walaupun dibenci oleh orang-orang berdosa.
Karena itu dapat difahami bahwa maksud melenyapkan kebenaran dan menunjukkan kebatilan adalah sifat bagi orang-orang yang suka melakukan dosa maka takutlah.
            Menekankan untuk mencegah santri yang membahas melampui batas/berlebihan dalam bertatakrama ketika membahas satu pelajaran, atau tidak mau menyadari setelah tampak satu kebenaran, atau menjerit-jerit tampa faedah atau kurang sopan kepada kehadiran yang lainnya atau kepada kawannya yang tidak hadir atau merasa sombong dihadapan seniornya. Begitu pula harus diperhatikan santri yang tidur atau yang berbicara dengan yang lainnya / tertawa-tawa dengan salah satu hadirin atau pun mencari kawan lainnya hal itu telah disebutkan pada bab “tatakrama santri”
            Apabila ditanya terhadap sesuatu yang belum diketahui maka hendaknya, jawab : “aku tak tahu, aku tidak mengerti karena jawaban itu juga termasuk sebagian dari ilmu. Dari Ibnu Abbas apabila seorang guru salah dalam mengajar.
            Muhammad Bin Hakim berkata : aku bertanya pada Imam Syafi’I tentang nikah mut’ah, apakah didalamnya juga terdapat thalaq atau warisan atau ada kewajiban nafkah atau ada persaksian ? maka beliau menjawab : “demi Allah aku tidak tahu”
            Ketahuilah bahwa sanya perkataan orang yang ditanyai tentang sesuatu dan jawabannya “aku tidak tahu” tidaklah mengurangi derajad orang tersebut, sebagaimana prasangka orang-orang bodoh, tapi bahkan itu mengangkat derajadnya. Karena sesungguhnya hal tersebut adalah suatu pertanda keagungan (kebesaran) pengetahuan dan kuatnya agama dan ketakwaan kepada Tuhannya, bersihnya hati dan baiknya alasan (argumentasi) nya.
            Dan argumen (pendapat) tersebut sudah diriwayatkan dari golongan Ulama’-Ulama’ Salaf tedahulu. Dan sesungguhnya orang menganggap semua itu mudah (meremehkannya) maka dia adalah orang yang lemah agamanya dan sedikit sekali pengetahuannya. Karena sesungguhnya dia takut jatuhnya martabat/derajadnya dihadapan orang-orang yang hadir (audiens). Dan kebodohan ini adalah tipisnya (minimnya) agama orang tersebut. Dan ketika kesalahannya sudah tersebar (terkenal) antara orang-orang maka sesuatu perkara yang akan membuatnya lari berpaling pasti menimpanya. Dan dia akan menyikapi terhadap orang-orang dengan cara menjahui hal tersebut (kesalahannya).
            Allah mengajarkan ahlak kepada para ulama’ dengan saripati kisah perjalanan Nabi Musa dengan Nabi Khidir, ketika itu Nabi Musa tidak menolak untuk menimba ilmu lagi dikala ditanya “apakah ada orang yang lebih pandai dari pada engkau dibumi ini?”.
            Hendaknya kasih akung ditunjukkan pula kepada orang baru yang hadir dimajlis itu, mempersilahkan dengan lapang dada, karena orang yang baru datang itu biasanya asing dan bingung, jangan memandanginya terus karena itu membuat dia terasa tercela. Apabila salah seorang senior bergegas dalam memecahkan masalah maka hendaknya menahan dahulu sehingga duduk matang.
            Dan apabila dia datang dengan membawa suatu masalah maka jelaskan maksudnya, apabila salah satu senior menghadap sedangkan waktu telah habis dan jama’ah bergegas meninggalkan ruangan maka tunggulah hingga orang tersebut duduk dimajlis agar tidak merasa malu dengan bubarnya jama’ah tersebut. Hendaknya menjaga perasaan jama’ah tentang waktu yang telah ditentukan baik datang maupun pulang kecuali ada uzur atau kesulitan. Ketika pelajara mulai usai maka katakanlah “Wallahua’lam” (Allah lebih mengetahui) setelah sebelum itu mengucapkan kata-kata yang menunjukkan pada akhir pelajaran seperti kata-kata “kini kita tutup dulu adapun selanjutnya pertemuan yang akan datang Insya’ Allah” atau senada dengan itu. Agar kata-kata Wallahua’lam ikhlas sebagai dzikir kepada Allah dan diketahui maksudnya. Hendaknya pula ketika memulai pelajaran dibuka dengan Basmalah. Agar terasa bahwa mengingat Allah pada awal dan akhir pelajaran. Hendaknya pula diam sejenak tatkala para hadirin yang berdiri karena disitu ada beberapa faidah yang tercermin dalam sebuah tatakrama diantaranya yaitu menghindari desak-desakkan, mengantisipasi bila ada seseorang yang bertanya. Menghindari desakan kendaraan jika memang membawa kendaraan. Ketika akan berdiri hendaknya berdo’a sebagaimana yang terdapat dalam sebuah hadits untuk melebur dosa.
Maha suci Engkau ya…. Allah dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau dan aku mohon ampunan serta bertaubat kepada-Mu.
            Jika memang tidak menguasai materi maka jangan memegang fak itu atau mengajarkan sesuatu yang dia tidak tahu karena itu semua termasuk mempermainkan agama dan merendahkan diri dihadapan manusia Nabi bersabda :
Barang siapa yang menganjurkan sesuatu yang dia belum tahu bagaikan orang yang memakai baju yang sangat hina.
            Sebagian Ulama’ berkata :
Barang siapa menampakkan sesuatu yang belum waktunya sama juga dia menampakkan nafsunya.
            Dari Abdurrohman RA berkata :
Barang siapa yang mencari kedudukan yang belum waktunya, maka dia akan selalu terhina karena walaupun sedikit dari situ akan nampak beberapa mafsadah (kerusakan) karena para hadirin akan selalu meneliti kebenaran dan menolongnya dan mencegah orang yang salah.

            Dikatakan Dari Hanifah RA ketika suatu saat disalah satu forum yang ada dimasjid, mereka saling berdebat tentang bahasan Fiqih maka Abu Hanifah berkata :
Apakah mereka mempunyai kepala, mereka menjawab tidak, maka beliau berkata lagi, mereka tidak akan mengerti selamanya bahwa diantara mereka ada yang benar dan ada yang salah.




BAB VII
MENERANGKAN TENTANG TATAKRAMA SEORANG GURU BERSAMA MURIDNYA
            Dalam baba ini dijelaskan ada 14 macam budi pekerti seorang guru terhadap murid-muridnya.
PERTAMA
Hendaknya dalam mengajar dan mendidik mereka berharap ridho Allah dan bermaksud untuk menyebarkan ilmu dan mengeksiskan syari’at dan mempertahankan kebenaran dan keadilan dan melestarikan kebaikan umat dengan memperbanyak para ilmuan, dan mengharapkan pahala dari orang yang menyelesaikan belajarnya dan mengharapkan barokahnya do’a mereka kepadanya dan kasih akung mereka dan memudahkan masuknya ilmu, antara Rosul SAW dan antara ulama’ dan menganggap bahwa seorang guru adalah termasuk orang yang menyampaikan wahyu dan hukum-hukum Allah kepada mahluknya sesungguhnya mengajarkan ilmu termasuk perkara yang penting didalam agama dan derajad yang tinggi bagi orang-orang mu’min.
Rosulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatnya dan penduduk langit dan bumi sampai semut yang berada didalam lubangnya mendo’akan kepada seseorang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia. Demi sifat hayat-Mu (Allah ) ini merupakan suatu bagian yang agung, maka mendapatkannya adalah suatu keuntungan yang besar. Ya Allah janganlah Engkau menghalangi kami dari ilmu dengan suatu penghalang dan kami mohon perlindungan Mu dari perkara-perkara yang memutuskan ilmu dan perkara yang mengotorinya dan kendala yang menghalanginya dan sirnanya ilmu.
KE-DUA
Hendaknya seorang guru tidak tercegah untuk mengajar muridnya karena tidak ihklasnya niat muridnya itu. Sesungguhnya bagusnya niat diharapkan dengan barokah ilmu. Sebagian Ulama’ salaf berkata :“kami menuntut ilmu karena selain Allah, maka ilmu itu menolak kecuali karena Allah” dikatan : makna kaul tersebut adalah bahwasanya ilmu dapat diperoleh dengan niat karena Allah karena apabila niat yang ikhlas disyaratkan ketika mengjar para pemula, yang mana mereka sulit untuk ikhlas, maka hal itu akan menyebabkan hilangnya ilmu dari kebanyakan manusia. Akan tetapi seorang guru mengajarkan kepada para pemula dengan niat yang baik-baik secara pelan-pelan, baik ucapan atau perbuatan, dan memberi tahu kepadanya, bahwa sesungguhnya dengan bagusnya niat dia akan memperoleh derajat yang tinggi dari ilmu dan amal dan memperoleh anugerah yang baik, dan memperoleh berbagai macam hikmah dan terangnya hati dan lapannya dada, dan memdapat kebaikan dan bagusnya keadaan dan lurusnya ucapan dan tingginya derajad dihari kiamat. Dan seorang guru menumbuhkan rasa senang pada mereka terhadap ilmu dan mencarinya dengan masa yang panjang dengan menyebutkan apa yang telah Allah berikan kepada para ulama’ yang berupa derajad yang tinggi, sesungguhnya mereka adalah pewaris para nabi dan diatas mimbar dari yang diharapkan para nabi dan syuhada’ selain itu yang menjelaskan tentang keutamaan ilmu dan ulama’ adalah ayat-ayat khobar, atsar dab syair-syair, dan sebagiannya telah aku sebutkan pada bab awal. Dan menumbuhkan rasa senang terhadap ilmu terhadap apa yang ditetapkan untuk mewujudkan ilmu seperti merngkum sesuatu yang mudah dan secukupnya dengan perkara dunia dengan sibuknya hati perkara yang berkaitan dengan dunia dan perkara yang menyibukkan fikiran dan memisahkan keprihatinan dengan sebab dunia.
Maka berpalingnya hati dari berinteraksi (berhubungan) ketergantungan akan rakus dengan dunia dan memperbanyaknya dan merasa suah akan terpisah darinya. Maka mengombinasikan (menyatukan) antara hati dan ruhnya hanya untuk agamanya saja atau untuk kemulyaan dirinya atas kedudukannya dan lebih sedikit perasaan dan yang lebih penting untuk menghafalkan ilmu dan menambahinya.
Oleh karena itu sedikit sekali orang yang mendapatkan ilmu secara sempurna kecuali orang-orang yang ada dalam dirinya sifat faqir (sederhana), qona’ah (merasa cukup) dan berpaling pencurian dunia dan harta benda yang fana (fatamorgana / rusak).
KE-TIGA
            Hendaknya menyukai mencari sesuatu (ilmu) sebagaimana yang dia sendiri menyukainya, seperti yang telah tercantum dalam hadits dan membenci sesuatu terhadapnya sebagaimana hadits membencinya. Dan bersungguh-sungguh dalam pencarian (ilmu) yang baik. Dan menggauli para santri sebagaimana dia menggauli sesuatu pada anak-anaknya yang mulya dengan kasih akung, berbuat baik, sabar atas keras kepala atas kurangnya sesuatu yang menimpanya dan tidak menjahui / menyendiri dari pergaulan manusia. Sama saja tatakrama disabagian masa ini, dan membuat alasan sekiranya mungkin. Dan menkondisikan semua itu dengan nasehat tutur kata yang lembut tak kasar atau menganiyayanya. Dengan itu semua bertujuan atas pendidikannya yang baik dan bagusnya akhlaknya dan pekerti tingkahnya. Apabila cara mengetahui kecerdasan mereka dengan isyarat saja mak tidak ada kebutuhan / gunanya dengan cara ibarat (mencontohkan) dan apabila belum paham juga kecuali dengan terangnya ibarat maka didatangkan cara itu tidak apa-apa. Dan menjaga diri (bertahan) dari semua yang menjelekkan mereka dan bertutur kata yang halus dan bertatakrama dengan budi pekerti yang luhur dan mensupport (mendorong) nya pada budi pekerti yang diridhoi dan memberi wasiat (wejangan) dengan perkara-perkara yang bagus dan atas hukum-hukum syari’at.
KE-EMPAT
Hendaknya mempermudah para santri menyampaikan materi dengan semudah mungkin dalam pengajarannya. Dan dengan tuturkata yang lembut dalam memberi kepahaman, apalagi santri itu keluarga sendiri. Oleh karena semua itu hanya untuk kebaikan tatakrama dan bagusnya pencarian asasfaidah dan menjaga dari hal-hal yang langka. Dan tidak boleh menyimpan (menyembunyikan) bila ditanyai sesuatu karena itu adalah bagian dari dirinya, karena terkadang hal-hal tersebut membingungkan dan membuat bimbang hati, dan berpalingnya hati dan menyebabkan kegelisahan / kegusaran. Demikian juga jangan menyampaikan sesuatu yang bukan bidangnya karena itu dapat membekukan hati dandengan kefahaman. Apabila santrinya bertanya sesuatu dari hal tersebut dan tidak menjawab dan tidak memberitahunya maka akan membahayakan dirinya sendiri dan tidak bermanfaat apabila dia (guru) mencegah hal tersebut dari pada santri bukan karena bakhil (pelit) tapi karena kasih akung dan karena hanya menyayanginya, kemudian menyukai hal tersebut dalam bersungguh-sungguh dan karena untuk mendapatkan sesuatu yang disukai atau yang lain. Imam Bukhori sungguh-sungguh telah mengatakan dalam kitab “Ar-Robbani” bahwasanya beliau dalam hal mendidik manusia dengan semudah-mudahnya (kecilnya) ilmu sebelum mengajarkan kepada mereka yang (besar) yag sulit.
KE-LIMA
Hendaknya bersungguh-sungguh dalam pengajaran dan memberi kepahaman pada santri dengan mencurahkan daya upaya dan menjelaskan materi walaupun hanya mendekati arti tidak berlebihandan bukan memberatkan hati dan yang melampaui batas-batas hafalan. Dan menjelaskan sesuatu yang dimana ibarat hati menjadi terhenti karena telah mengerti arti tersebut. Dan mencari-cari hitungan seberapa dia telah mengulang-ulangi. Pertama-tama dengan menjelaskan gambaran masalah-masalah kemudian memberikan keterangan dengan sesuatu contoh dan menyebutkan dalil-dalil yang berhubungan dengan itu dan meringkas dalam pemberian gambaran beberapa contoh dan membuat perumpamaan (contoh) bagi yang belum menguasai materi (belum ahli) untuk kepahaman dalam mencerna (mengmbil) contoh-contoh dan dalil-dalilnya. Dan menyebutkan dalil dan mengambil dalil dari orang yang mempunyainya. Dan menerangkan kepada santri yaitu makna (arti) yang samar hikmahnya. Dan alasan-alasan dan sesuatu yang berkaitan dengan masalah tersebut berupa asalnya mupun cabangnya. Dan dari salah sangka dalam masalah tersebut hukum, pengecualian (pemecahan masalah) dan memindah ibarat (perumpamaan) yang baik cara penyampaiannya, dan jauh dari mengurangi derajad seorang ulama’, dan bermaksud menerangkan salah faham tersebut berupa nasehat dan devinisi pemindahan yang benar. Dan menyebutkan sesuatu yang menyamai dengan masalah-masalah tersebut dan kemudian mempraktekkannya, dan sesuatu yang membedai dan yang mendekatinya. Dan menerangkan mana yang harus diambil dari dua hikum dan perbedaan antara dua masalah yang bertentangan. Dan tidak boleh mencegah menyebutkan suatu lafadz dengan malu dari seorang yang lain. Biasanya apabila dia membutuhkan pada hal tersebut dan belum menyempurnakan penjelasannya kecuali dengan menerangkannya, apabila lafadz tersebut berupa kinayah (kiasan) maka guru harus memberikan kesimpulan hukumnya secara sejelas-jelasnya dan tidak menjelaskan dengan cara menyebutkan tapi cukup dengan kinayah pula.
Demikian juga apabila dalam suatu majelis ada seorang yang tidak layak dalam menyebutkan lafadz tersebut dengan hadirnya rasa malu pada dia atau secara samar, maka seorang guru harus membuat kinayah dari lafadz tersebut atau dengan selainnya oleh karena arti-arti itu perbedaan keadaan terdapat dalam hadits yang biasanya menjelaskan secara detail dan kadang juga dengan kinayah yang lain. Dan apabila guru sudah selesai pada pelajarannya maka tidak apa-apa seorang guru menyodorkan (mengemukakan) masalah-masalah yang berkaitan dengan hal tersebut atas para santri (murid) dengan tujuan sebagai ujian (pengetesan) dengan hal tersebut kefahaman mereka dan hafalan mereka atas semua yang telah dijelaskan. Apabila sudah tampak pada mereka pelajar yang kuat kefahamannya dengan cara mengulang-ulang jawaban yang benar maka berterimakasihlah padanya. Dan barang siapa belum faham maka guru harus menyuruhnya dengan halus untuk mengulanginya. Adapun maksud dengan memberikan masalah-masalah tersebut sesungguhnya santri ketika mereka kadang-kadang malu dari ucapannya (murid) maka dia belum faham adakalanya untuk menghilangkannya dengan membalas pengulangannya kepada guru atau untuk mempersempit waktu atau karena malu dari orang-orang yang hadir atau agar mereka tidak tertinggal dengan membaca dari yang lain dengan sebab malu itu.
Oleh karena itu seyogyanya bagi guru untuk tidak berkata / bertanya kepada murid “ apakah engkau sudah faham ? “ kecuali apabila tidak bermasalah (aman) dari ucapan guru yaitu jawaban “ ya “ yang dijawab murid sebelum mereka belum faham. Kemudian apabila tidak aman / membuat malu bagi murid atau yang lainnya maka janganlah bertanya tentang kepahaman karena hal itu kadang-kadang guru menanyakannya akan terjadi kebohongan ucapan murid dengan “ ya “ karena sesuatu yang telah jelas dari beberapa sebab.Tapi seorang guru hendaknya melontarkan permasalahan kepada murid sebagaimana yang telah disebutkan.
Apabila seorang guru bertanya kepada murid tentang kefahaman (faham/belum) dan murid menjawab “ ya “ (sudah faham) maka jangan memberinya permasalahan yang baru setelah itu, terkecuali jika hal tersebut menyebabkan siswa malu dengan masalah tersebut karena dengan jelasnya perbedaan suatu jawaban yang dilontarkan siswa. Dan juga seyogyanya bagi guru untuk memerintah seorang murid dalam mempelajari pelajaran yang mencocokinya.Sebagaimana keterangan yang akan datang Insya’ Allah, dan dengan pengulangan pelajaran setelah selesai menjelaskan sesuatu antara mereka (murid) dengan tujuan agar tetap pada hati mereka dan meresap padanya kefahaman pelajaran. Kerena semua hal tersebut mendorong atas kesungguhan pikiran dan pengokohan badan (jiwa) dalam pencarian yang haq (benar).
KE-ENAM
Meminta terhadap santri untuk senantiasa mengulangi hafalannya dan menguji hafakannya yang telah lalu seperti kaidah-kaidah yang dianggap sulit dan masalah-masalah konteporer. Tidak lupa hendaknya sang guru senantiasa memberikan informasi yang terkait dengan pokok-pokok bahasan atau dalil-dalil yang telah dipelajari. Apabila diantara mereka memberikan jawaban benar dan tidak takut atau grogi maka berterima kasilah dan pujilah dihadapan kawan-kawannya agar mereka tergugah semangatnya untuk mencari tambahan.
Begitu pula jika mereka beraspirasi dan tidak takut unjuk gigi dengan kemampuannya yang minim itu maka berilah semangat dengan memberikan iming-iming cita-cita yang tinggi atau kedudukan yang terkait dengan ilmu. Apalagi teguran itu bisa membuatnya semangat dan akhirnya dia bisa berterimakasih.Hendaknya pula mengulangi materi-meteri yang terkait bahasannya agar siswa faham.
KE-TUJUH
Apabila seorang murid melakukan sesuatu yang belum waktunya dan menghawatirkan maka dinasehati dengan lemah lembut dan ingatkan dengan hadits Nabi “sesungguhnya bagi tanaman itu taklah mengenal bumi yang gersang dan tidak ada permukaan yang tetap.” Agar tetap sabar dan semanagat. Apabila terkait indikasi yang membosankan atau indikasi lain maka perintahlah untuk istirahat dan mengurangi aktivitas. Jangan sekali-kali mengomando murid untuk mempelajari sesuatu yang dia belum cukup kepandaiannya atau umurnya. Atau memberikan rekomendasi tulisan yang mengacaukan fikirannya. Jika adaseseorang yang mengajak bermusyawarah kepadanya baik dari segi kefahaman / hafalan dalam bacaan fak / buku-buku maka jangan berkomentar sesuatu sehingga dia mencobanya dan mengetahuinya sendiri apabila dia tidak mampu pada akhirnya, maka komentarilah dengan sederhana terkait dengan bab yang dimaksud. Apabila dia sudah mampu memahami satu kitab dengan baik maka pindahkan kekitab lain yang sesuai dengan kemampuannya, apabila belum jangan dulu, itu semua karena memindahkan santri kepeda apa yang seharusnya dipindahkan atau menambah semangatnya sedangkan menunjukkan kekurangannya mengurangi semangatnya. Begitu pula tidaklah mungkin bagi santri terbagi pikirannya pada dua fak pelajaran atau lebih apabila belum menghafalnya. Tetapi mendahulukan yang terpenting secara berurutan. Apabila diketahui atau dianggap belum layak pada satu bidang maka intrupsikan untuk meninggalkannya dan pindah kelainnya yang bisa diharapkan kelayakannya.
KE-DELAPAN
Hendaklah sang guru tidak menampakkan menonjolnya pelajar dihadapan kawan-kawan lainnya dengan menunjukkan kasih akungnya perhatiannya padahal mereka sama sifat, umur / pengalaman ilmu agamanya kerana itu semua menyakitkan hati, akan tetapi jika diantara mereka ada yang semangat dan bertatakramalah lebih sopan maka tampakkanlah keseponanya dan terangkan kepada mereka bahwa dia memulyakannya karena sebab itu maka tidak apa-apa.karena itu bisa menumbuhkan dan menimbulkan sifat seperti itu begitu pula tidak boleh mendahulukan salah seorang murid dengan giliran yang lain dan mengahirkan yang lainnya kecuali bila ada masalahnya bisa menambah maslahah giliran itu, apabila bisa dimaklumi.
KE-SEMBILAN
Hendaklah lemah lembut kepada para santri dan menyebutkan santri yang tidak hadir, dengan penuh perhatian, mengetahui nama-nama mereka, nasab, asal dan mendoakan mereka agar mereka senantiasa baik, mengawasi tingkah laku dan tatakramanya secara dhohir ataupun yang batin, jika diantara mereka tampak sesuatu yang tidak layak seperti melakukan sesuatu yang haram atau makruh, kerusakan, malas atau kurang sopan baik kepada guru atau orang lain, ataupun banyak membicarakan sesuatu yang tidak berfaidah, bergaul kepada seseorang yang tidak patut digauli maka hendakmya sang guru mencegahnya dihadapan yang menyebabkan itu dengan mengarahkannya dan tidak menyalahkannya. Apabila itu semua tidak dapat menyelesaikan masalah maka diperingatkan secara rahasia (tertutup) atau dihadapan dua orang tersebut. Namun  apabila hal itu belum bisa menyelesaikan maka dinasehati dengan agak keras berupa kata-kata yang lebih merasuk dan menjelaskan dihadapan umum.dan apabila masih belum bisa, maka diusir hingga jera dan mau kembali apabila jika dia sampai takut sebagian kawan akrabnya yang akan memojokkannya.
KE-SEPULUH
Seorang guru harus juga membiasakan mengucapkan salam berbicara yang baik, kasih akung, tolong menolong, berbakti dan bertakwa. Semua itu sebagaimana peran agama terhadap Allah, dan peran dunia tehadap hubungan manusia untuk menempurnakan dua kehidupan itu.
KE-SEBELAS
Seorang guru berusaha untuk senantiasa memperbaiki murid-murid, dengan perhatiannya, membantunya dengan sekuat tenaga denangan orentasinya atau kemampuan hartanya tampa terpaksa. Karena Allah SWT senantiasa akan menolong hamba selam hamba itu mau menolong temannya. Dan barang siapa memenuhi kebutuhan kawannya, maka Allah SWT pun akan memenuhi semua kebutuhannya. Barang siapa membantu orang yang miskin, maka Allah akan memudahkan hisab / hitungannya dihari kiyamat, apalagi menolong orang yang menunutut ilmu.
KE-DUA BELAS
Apabila pelajar tidak masuk lebih dari biasanya maka hendaknya ditanyai keadannya kepada kawan yang biasa bersamanya apabila tidak tahu maka mengutus kawannya atau datangilah sendiri, karena itulah yang lebih utama.
Apabila ternyata dia sakit maka hendaknya dia dijenguk, apabila dalam keadaan susah maka membantunya, apabila akan berpergian, maka perhatikanlah siapa yang menemaninya dan bertanya pada kawan itu dan menanyakan keperluannya dan mengizinkannya dengan iringan do’a. ketahuilah bahwa santri yang sholeh akan lebih disukai oleh ilmunya, oleh gurunya dunia akhirat. Dari pada orang kaya dan kerabat-kerabatnya/famili-familinya. Oleh karena itu ulama’-ulama’ salaf senantiasa bersungguh-sungguh mencari santri yang bagi manusia baik ketika hidup atau matinya. Walaupun hanya satu murid tetapi ilmunya bermanfaat, dan zuhud, perlakuannya baik dan tutur katanya baik, maka itu sudah cukup disis Allah. Karena satu ilmutak dapat berpindah kesatu orang keorang lain kecuali akan mendapatkan sebagaimana yang telah diterangkan oleh hadits shohih. Dari Nabi SAW : apabila anak adam meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara yaitu shodaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang selalu mendo’akannya. Ketiga pin diatas ada pada orang yang mengajarkan ilmu (guru).
Adapun shodaqoh, maka mempelajari ilmu adalah termasuk shodaqoh, tidaklah kau lihat sabda Nabi SAW tatkala dalam musholla sendirian “barang siapa bershodaqoh dengan ini (sholat) maka dia akan mendapatkan fadilah jama’ah, dan orang yang mengamalkan ilmu akan mendapatkan keutamaan ilmu, yang itu adalah lebih utama dari pada solat jama’ah, dan akan mendapatkan keutamaan dunia dan akhirat”. Adapun ilmu yang bermanfaat maka jelas karena guru, menebabkan semuanya itu kepada orang yang mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Adapun do’a anak yang sholeh (do’a yang baik) terbiasa diucapkan oleh orang yang ahli ilmu dan hadits senantiasa mendo’akan kepada gurunya.
KE-TIGA BELAS
Rendah hati dihadapan muridnya dan setiap anak didiknya selam dia yang menegakakan lagi, Allah dan mau menundukkan lambungnya dan lemah lembut. Allah berfirman kepada nabinya rendahkanlah lambungmu kepada orang miskinyang mengikutimu, Nabi juga bersabda sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku untuk senantiasa tawadhu’ tiada ketawaduan kecuali Allah yang mengangkatnya.
KE-EMPAT BELAS
Bertutur kata kepada sitiap muridnya apalagi kepada murid senior dan memanggil dengan nama yang baik dan mengucapkan salam dan saran apabila bertemu dengannya dan memuliyakannya ketika mereka bertamu dan bertanya dengan lemah lembut tentang keadaannya dan orang-orang tentang dekat dengannya setelah menjawab salam, menemuinya dengan muka berseri-seri bahagia ramah dan penuh kasih akung dan melebihkan hal itu terhadap murid yang diharapkan kebahagiaannya. Itu semua dipahami dari wasiat Rosulullah SAW bersabda bahwa manusia mengikuti engkau sekalian dan banyak orang mendatangiku dari semua penjuru untuk mempelajari agama kita mereka mendatangiku maka titiplah pesan kepada mereka untuk senantiasa berbuat baik.




BAB VIII
Menerangkan tentang tatakrama seorang pelajar dengan buku-buku sebagai alatnya ilmu dan yang berhubungan dengan cara-cara memperolehnya.
Tatakrama tentang penulisan buku, yang memuat lima macam tatakrama.
PERTAMA
Seyogyanya bagi pelajar (pelajar) berusaha dalam memperoleh buku-buku yang dibutuhkannya, apabila memungkinkan dengan cara membeli dan apabila tidak maka dengan cara menyewa atau meminjam karena itu semua merupakan salah satu alat dalam menghasilkan ilmu pengetahuan, janganlah menganggap bahwa menghasilkan buku-buku tersebut dan juga karena banyaknya koleksi-koleksi buku itu sebagian dari ilmu dan mengumpulkannya akan menambah kepahaman. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh kebanyakan pelajar pada masa ini.
Sungguh indah lantunan syair sebagian orang arab :
     ¨      Apabila engkau bukan seorang hafal atau faham, maka koleksi buku-buku engkau tak ada manfaatnya.
     ¨      Apakah engkau akan berkata dengan orang bodoh disuatu forum?, sementara ilmu-mu hanya tersimpan rapi di rumah.
Dan jika memungkinkan dalam memperolehnya dengan cara membeli maka tek perlu repot-repot menyalinnya. Dan tidak sebaiknya menyibukkan diri sendiri dengan menyalin buku-buku tersebut kecuali hanya karena ada sesuatu yang menyebabkan kesulitan dalam memperolehnya, juga karena tidak adanya financial dan upah untuk menyalinnya.
Dan janganlah hanya memperhatikan dalam bersungguh-sungguh memperbaiki khod (tulisan) kitab tersebut. Dan juga janganlah meminjam bila memungkinkan untuk membeli atau menyewanya.
KE-DUA
Bagaimana meminjamkan buku kepada orang yang tidak menyebabkan buku tersebut rusak dalam pinjaman tersebut dari orang yang membahayakan, dan sebaiknya bagi orang yang dipinjami berterimakasih kepada orang yang meminjami tersebut. Dan tidak boleh memperlama jangka pinjaman itu dari pada orang yang dipinjami, selain ada kebutuhan bahkan mengembalikannya dengan cepat-cepat apabila peminjam memerlukannya. Dan tidak boleh memperbaiki sesuatu apapun dari kitab tersebut tampa izin pemiliknya dan mengoreksinya.
Dan tak boleh menulis sesuatu apapun pada lembaran putih (kosong) dipermulaan buku dan juga tak boleh pada akhiran kitab.kecuali jika pemiliknya merelakannya. Dan tak boleh mencoret-coretnya dengan tinta hitam dan juga tak boleh meminjamkan pada orang lain. Dan tak boleh menitipkannya pada orang lain kecuali pada saat dhorurot (terpaksa). Dan tak boleh menyalinnya tampa seizin pemiliknya.jika pemiliknya mengizinkannya untuk menyalinnya, maka menyalinnya tersebut pada kertas didalam buku tersebut atau diatas buku tersebut. Dan tak boleh meletakkan tempat tinta diatas buku tersebut.
KE-TIGA
Jika kita menyalin dari buku tersebut atau muthola’ah (membaca ulang) maka janganlah meletakkan dalam tanah dalam keadaan terbentang (terbuka). Tapi meletakkannya antara dua buku atau antara dua sesuatu atau juga pada rak-rak buku yang telah diketahui (untuk umum keberadaannya). Dengan tujuan agar tidak terputus jilidannya (bentuknya) dengan cepat. Dan jika meletakkannya pada tempat berjajar dirak-rak buku, maka jangan pada atas atau dibawahnya terdapat kayu atau sesuatu yang lain yang sama. Dan jangan meletakkannya pada tanah agar tidak menjadi lembab atau basah. Dan jika meletakkannya pada kayu atau yang lainnya maka penempatannya diatas atau bawahnya terdapat sesuatu yang dapat membenturinya pada tembok atau yang lain.
Dan menjaga cara meletakkannya dengan menimbang (memulyakan) ilmu pengetahuan, derajat kemulyaan atau pengarangnya serta keagungannya, maka meletakkannya lebih mulya dari semuanya, kemudian menjaga tempatnya, apabila terdapat mushaf (Al-qur’an) menjadikannya paling mulya atas semuanya.
Dan yang paling utama menjadikan tempatnya secara tergantung (diatas) yang mempunyai tali (pengikat) pada paku dan senantiasa membersihkannya pada permukaan tempatnya. Kemudian setelah Al-Qur’an buku hadist yang mulya, kemudian tafsir Al-Qur’an, tafsir hadits, usuluddin, usul fiqih, nahwu, shorof, syair-syair arab, arudh.
Dan sebaiknya menulis nama buku tersebut pada buku tersebut disamping akhir lampiran dari bawah. Dan menjadikan awal-awal huruf terjemah ini pada penggir kitab yang didalamnya terdapat lafadz basmalah. Dan adapu faedah terjemah nama kitab tersebut adalah memudahkan untuk mengetahui buku dan juga mempermudahkan mengeluarkannya dari antara buku-buku.
Dan apabila meletakkan buku jangan menjadikannya pada pinggir yang dari arah basmalah dan pada permulaan kitab adalah atas.dan juga meletakkanya pada sesuatu yang terputus yang besar diatas sesuatu yang terputus yang kecil.
Dan jangan menjadikan (tempat) almari buku digudang atau ditempat yang lain seperti gudang. Dan juga menjadikannya sebagai bantal atau kipas. Dan jangan membatasinya dengan tongkat (kayu) atau sesuatu yang kering (keras) tetapi harus dengan kertas dan jangan melipat pada pinggirnya (pojoknya) lembaran atau melipatnya pada dua sisinya.
KE-EMPAT
Apabila meminjam sebuah buku atau membelinya maka telitilah dahulu pada awalnya, akhirnya, dan tengahnya dan urut-urutannya pada setiap babnya dan halaman atau lembarnya.
KE-LIMA
Apabila menyalin sesuatu berupa ilmu pengetahuan syari’at maka sebaiknya dalam keadaan suci dan menghadap kiblat. Suci badan dan pakaiannya dan juga dengan tinta yang suci. Dan memulainya (menulis) dengan tulisan basmalah. Dan apabila dalam buku dimulai dengan sambutan yang memmmuat pujian kepada Allah SWT. Dan sholawat Nabi SAW.penulisan semua itu setelah basmalah. Dan demikian juga pada akhir kitab dan setiap akhir dari bagian buku dan setelah menulis sesuatu pada akhir bagian pertama (juz 1) atau bagian kedua seumpamanya, menulisnya kemudian membacanya. Demikian juga apabila buku belum lengkap penulisannya. Kemudian menulisnya apabila telah lengkap (sempurna), maka sempurnakanlah buku fulan (buku ini). Dan didalam itu terdapat faidah-faidah yang banyak. Dan dimakruhkan pada contoh kalimat Abdullah atau Abdurrohman ibn fulan dan setiap nama yang dimudofkan (disandarkan) pada lafadz Allah dan kata ibn fulan pada awalnya akhir. Tetapi sebagian ulama’ mewajibkan menjahui hal-hal tersebut.
Dan juga dimakruhkan pada penulisan Rosulullah, apabila ditulis dengan lafadz Rosul awal dan lafadz Allah pada akhir pada awalnyalafadz Rosul. Demikian juga semua sesuatu yang sama seperti itu dan sesuatu yang penting (sesuatu yang disangka) jelek/buruk seperti bisa menulis pembunuh dari pembunuh ibn sofiyah dineraka pada akhir baris dan ibn sofi’yah finnari (dineraka) pada awalnya atau menulis (faqoola                       ) dari (qouluhu            ) di hadist (syaribul khomri                       ) maka menulisnya (faqoola umar akhor                     ).
Dan tidak dimakruhkan memisah 2 idhofah apabila tidak terdapat contoh seperti tersebut. Seperti (subhanallah                           ) tetapi mengumpulkannya pada permulaan baris. Dan ketika dalam penulisan nama Allah SWT haruslah mengikuti setelahnya dengan pengagungan seperti (ta’ala               ) atau (subhanahu                    )dan (wata’ala                     ) atau (azza wajalla                  ) atau (tabaro’ wa ta’ala                                              ) atau (jalla dzikruhu                      ) atau (tabaro’ka ismuhu                                 ) atau (kholaqo izmati                         ) atau yang sesamanya. Dan ketika menulis nama Nabi SAW maka menulis setelah lafadz tersebut dengan (assolatu was salaamu alaihi                ) karena telah berlaku kebiasaan ulama’ salaf dan khalaf penulisan (SAW) tersebut.karena seakan-akan hal tersebut mencocoki firman Allah SWT (solluu alaihi wa sallimuu tasliiman                                                                        ) .
Dan tidak boleh meringkas sholawat dalam hal penulisannya walaupun sholawat tersebut tertulis secara berulang kali, seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang yang dihalangi dari kalimat Allah maka mereka menulisnya dengan (    ) atau (           ) maka semuanya itu tak layak dengan haq (SAW). Dan apabila berlaku dengan penyebutan nama para sahabat maka menulisnya dengan        (                                             ) apabila itu merupakan anak sahabat tersebut, maka menulisnya dengan (                                         ).
Dan apabila berlaku dalam penulisannya nama dari salah satu ulama’ salaf yang terpilih dan para ulama’ yang mulia maka cara mengerjakan menulisnya seperti hal tersebut diatas, dengan cara menulisnya (                            ) dan apalagi bagi para imam-imam / pemimpin-pemimpin yang agung dan para penunjuk agama islam.
Cara penulisan semua itu apabila penulisan tersebut belum terdapat (belum tertulis) tulisannya pada awal mula yang dipindah dari asal tersebut, kerena sesungguhnya semua ini bukanlah suatu riwayat tetapi merupakan sebuah do’a. dan seyogyanya bagi pembaca untuk untuk membacanya setiap sesuatu yang telah disebutkan walaupun sesuatu itu belum disebutkan diasal mula yang terbaca dari buku tersebut. Dan janganlah bosan untuk mengulang-ulang karena sesungguhnya pada semua ini terdapat kebaikan yang besar dan keutamaan yang besar pula.
Sempurnalah kitab yang diberinama “Adabul ‘Alimu Wal Muta’alim” dan bertepatan dengan penyelesaiannya dan pengumpulannya pada saat pagi hari, hari ahad pada tanggal 22 jumadil at-tsani tahun 1343 H. tuannya para utusan, tuan kita Muhammad SAW, bagi para keluarga dan syahabat semuanya dan pujian semata-mata hanya bagi Allah SWT yang menuhani seluruh jagat raya dan Allah maha suci dan Agung lebih tahu yang benar, dan hanya kepadanya tempat pulang dan kembali.

0 komentar:

Posting Komentar

 

La takhaf wala tahzan

La takhaf wala tahzan

La takhaf wala tahzan

La takhaf wala tahzan

La takhaf wala tahzan
earth
top down